MENGHILANG TANPA JEJAK

31 4 0
                                    

Mereka berada tepat di depan pintu rumah pak RT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Mereka berada tepat di depan pintu rumah pak RT. Gilang kemudian menggunakan jari jemarinya dan mengetuk pelan pintu itu.

"Assalamualaikum...." Gilang mengetuk pintu itu sekali lagi.

Tak lama kemudian seseorang membuka pintunya. Laki-laki yang memakai sarung dengan kaos warna cokelat serta peci yang masih melekat di kepalanya.

"Loh, Gilang? Ada perlu apa?" tanya laki-laki berkulit sawo matang itu. Tatapan matanya beralih ke Joy yang berada di belakang gilang.

"Ini pacar kamu Lang?" tanyanya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Joy.

"Bukan," jawab mereka serempak.

"Oh maaf." Laki-laki itu tersenyum kikuk.

"Tujuan saya ke sini mau nganterin temen saya pak, katanya mau ketemu sama pak RT."

" Oh kalau begitu silahkan masuk." Pak RT sedikit menyingkir dan membuka pintu itu lebar-lebar.

Gilang dan Joy masuk dan duduk di ruang tamu. Pak RT meminta istrinya untuk menyiapkan minuman bagi mereka.

"Ada perlu apa neng?"

"Jadi gini pak, saya mau tanya soal korban yang ditemukan tewas sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu.  Kalau boleh tau siapa yang pertama menemukan korban."

"Oh, si Neng Geulis itu ya? Mungkin saya bisa cerita sedikit tentang dia." Pak RT terdiam sejenak.



🕯




Pagi hari seperti biasanya, Pak RT sedang duduk di teras rumah membaca artikel berita terbaru lewat handphone yang ia pegang sembari menyeruput secangkir kopi hangat.

Tak lama setelah itu, handphone nya bergetar. Muncul notifikasi telepon, tertulis nama Mang Asep. Jari telunjuk Pak RT menekan tombol berwarna hijau.

Ia mendekatkan handphone nya ke daun telinga.

"Pak..." panggilnya dengan suara gemetar.

"Ada apa Mang? Kok suaranya gemetaran gitu?"

"P-pak... S-saya gak bisa cerita sekarang, tapi saya perlu bapak untuk ke jalan sepi pinggir hutan."

Tanpa banyak bertanya, Pak RT segera mengiyakannya. Ia lalu menutup pintu rumahnya. Pak RT berpamitan kepada istrinya dengan suara yang lebih keras agar istrinya yang sedang di dapur bisa mendengar suaranya.

Pak RT bergegas mengambil motornya., dan pergi ke tempat yang dimaksud oleh Mang Asep.

Saat sudah mendekati jalan pinggiran hutan, Pak RT melihat Mang Asep yang melambaikan tangannya dari kejauhan.

Sembari mempercepat laju motornya, Pak RT melihat Mang Asep mengalihkan pandangan ke arah sampingnya.  Ia terlihat seperti sedang memperhatikan sesuatu.

Pak RT menghentikan motor nya, mencabut kunci motor dan turun menghampiri laki-laki kulit sawo matang itu.

"Sebenarnya ada apa Mang?"

Mang Asep tak berbicara sepatah katapun, ia menarik tangan Pak RT masuk ke dalam hutan. Pak RT hanya diam saja, namun dipikirannya ia masih tidak mengerti Mang Asep mau membawanya kemana.

Mereka berhenti di depan pepohonan yang rimbun dengan satu pohon yang lebih besar dari yang lain. Letak pohon besar itu tak terlalu jauh dari tempat ia memarkirkan motor tadi. Tangan Mang Asep menunjuk ke arah pohon besar itu.

"Lihat di belakangnya pak," ucapnya dengan gemetar.

Pak RT melihat di balik pohon-pohon yang rimbun. Alangkah terkejutnya ia saat melihat tangan yang pucat dengan seluruh badannya yang lain masih tertutupi oleh dedaunan.

Pak RT segera menyingkirkan daun-daun yang menutupinya. Terlihat darah yang sudah kering berceceran di tanah.

"Innalilahi wa innailaihi Raji'un.  Mang, saya minta tolong untuk laporkan hal ini ke pihak berwajib," ucap Pak RT sambil menoleh ke arah mang Asep yang ada di belakangnya.

"I-iya pak." Mang Asep mengangguk dan segera beranjak pergi dari sana.

Beberapa saat kemudian, para warga mulai berdatangan ke sana karena penasaran, mereka mengetahui kabar ini saat bersimpangan dengan mang Asep yang terlihat tergesa-gesa.  Pak RT mencari keberadaan mang Asep yang tak kunjung terlihat batang hidungnya.

Namun hari semakin panas, dan waktu terus berjalan. Para warga meminta untuk korban segera dimakamkan saja karena mereka tidak tahan dengan bau busuk yang menyengat. Mendengar hal itu, pak RT mengatakan pada para warga agar hal ini diurus oleh pihak kepolisian.

Para warga kemudian menyetujuinya. Di sisi pak RT masih tidak tahu dimana keberadaan mang Asep.

Pak RT lalu memutuskan untuk ke kantor polisi dan melaporkan tentang mayat itu.



🕯




Istri pak RT terlihat membawa nampan yang berisi segelas teh hangat. Pak RT lalu mempersilahkan mereka untuk menikmati minumannya terlebih dahulu.

Joy menanggapinya dengan senyuman. "Terimakasih Pak, Bu."

"Iya loh Pak, Bu. Pake repot-repot segala," sahut Gilang.

"Udah gak apa-apa, gak repot kok," ujar Bu RT.

Joy sekarang sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Jadi, bapak tidak menemukan satu pun barang milik korban?" tanya Joy yang mengalihkan pandanganya ke arah Pak Rt.

Pak Rt mengangguk pelan. "Mang Asep juga tidak pernah terlihat setelah kejadian itu."

Joy tampak bingung. "Apa gak ada satupun warga yang melihat mang Asep, pak?"

Lagi-lagi pak Rt menjawabnya dengan gelengan kepala. "Mereka terlalu fokus dengan mayat perempuan itu sehingga tidak terlalu memperhatikan kondisi sekitar."  Pak Rt terdiam. "Karena mayat itu tanpa identitas, maka pihak kepolisian memutuskan untuk memakamkan di desa tempat mayat itu ditemukan."

Joy mengangguk pelan, namun di sisi lain Joy tidak tahu apa yang harus ia lakukan setelah nya.

Di antara pembicaraan itu, Gilang yang sedari tadi hanya diam kemudian mulai mengeluarkan sepatah kata.  "Sebenarnya saya menyimpan salah satu barang milik mayat perempuan itu."

Joy yang mendengar itu langsung mengalihkan perhatiannya ke Gilang. "Lo serius Lang?"

"Iya Joy, gue serius. Handphone perempuan itu ada sama gue dan lo tenang aja selama ini gue rawat handphone itu kok."

"Terimakasih ya Lang, gue butuh banget handphone itu."

Gilang mengangguk pelan sembari tersenyum tipis.

"Oh iya neng saya sampai lupa. Neng ini siapa nya mayat ini ya?" 

"Saya hanya bantu teman saya pak. Sebenarnya perempuan ini adalah tunangan teman saya yang sudah lama menghilang."

Pak RT terperanjat, setelah itu ia menganggukkan kepala.

"Kalau begitu kami pamit ya pak, terimakasih karena sudah meluangkan waktunya. " Joy bersalaman dengan pak RT begitu pula dengan Gilang.

Gilang mengantarkan Joy untuk pulang ke rumah bi Ajeng karena ia tahu bahwa Joy mungkin tidak terlalu hafal dengan jalan di desa ini. Setelah ini ia akan mengambil handphone yang berada di rumah.



BERSAMBUNG

Ghost : A Mystery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang