"AYOLAH miii...." Alan merengkuh tubuh istrinya yang kini sedang sibuk mengaplikasikan skincare malamnya di depan meja rias.
Alan masih belum menyerah untuk usahanya, meskipun beberapa kali Hera menolak keinginan Alan untuk menambah momongan.
"Nggak ada ya mas. Satu aja baru umur empat tahun kamu mau nambah lagi. Nggak, nggak ada!" Hera tampak merengut melirik Alan dari balik cermin.
"Empat tahun itu sudah cukup lo ra, buat dikasih adik lagi"
"Nggak ya enggak! Sana deh ah. Mas beli dulu kalau habis." Hera sepertinya tidak goyah dengan rayuan maut yang baru saja Alan layangkan.
Alan menghela nafasnya, mencoba mencari ide trobosan lain yang bisa ia jadikan alasan untuk membujuk Hera.
"Yaudah. Mas janji kalau kali ini mas keluarin di luar. Tapi nggak usah pakai kondom ya. Ini kan udah malem sayang, mana ada toko yang buka jam sebelas begini" Rasanya Alan sudah tidak mampu lagi mengendalikan hasrat kelelakiannya.
"Kalau mau lanjut ya beli dulu. Kalau enggak mau lanjut, ayo kita tidur" Hera hendak melepaskan Alan yang masih betah memeluknya dari belakang. Meskipun Hera sedari tadi sudah bergerak gelisah ingin sekali menyingkirkan bagian tubuh laki-laki itu yang sudah terasa mengeras karena sedari tadi terus bergesekan dengan bagian tubuh belakang Hera.
"Ya Allah ra. Mas udah enggak tahan ini." Alan mengecup ceruk leher Hera. Berharap istrinya itu segera mengiyakan keinginannya namun Hera masih bergeming.
Alasannya ya karena Hera tidak ingin kebobolan. Ia merasa satu anak saja sudah sering ia abaikan karena kesibukannya di dunia pekerjaan. Hera tidak ingin menambah dosa lagi dengan mengabaikan anak-anaknya saat ia dan suaminya harus bekerja atau berada di luar kota untuk melakukan perjalanan dinas.
"Aku nggak mau kebobolan ya mas, kamu tau resikonya kalau kita enggak pakai pengaman" jawab Hera tegas.
"Sekali aja sayang, please. Mas udah enggak kuat lagi"
"Tapi, mas.."
"Sekali aja ra." Ucap Alan frustasi, membuat Hera akhirnya merasa melas juga dengan suaminya itu.
Daripada nanti Alan malah mencari kebahagiaan dan kepuasan lain di luar sana. Lebih baik Hera menyetujuinnya.
Lagian kalau Hera terus terusan menolak, itu juga akan menjadikan dosa untuk dirinya.
"Yasudah" Hera mengangguk pelan yang di sambut penuh kebahagiaan oleh Alan karena suaminya itu langsung mengangkat Hera lalu ia baringkan di kasur milik mereka.
.
"Mas. ya Allah" Hera berteriak, karena merasakan rahimnya menghangat.
Sialan. Suaminya ini memang perlu di beri peringatan dan ancaman dengan tegas.
Hera hendak melepaskan diri dari Alan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan area sensitifnya. Namun dengan kuat Alan menahan tubuh Hera dalam rengkuhannya
"Mas. Lepasin nggak!" Hera menggeliat. Namun Alan tetap tidak bergeming sedikitpun. Tanggannya masih memeluk perut rata Hera dari belakang serta meletakkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu.
Jadi kebayang kan bagaimana gaya mereka bercinta malam ini. Eh..
Sebenarnya Hera masih merasakan lemas luar biasa karena kenikmatan yang baru saja ia rasanya masih tersisa. Namun hal tersebut tida bisa menutupi rasa khawatirnya.
Meskipun sesuai hitungannya malam ini bukanlah masa suburnya. Tapi Hera tidak bisa mengabaikan bahwa masih ada sedikit kemungkinan untuk pembuahan itu berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breakup
ChickLitLetnan Hera tidak pernah menyangka jika kepindahannya ke Iswahjudi akan mempertemukannya dengan sosok laki-laki yang ternyata mirip dengannya. -- Menikah dengan seseorang yang menjadi atasannya karena kebetulan memiliki visi dan misi yang sama tidak...