•marriage•

962 107 27
                                    

Happy reading <3

Marriage~

Jennie dijodohkan dengan perempuan yang sama sekali tidak dia kenal, tidak ada acara pertemuan lebih dulu sebelumnya. Dia menunggu dengan cemas diatas altar bersama pastor, walau begitu, hatinya sangat penasaran dengan wanita mana dia akan menikah.

Jennie mengangkat kepalanya saat mendengar pintu yang sedari tadi tertutup itu menjadi terbuka lebar. Disana ada pria baruh baya bersama putrinya, jantungnya seakan jatuh begitu saja saat melihat calon istrinya.

Gaun putih gading menjuntai melebihi kaki, veil yang menutupi wajahnya begitu panjang hingga terseret. Ada tiara kecil yang elegan diatas kepalanya, dan riasan sederhana yang menambah kecantikan si wanita.

"Aku menyerahkan Lalisa Bruschweiler pada mu Kim, jaga putriku dengan baik." Ayah Lisa menyerahkan lengan putrinya pada Jennie.

"Baik."

Napas Jennie seakan tercekan akan kecantikan Lalisa. Dia seperti menikahi Aphrodite, matanya enggan berpaling dari paras Lalisa. Bahkan saat mengucapkan janji suci pun, Jennie terus memandangi wajah cantik itu. Sementara Lalisa terus menunduk, karena dia sendiri tidak pernah tahu akan dijodohkan.

Jennie membuka veil yang menutupi wajah istrinya, mendekatkan diri untuk mencium bibir merah itu. Riuh tepukan tangan membuatnya tersadar, dia tersenyum sambil melihat seluruh tamu undangan yang datang.

Itu adalah kejadian yang sudah empat tahun berlalu. Sekarang istrinya sedang mengandung anak kedua mereka, Jennie yang awalnya berpikir jika pernikahan itu tidak akan bertahan lama justru salah. Ya.. walaupun baru empat tahun nyatanya mereka akan dikaruniai anak kedua.

Dia menatap bingkai foto yang berisi dirinya dan Lisa saat menikah, tidak ada senyum manis diantara keduanya. Hanya senyuman cangguk dan terpaksa.

"Sedang apa?"

"Sayang, tidak. Hanya melihat foto kita," Jennie mengelus perut buncit Lisa. "Mana Jei?"

"Di dapur, marahi anakmu. Dia terus menangis hanya karena eskrim, padahal hari ini sudah dua kali."

"Kamu istirahat saja, aku akan menemani Jei." Lisa mengangguk.

"Jadi Jei, ibumu bilang kamu sudah dua kali makan eskrim hari ini. Lalu mengapa harus menangis?" Tanya Jennie setelah duduk disamping putrinya.

"Mama bohong!"

"Tapi- dadda lebih percaya pada mama."

"Yasudah kita musuhan saja, bye da'." Anak bernama Jeisa itu berlari keluar rumah, meninggalkan Jennie yang cekikikan.

"Masuk Jei, ada culik."

"Bohong! Nanti dadda masuk nelaka."

"Kalau tidak mau masuk pintunya dadda kunci," dengan iseng Jennie mengunci pintu samping yang memang biasa digunakan.

"BUKA!! DADDA BUKA PINTUNYA!"

Jennie tertawa sambil melihat wajah anaknya yang menahan tangis. Pintunya memang terbuat dari kaca, jadi bisa dengan leluasa melihat keluar.

"JANGAN MEMBUATNYA MENANGIS KIM!"

Mendengar itu Jennie segara membuka pintunya dan Jeisa langsung berlari masuk menuju kamar orang tuanya.

"Mamaaaa.."

"Eum, jangan menangis. Nanti dadda mu mama pukul," Lisa merapikan rambut Jeisa yang berantakan.

"Jangan! Kasihan dadda,"

Lisa memutar bola matanya. "Terserah,"

• • •• • •

Oneshoot | JLWhere stories live. Discover now