20.

73 22 0
                                    

Seusai kejadian yang ia alami dengan sosok gadis yang tak lain adalah Nara. Kini pikiran Raditya hanya terpusat pada gadis itu, entah kenapa ia tak bisa menghilangkan bayang-bayang Nara dalam benaknya. Raditya juga bingung kenapa hatinya seolah tenang saat bersama Nara. Padahal di satu sisi ia percaya hanya Valen lah yang di cintainya.

Ah ngomong-ngomong soal Valen, ia hampir lupa dengan gadis itu. Sudah tiga hari ia tak bertukar kabar sama sekali dengan Valen, dan entah kenapa ia tak ada niatan untuk memulainya. Tak mau berlama-lama Raditya pun mengambil handphone di sampingnya dan segera memberikan kabar kepada Valen.

Terkadang Raditya bingung dengan perasaannya. Dalam hatinya tak hanya terdapat satu gadis namun ada gadis lain yang seolah ingin menerobos masuk ke celah-celah tertentu. Untuk kali ini biarlah waktu yang akan menjawabnya, Raditya percaya dengan ketentuan takdir yang sudah di persiapkan oleh ilahi. Jika suatu saat nanti dirinya akan berjodoh dengan salah satu diantara mereka berdua maka ia akan sangat bersyukur.

"Mungkin ini hanya rasa kenyamanan sementara, dan gue hanya mencintai satu orang yaitu Valen. Raditya Lo harus fokus pada tujuan utama mu!." Gumamnya pada dirinya sendiri.

Memang dari awal tujuan utamanya adalah mendapatkan Valen dan juga restu dari orang tua Valen. Dapatkah Raditya mencapai tujuannya tersebut?

• • • • •

Di dalam sebuah kamar yang bernuansa soft, seorang gadis dengan raut wajah sumringah kini tengah sibuk menulis sesuatu di buku diary kesayangannya. Beberapa hari ini Nara sangatlah beruntung. Baik dalam hal percintaan maupun hal lainnya. Di sela-sela kegiatan tulis menulisnya, secara tiba-tiba sosok lelaki datang dan memenuhi pikirannya. Nara pun meletakkan bolpoint nya kasar, lalu kepalanya ia telungkup kan di atas buku diary miliknya.

"Kenapa bayangan Raditya selalu muncul dalam kepala gue? Kenapa dan kenapa?!! Haish kalo gini lama-lama gue bisa gila." Erangnya sambil membenturkan kepalanya yang mana membuat dirinya merintih kesakitan.

"Raditya Nathan Wijaya kenapa lo suka bikin gue berharap lebih sama lo? Kenapa lo ngelakuin hal itu ke gue? Gue emang suka sama lo, tapi kalo Lo ngedeketin gue hanya untuk mengisi waktu luang mu. . Maaf gue gak bisa."

"Mereka bilang lo udah punya cewe, bahkan Rendra juga bilang sama gue. Lantas buat apa gue berharap lagi? Aishh bodoh!! Nara bodoh."

Nara sibuk mengoceh sendiri, ia meratapi nasib percintaannya yang tak kunjung berubah. Dirinya sering kali terbawa suasana saat Raditya bersikap manis kepadanya. Nara juga seringkali berandai-andai menjadi kekasih dari lelaki itu, lalu kemudian ia tersadar dan berakhir menangisinya. Bukankah faktanya ia hanya dijadikan tempat persinggahan sementara untuk Raditya?

Mungkin bagi Raditya perasaannya hanyalah bualan belaka. Akan tetapi jauh di dalam hati Nara, gadis itu menginginkan Raditya menjadi pangeran di hatinya. Namun itu hanyalah angan-angan semata dan tak akan pernah terjadi. Sebab ada gadis lain yang berhasil membuat Raditya jatuh ke dalam pesonanya.

"Ekhem! Enak banget lo leha-leha di kamar, sedangkan gue sibuk bantuin ayah di depan." Sindir abangnya yang saat ini tengah bersender di pintu kamarnya.

Nara yang sedang melamun pun terpaksa mengakhirinya kala mendengar suara abangnya. Bisa ia lihat Gibran sedang berdiri dengan bersendekap dada sembari menatapnya remeh. Melihat abangnya yang seperti itu membuat Nara memutarkan bola matanya malas.

"Kenapa sih bang. . Lo mah ganggu banget." Nara berdecak kesal melihat Gibran di hadapannya.

"Emang Lo lagi ngapain? Nggak ngapa-ngapain kan?" Tanya Gibran remeh sembari menatap Nara.

"G-gue kan lagi-"

"Gak usah banyak alasan, sana ke bawah bantuin ibu nyiapin cemilan buat gue sama ayah."

Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang