Bagian 10 : Aku Menginginkannya

696 61 12
                                    

Jihyo sudah berpakaian rapi. Ia mengenakan kaos kebesaran bewarna putih yang dipadukan dengan rok berwarna krem yang mekar sepereti bunga di awal pagi hari. Kedua kakinya masih menggunakan sandal rumahan, berjalan hingga tiba di pintu berwarna cokelat gelap—pintu kamar Jungkook yang masih belum terbuka padahal arlojinya sudah menunjukkan angka setengah tujuh. Bukankah Jungkook harus bersiap-siap untuk ke kantor? Mengingat, Jungkook sendirilah yang mengatakannya.

Pikiran negatif langsung menyerbu Jihyo setelah apa yang telah terjadi. Belum lagi, Jungkook baru-baru keluar dari rumah sakit dan telah melewati waktu yang cukup menegangkan. Tidak ada yang salah dengan itu, termasuk ketika Jihyo memutuskan untuk memutar knop pintu kamar Jungkook yang ternyata tidak terkunci.

Hati Jihyo rasanya ingin bersorak, jika tidak berada dalam kondisi yang mengharuskannya diam, ia akan berteriak. Namun, Jihyo mencoba kalem seraya menutup pintu kamar Jungkook dengan pelan. Langkahnya juga seperti itu, berusaha agar tidak menimbulkan suara yang membuat Jungkook terbangun dari mimpi indahnya.

Jihyo dilanda rasa kebingungan—apakah harus membangunkan Jungkook atau tidak, berakhir berdiri mengamati Jungkook yang seperti bayi tengah tertidur dengan seluruh tubuh yang tertutup oleh selimut. Secara spontan, Jihyo mengamati sekitar yang cukup sempit, kasur yang ditempati oleh Jungkook juga hanya cukup untuk dirinya. Jika tidak ada pendingin ruangan, Jihyo berani bertaruh betapa panas dan pengapnya kamar ini. Mendadak, ia merasa tidak enak hati sesaat ia menguasai kamar Jungkook yang begitu nyaman dan menenangkan.

Jungkook pasti menahan diri untuk berada di sana, Jihyo berpikir seperti itu. Kembali, ia mengamati Jungkook yang tidak terganggu akan kehadirannya. Apalagi, ketika Jihyo mencoba untuk menyingkirkan poni Jungkook yang cukup panjang nyaris ke mata. Ia melakukannya dengan pelan, tetapi tangannya terhenti untuk mengelus pipi yang terasa begitu lembut—seperti bayi. Jihyo terpaku, merasakan kelancangan yang ia buat dan tidak segera melepaskan diri.

Jihyo tidak sempat melakukannya. Bahkan, tidak menyadari akan serangan mendadak yang dilakukan oleh Jungkook. Secara spontan menarik pergelangan tangan dan membawanya bersama ke atas kasur dengan posisi Jungkook berada di atasnya. Kedua mata bulatnya mengerjap—sangat terkejut ditambah jantungnya yang terasa berdebar tidak karuan. Bibirnya bahkan keluh untuk berkata dan jika seandainya karakter Jihyo yang sebelumnya masih melekat, pasti akan membunuh Jungkook di detik ini juga, tetapi yang Jihyo lakukan masih pada posisi awal.

"Apa yang kau lakukan di sini, Ji?" tanya Jungkook sedikit heran. Sebelah alisnya bahkan langsung terangkat.

Dengan gerakan pelan, kepalanya menggeleng. "Hanya ingin memeriksa kondisimu. Ini sudah pagi dan pintu kamarmu belum terbuka sejak tadi." Jihyo mencoba untuk tenang saat menjawabnya dan itu semakin membuat Jungkook bingung. Ia lantas memikirkan soal pertanyaan semalam yang tidak dijawab oleh Jihyo karena taksi yang keburu datang dan ia kembali tak mengungkit. Seperti lupa, tetapi baru mengingatnya lagi.

Posisi mereka masih sama, belum beranjak dengan kedua tangan Jungkook sebagai penahan di kedua sisi--mengurung tubuh Jihyo. Terlebih, tidak ada sikap memberontak dari Jihyo. "Apa yang sebenarnya terjadi, Ji? Akhir-akhir ini, kau sangat aneh."

"Kau tidak suka dengan perubahan yang terjadi?" tanya Jihyo balik, jantungnya masih berdebar tak karuan. Kedua matanya bahkan menangkap bola mata Jungkook yang amat indah, tidak menyadari jika Jungkook tak mengenakan atasan—hanya celana training hitam saja.

Jungkook terkekeh. "Aku menyukai ketika melihat setiap hal baru yang kau lakukan, Ji. Akan tetapi, aku hanya ingin tahu alasannya. Apa kau mengalami masa-masa buruk? Kau juga mendadak overprotektif."

"Aku baik-baik saja. Hanya ingin belajar menjadi istri yang baik."

Jungkook nyaris merasakan kedua tangannya melemas, hanya dengan mendengar pengakuan Jihyo yang di luar dugannya. "Aku serius bertanya, Ji."

My Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang