Bagian 13 : Mimpi Buruk

597 57 10
                                    

"Wanita iblis!"

"Sumpah, demi apapun, aku tidak tahu hatimu terbuat dari apa, Jihyo! Kau sangat jahat dan tidak berperasaan dengan suami dan anakmu sendiri. Kau pasti sudah tahu alasan mereka bisa keluar waktu itu bukan? Apa kau sama sekali tidak bisa memahami walau sedikit saja bagaimana frustrasinya Jungkook, hah? Hei, bukan kau saja yang menderita karena semua hal kau limpahkan padanya!"

Jihyo merasa dirinya kembali pada pusaran masa di mana ia melihat kejadian itu hingga mereka dinyatakan meninggal. Jihyo melihat tubuh suami dan anak yang rusak—semua orang akan mual jika melihatnya. Di saat itu, Jihyo hanya bisa diam seperti tak ada jiwa, meratapi nasib yang ternyata tidak iainginkan.

Kenapa ini terjadi lagi?

Apa aku kembali pada putaran masa lalu itu?

Semuanya terasa begitu nyata. Aku berada di tempat suami dan anakku di makamkan. Tempat terakhir kali sebelum aku mengubah masa lalu.

Akan tetapi, kenapa aku ada di sini?

Tuhan ...

Namun, Jihyo merasakan sesuatu yang seperti menarik dirinya. Sebuah nama yang terdengar begitu merdu, memanggilnya. Itu adalah suara suaminya, Jungkook. Suara itu terdengar nyata.

"Jihyo, hei, ada apa?" Perlahan, Jihyo membuka mata dengan napas tersengal-sengal. Bahkan, ia sudah menangis dengan perasaan yang campur aduk. Jihyo tersentak. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah Jungkook dan saat ini berada di kamarnya. Langsung saja, Jihyo menangis seraya memegangi kedua pipi Jungkook.

"Apa Senior tidak apa-apa? Katakan padaku, mana yang terluka. Senior, aku—"

Jungkook menghentikan ketakutan Jihyo dengan memberikan pelukan hangat. Ia juga mengusap dengan pelan punggung Jihyo. "Hei, semuanya baik-baik saja. Jangan khawatir." Namun, Jihyo tetap terisak di dalam pelukan itu, menumpahkan segala ketakutannya. Dia hanya diam saja—tidak berniat untuk mengatakan apapun. Jelas semakin membuat Jungkook gelisah.

Ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menenangkan sang istri yang begitu gemetaran dan sebelumnya terisak dalam tidur. Jungkook beranggapan Jihyo sedang bermimpi buruk, tetapi ia sama sekali tidak tahu mimpi buruk tersebut yang berakhir membuatnya seperti ini. Dasarnya, Jungkook mencoba untuk menenangkan Jihyo terlebih dahulu dan mengulur waktu untuk ke kantor.

Setidaknya, itu sekitar sepuluh menit. Jihyo sudah tenang, serasa bisa diajak untuk berbicara, tetapi Jungkook belum memberikan satu pertanyaan apapun. Ia masih membungkam kedua bibir seraya jemarinya mengusap rambut panjang yang terurai berantakan.

"Senior, jangan tingalkan aku, ya."

Perkataan Jihyo yang secara mendadak keluar, menghentikan gerakan jemari Jungkook. Ia tidak menyangka, kalimat itulah yang keluar. Masih dengan posisi keduanya berpelukan, Jungkook berusaha untuk tenang. "Aku tidak akan melakukannya, tetapi apa benar kau bermimpi buruk?"

Dalam pelukan itu, Jihyo mengangguk. "Aku bermimpi sendirian. Kau dan anak kita meninggalkanku. Aku menangis sendirian. Aku menyadari itu semua dan terasa seperti mengalaminya secara nyata," ucap Jihyo disela tangisnya yang kembali tercipta.

Sulit untuk mendeskripsikan perasaan Jungkook yang begitu campur aduk. Mendengar secara langsung mengenai seorang wanita yang sebelumnya tidak menginginkannya lalu berkata dan tampak takut akan kepergiannya adalah sebuah kejutan—seperti saat ini.

"Aku tidak berniat untuk melakukannya, Ji. Percaya padaku," kata Jungkook yang mengurai pelukan dengan pelan. Ia bisa melihat wajah Jihyo yang tertunduk dengan tangis yang tersisa. Secara spontan, kedua jemari kekar yang dimiliki Jungkook dituntunnya untuk membersihkan sisa-sisa air mata yang ada. "Sudah, jangan sedih lagi. Bayi kita juga akan sedih ketika Ibunya seperti ini. Aku tidak akan ke mana, kok. Aku akan selalu ada untuk kalian. Untuk dirimu dan bayi kita nanti."

My Second LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang