9. Abstrak

130 26 0
                                    

Sudah berjalan sepuluh menit raut, wajahnya selalu menampakkan kesan serius. Tangannya tidak berhenti ketika menggoreskan pensil di atas buku sketsa. Decakan sering kali terdengar ketika ada goresan yang membuat gambarannya menjadi tak sempurna. Ini adalah halaman ke lima belas untuk mengakhiri akhir cerita untuk bahan mendongengnya di rumah sakit.

Menit-menit selanjutnya, Sakura tersenyum puas dengan hasil sketsanya. Tentunya dengan tema baru yang ingin ia ceritakan di hadapan anak-anak di rumah sakit Tokyo Central Medical. Terlalu lama duduk dan sedikit membungkuk, Sakura melakukan peregangan ringan.

Diletakkannya buku sketsa, pensil, dan penghapus di sebelah kirinya. Kedua emeraldnya menatap langit biru dan awan. Begitu cerah sama seperti suasana hatinya. Langit di musim panas.

Lama Sakura menatap langit biru dan kumpulan awan. Lamunannya membuat dirinya membayangkan sesuatu. Sesuatu yang suka sekali mampir mengusik tanpa diundang. Etah kenapa ilusi langit dan awan membuat otaknya menggambarkan sosok seorang laki-laki. Mata dan senyuman tipis Uchiha Sasuke.

"Shannarooo ! Melamun sangat berbahaya untukku !"

Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya, menghapus lamunan mengenai sosok Sasuke.

"Haahh," Sakura menghembuskan nafas. "Lebih baik aku segera latihan memanah."

Segera Sakura merapikan perlengkapan menggambarnya, meninggalkan atap sekolah. Menyibukkan diri lebih baik daripada otaknya melantur kemana-mana. Apalagi Sasuke seringkali menjadi bayang-bayang Sakura. Ya, hanya bayang-bayang sementara.

***

"Akhirnya kita menang melawan kelas 3-2, ttebayoo !! Kau memang terbaik, teme !!

Tubuh Sasuke sedikit tergucang ketika Naruto meninju pundak kirinya. Decakan kesal terdengar dari mulut Sasuke karena Naruto terlalu berlebihan.

Naruto, Sasuke, Shikamaru, Neji, Kiba, Chouji, Lee, Shino, Sai, dan empat orang siswa laki-laki lainnya sedang berkumpul di kantin sekolah. Mereka berkumpul setelah bertanding sepak bola melawan kelas 3-2. Sasuke yang turut sebagai pemain berhasil mencetak skor, membawa kemenangan untuk kelas 3-1 di detik-detik berakhirnya pertandingan.

"Haah, mendokusai. Tapi, aku turut senang kelas kita menang," ucap Shikamaru dengan wajah khas mengantuknya.

"Cih, dasar tukang tidur. Tapi meskipun kau tidak berkontribusi bermain di lapangan, kau mendukungku kan, Shikamaru ?"

Naruto merajuk. Tubuhnya dengan sengaja berhimpitan dengan Shikamaru yang kebetulan duduk di sebelah kirinya. Kedua bahu mereka saling bersenggolan.

Merasa jengah dengan sikap Naruto, Shikamaru mendorong Naruto kembali lagi terduduk di kursinya.

"Mendokusai ! Kau bau, Naruto !"

Omelan Shikamaru membuat laki-laki yang ada di sekitarnya tertawa kecuali Sasuke dan Neji cukup tersenyum tipis.

Karena omelan Shikamaru, Naruto mengerucutkan mulutnya. Hidungnya mengendus di bagian ketiak. Tidak ada aroma tubuh yang menyengat. Hanya saja kaos yang menempel di tubuh Naruto tercetak jelas bekas keringat di bagian ketiak.

"Sialan, aku tidak bau, baka ! Kalaupun aku bau, ini bau kemenangan-ttebayooo !" protes Naruto sambil berteriak.

"Mendokusai," ucap Shikamaru makin malas meladeni Naruto.

Naruto meneguk air mineralnya. Tenggorokannya makin sakit kalau bertengkar dengan Shikamaru apalagi setelah bermain sepak bola melawan kelas lain.

Masalah keringat, Sasuke juga mulai risih. Tidak nyaman dengan keringat yang menempel di tubuhnya, Sasuke mengeluarkan baju bersih dari dalam tas. Sengaja ia bawa setiap kali kalau ada part time di café.

LOVING HIM WAS REDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang