TCA >28

1.9K 96 5
                                    

Happy Reading!

Disaat Zyan sedang marah, Aisyah masih terus membujuknya. Tetapi usaha Aisyah gagal, Zyan masih tetap marah padanya. Hingga pagi hari pun tiba.

Aisyah sedang menyiapkan sarapan untuk Zyan, namun disaat Zyan menuruni tangga, ia langsung berjalan ke arah pintu utama tanpa melihat Aisyah yang sedang memasak.

Sabar Ais, mungkin suamimu masih marah padamu. Jangan menyerah untuk mendapatkan permintaan maaf darinya, Ais. Oke, semangat Ais! Itu-lah batinan Aisyah, ia menyemangati dirinya sendiri agar tak mudah menyerah.

Ia mengambil wadah bekal untuk sarapan Zyan. Aisyah meniatkan ini untuk bekal makan siang Zyan di pekerjaannya.

OWEK... OWEK...

Mendengar tangisan Hilal dari dalam kamarnya, Aisyah langsung bergegas berlari menuju kamarnya. Takut terjadi hal yang tidak pada Hilal.

"Anak umi pinter banget, umi-nya baru kesini langsung diem nangisnya, anak siapa sih kamu, nak?" Ocehan yang keluar dari mulut Aisyah membuat Hilal tersenyum menampakkan sebuah gigi yang baru tumbuhnya.

"Mandi dulu yuk, setelah itu kita ke rumah nenek. Umi mau ada perlu sama Abah, sayang."

Aisyah memandikan Hilal dengan teliti. Ia melihat Hilal yang tersenyum saja sudah lupa dengan kejadian semalam, rasa sakit itu tergantikan oleh senyuman anaknya.

"Sudah siap, sekarang kita pesan taksi lalu ke rumah nenek, Hilal senang tidak?" tanya Aisyah pada Hilal yang membuat Hilal menabok pelan wajah Aisyah. Seolah itu adalah jawabannya.

***

"Assalamu'alaikum, ibu," seru Aisyah, ia sudah sampai di kalangan pesantren atau rumah dari ibunya.

"Waalaikumsalam, Ya Allah Ais, kapan pulang ke Indonesia, nak?" tanya Ibu Harum—ibu dari Aisyah, ia memeluk Aisyah dan mengambil alih gendongan cucunya.

"Sudah lama, bu. Maaf Ais baru sempat main kesini lagi, Ais sibuk disana, bu."

"Gak apa-apa, nak. Ibu tau gimana kamu, harus mengurus anak, suami dan bahkan rumah pun. Ibu rindu dengan anak ibu, sebaiknya kamu masuk dulu Ais."

Aisyah dan ibu Harum masuk ke dalam, Aisyah duduk di bawah disamping ibu Harum. Ia menyenderkan kepalanya di bahu ibu Harum, jika di ayahnya ia tak bisa. Karena harus ke rumah baru ayahnya dahulu, jaraknya lumayan jauh dari pesantren ini.

"Ibu..."

"Iya sayang, kenapa?"

"Ais sedang ada masalah dengan mas Zyan, bu. Ais sudah minta maaf sama beliau, tapi dia mengacuhkan Ais, bu. Ais harus bagaimana, bu?"

"Ais dengar ibu, teruslah ber minta maaf pada suamimu, nak. Sampai suamimu menerima permintaan maaf darimu, bagaimanapun caranya kamu harus mendapat permintaan maaf darinya."

"Ibu, sekarang Ais mau ke kantor mas Zyan. Ais titip Hilal ya, bu? Takut disana mas Zyan marah pada Ais lagi, takut Hilal melihat itu dan dia jadi trauma untuk bertemu ayahnya sendiri."

"Silahkan nak, hati-hati di jalan ya?" Aisyah mengangguk. Ia mengecup tangta ibu Harum dan pergi keluar rumah.

Aisyah menunggu taksi di depan gerbang pesantren sembari berbincang dengan satpam. "Pak, Ais duluan ya, Ais mau ada perlu, Assalamu'alaikum."

Takdir Cinta Azra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang