TCA >33

1K 63 4
                                    

Happy Reading!

Di sebuah kamar yang Gus Rama gunakan untuk tidur, ia terbangun dari tidurnya untuk berpindah kamar kekamar mereka. Waktu menunjukkan pukul 02.00, terdengar suara gemercik air dari arah kamar mandi. Dengan husnuzon, Gus Rama mengira itu adalah Azfi yang sedang menggunakan kamar mandi tersebut.

tok.. tok.. tok..

"Ra, kamu didalam? Masih lama atau tidak?" tanya Gus Rama yang sembari mengetuk pintu kamar mandi tersebut.

Tak ada satupun jawaban. Saat Gus Rama mendekatkan telinganya ke pintu, ia mendengar suara ketawa seorang perempuan, layaknya seperti bukan Azfi yang sedang tertawa.

"Siapa didalam?" tanya Gus Rama sekali lagi.

Tak mengurus hal itu, Gus Rama lebih memilih mencari Zizi dan Azfi keluar kamar. Rasa takut itu sudah bergantung pada dirinya, jadi Gus Rama lebih memilih keluar kamar. Saat Gus Rama membuka pintu, belum ada satu langkah menuju keluar kamar, ada sebuah tangan yang mencekal lengan Gus Rama, dan menariknya sehingga terjatuh di sebuah kasur.

Posisi Gus Rama berada diatas perempuan itu. Tak hanya Gus Rama yang terkejut, namun bunda Hawa pun terkejut melihat kedua insan tersebut sedang saling tindih-menindih.

"Astaghfirullahalazim, Rama!" Bunda Hawa memasuki kamar tersebut, karena pintu kamar terbuka lebar sembari membawa Zizi yang sedang menangis.

"Bunda...," lirih Gus Rama yang tersadar posisi tersebut, hingga saat ingin turun dari ranjang. Perempuan tersebut malah menariknya kembali hingga tak ada jarak diantara mereka.

Melihat itu, bunda Hawa langsung menyeret Gus Rama keruang keluarga. Dan bunda Hawa menyuruh perempuan itu untuk memakai baju yang lebih sopan dibandingkan baju sebelumnya.

"Rama kamu temui Abi diruang keluarga. Dan kamu gantilah pakaianmu yang lebih sopan daripada ini," ujar bunda Hawa tegas pada mereka berdua.

"T-tapi saya tidak punya baju selain ini, saya hanya disuruh oleh Gus Rama."

"Apa-apaan, enggak ya, saya tidak menyuruhmu untuk masuk kedalam kamar ini, dan saya pun tidak mengetahui mu!"

"Tidak mengetahui bagaimana? Kamu saja kekasih saya, Gus! Sebelum ada istrimu, saya sudah menjadi kekasihmu!" balasnya dengan tegas pula.

Mendengar jawaban dari perempuan itu, bunda Hawa membelalak, tak mengerti lagi apa yang mereka sampaikan. Tak ada yang mengalah untuk menjelaskan semuanya yang telah terjadi.

***

"Ya Allah, semoga ayah mengetahui keberadaan anaknya," lirih Azfi yang sedang berjalan menuju tempat ayahnya berada.

Ia sudah menggunakan taksi dari pesantren Al-Hafiz menuju kediaman ayahnya yang tertera pada kertas map tersebut. Entah harus bahagia atau sedih, ia bingung. Selama diperjalanan, Azfi selalu memikirkan keadaan Gus Rama dan anaknya, disisi lain pun, ia ingin mengetahui ayahnya pula.

Ini tempat rumah ayah? Seperti tempat dahulu yang pernah aku kunjungin sebelumnya. Oh iya, Abah Arsyad dan Ning Hanum. gumam Azfi yang melihat nama pesantren tersebut.

"Pak, pak," panggil Azfi yang membangunkan satpam yang sedang berjaga.

"Loh, temannya Ning Hanum ya?" tanya pak satpam yang sedang berjaga.

Pasalnya Azfi saat di pesantren Hidayah ini sering kali bertemu dengan beliau, maka tak heran lagi jika beliau mengetahui Azfi.

"Iya Pak, Ning Hanum nya ada?"

"Ada, Masuk dulu, dek." Pak satpam itu mempersilahkan Azfi masuk kedalam dan diantarkan olehnya ke ndalem.

Baru saja memasuki area pesantren Hidayah lagi, ia teringat dengan foto card yang selalu ia bawa kemanapun.

Takdir Cinta Azra [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang