28. Secret

10 2 0
                                    

Terlukis jelas punggung kokoh itu kala sang empunya berdiri membelakangi sang adik yang sedang memperhatikan dirinya, mempertanyakan keyakinan akan tindakan yang akan ia lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terlukis jelas punggung kokoh itu kala sang empunya berdiri membelakangi sang adik yang sedang memperhatikan dirinya, mempertanyakan keyakinan akan tindakan yang akan ia lakukan. Kedua tangan yang bersilang didepan dada itu perlahan terlepas, memilih untuk masuk kedalam saku celana kemudian menatap adiknya yang menunggu jawaban darinya.

"Ya. Aku yakin dengan tindakanku."

Moony menggeleng sembari kedua kening berkerut menyatu, ia berusaha untuk menepis pikiran buruknya dan menatap Ocean dengan lekat. "Baiklah. Tapi jika terjadi sesuatu—"

"Ya. Aku akan menanggung konsekuensinya." Ocean memotong kalimat Moony. Ia melangkahkan kakinya besar menepis jarak dengan cepat dan dibelakangnya terdapat sang adik yang berusaha untuk mengimbangi langkah kakinya itu.

Meski jauh didalam relung hati dipenuhi oleh rasa kekhawatiran, Moony menegaskan pada dirinya sendiri—meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Ocean merupakan seorang pria yang bertanggung jawab dengan apa yang ia pilih, hal tersebut membuat Moony merasa semua akan berjalan dengan lancar.

Atensi Moony jatuh menatap sisi samping wajah Ocean yang terlihat tegas itu. Sesekali ia memperhatikan jalan yang ada didepannya dan mengerutkan kedua alisnya kala ia dapati jalan yang ditempuh oleh Ocean.

"Aku pikir kita akan ke klinik Ayah," ucap Moony sembari terus menatap lurus ke arah jalan.

Ocean menggeleng dan menekuk kecil bibirnya ke bawah. "Firasatku mengatakan bahwa Ayah ada di rumah bukan di klinik."

Jawaban yang Ocean berikan membuat Moony menyandarkan punggungnya pada kursi mobil. Ia menikmati setiap detik perjalanan yang mereka tempuh menggunakan mobil. Tempat menantian mereka akhirnya tertangkap sempurna oleh kedua netra bertepatan dengan Ocean yang menghentikan dan memarkirkan mobilnya.

Setelah melepaskan sabuk pengaman dan keluar dari mobil, Moony dan Ocean jalan berdampingan menuju rumah Seo-joon. Ocean melangkahkan kakinya dengan cepat sehingga ia menjadi pemimpin jalan. Ia menekan tombol bel, menunggu sekitar satu menit barulah sang pemilik rumah membukakan pintu rumahnya.

Kala Ocean hendak masuk ke dalam, Seo-joon menghalangi jalan. Ia bersikeras menggeleng pelan dan menatap kedua netra Ocean dengan lekat bak memberikan isyarat bahwa jangan masuk ke dalam. Namun, Ocean keras hati membuatnya masuk ke dalam rumah dengan paksa dan berjalan menuju ruang tamu.

Moony yang berjalan di belakangnya bersama dengan Seo-joon itu melihat apa yang Ocean lihat. Sosok yang mereka kenal sedang duduk santai menikmati secangkir teh yang disajikan untuknya.

"Ocean, Moony. Selamat datang."

Sapaan itu membuat Moony kembali menatap pribadi sang kakak dari belakang. Seo-joon menghela napas berat lalu berjalan menuju sofa untuk duduk berhadapan dengan Grey yang sedang bertamu di rumahnya.

Ocean menatap Grey dengan lekat. Namun, Dokter Kim itu malah tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang rapi dan kerutan pada kedua matanya.

"Ayah, kami pamit. Kami hanya ingin melihat Ayah sebentar." Moony menundukkan badannya dan menarik Ocean agar sang kakak mengerti maksud ucapannya.

Your Favorite VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang