-🌤-
.
.
Di antara gemerlapnya suasana pesta, menggodanya aroma makanan yang terhidang, riuhnya suara canda tawa orang-orang di sekitar, Sabda berdiri mematung sambil menatap ke satu arah. Ia tak tahu kenapa ia tak bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
Baru saja, beberapa detik yang lalu, tepatnya saat ia berjalan sekitar delapan langkah dari pintu masuk, matanya menangkap sesosok rupa yang ia rasa ia kenal dengan sosok itu.
Bahkan meski dalam keadaan tak mampu menggerakkan anggota geraknya, karena rasa penasaran yang tak terbendung, Sabda memaksakan suaranya untuk keluar. Bertanya sesuatu pada sosok yang dilihatnya yang ia tak tahu apakah ia berhak untuk mempertanyakan hal tersebut atau tidak.
Lelaki tinggi berhidung mancung itu tahu pertanyaannya terdengar kurang bermakna, tapi itulah semampunya kata yang bisa ia keluarkan.
Dan saat mendapati orang yang diajaknya bicara tak memberikan respon apa-apa selain hanya menunduk, Sabda kembali mengulangi pertanyaannnya. Untungnya kali ini ia dapat mengolah kata tanya dengan susunan huruf yang sedikit agak lebih bagus dari yang sebelumnya, "apakah kamu orang yang saya kenal atau kalian hanya sekadar memiliki rupa yang hampir sama? Maaf jika saya lancang, saya hanya ingin memastikan praduga saya."
Senja mengepal erat jemarinya. Ia dengar dengan jelas pertanyaan Sabda yang tertuju padanya. Tapi sungguh demi Penguasa Langit, ia tak punya keberanian sama sekali untuk lantang menjawab dengan jujur pertanyaan Sabda.
"Kenapa bertanya seperti itu padanya, Sabda? Kau kenal dia? Apa kalian teman lama?" Rekan Sabda yang berjalan bersisian dengan lelaki itu akhirnya bersuara setelah cukup puas memerhatikan, menatap Sabda dan Senja bergantian.
"Saya hanya merasa pernah melihatnya Bang. Saya juga ragu apakah kami saling kenal atau tidak, makanya saya bertanya padanya." Sabda menjawab sopan sembari menatap ke arah rekan kerjanya.
"Tapi dia tak menjawab dan hanya diam. Sepertinya kau salah orang, Sabda."
"Sepertinya begitu Bang."
"Kalau begitu ayo kita bergabung dengan yang lainnya. Jangan buang waktu dengan berdiri di sini."
Sabda mengangguk untuk merespon ajakan rekannya, lalu melangkah meninggalkan gadis tertunduk yang berdiri di hadapannya.
Rekan Sabda tak tahu, meski ia berhasil membawa Sabda melangkah masuk ke tengah ruangan, rasa penasaran lelaki tinggi itu tetap tertinggal di depan sosok gadis mungil yang tadi sempat membuatnya berdiri mematung.
Sabda sadar sebenarnya bukan urusannya untuk mencurigai seseorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengannya. Namun saat hatinya berdetak dan meyakini kalau sosok gadis yang barusan dilihatnya adalah sosok yang sama dengan pekerja magang di kantornya, Sabda merasa sedikit gelisah.
Lihatlah betapa berbedanya sosok gadis itu kini. Tampil dikerumunan tanpa mengenakan jilbab, berdandan maksimal dan mengenakan seragam kerja dengan rok sebetis, tak seperti Senja yang ia tahu yang datang ke kantor dengan tudung kepala rapi, wajah polos, senyum ramah dan lidah blak-blakan.
Sabda menarik napasnya dalam. Di tengah meriahnya suasana makan malam bersama rekan kerja dan pembesar perusahaannya, Sabda menggulung kusut ratusan pertanyaan dalam benaknya.
Jika dugaannya keliru dan sosok yang baru saja dilihatnya dengan anak magang di kantornya adalah dua orang yang berbeda, maka Sabda bisa menerima alasan bahwa di dunia ini ada banyak ciptaan Tuhan yang memiliki komposisi wajah nyaris serupa. Namun jika keduanya diperankan oleh orang yang sama yang artinya si pramusaji juga mengenal dirinya, maka Sabda tak tahu apa yang harus ia lakukan pada anak magangnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Sang Senja
Non-Fiction[CERITA KE 6] 🌤 Kategori : baper mateng "Cinta abadi itu bukan tentang seberapa lama ikatan terjalin, tapi tentang seberapa besar Allah dilibatkan." . Sabda Ammar Ankara telah jatuh pada keanggunan Mayzahra semenjak dirinya masih remaja. Dan pernik...