Keping 29 : Senja itu Berbeda

144 14 4
                                    

-Selamat menikmati, teman. Semoga ada kebaikan yang didapatkan-

-Uma sangat senang teman masih sedia berkunjung ke lapak ini. Sudah lama rasanya tak menyapa teman semua-

-Sehat selalu yak. Semoga senantiasa dalam penjagaan Allah-

.

-🌤-

.

.

Memang tak akan mampu menyaingi kecepatan cahaya yang punya sembilan digit angka berderet permenitnya, namun laju mobil yang Sabda bawa cukup bisa menjawab bahwa si pengemudi sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja saat mengemudikan mobilnya.

Sedikit lagi saja Sabda lepas kontrol atas pijakan pedal gasnya, kecepatan seratus kilo meter perjam mungkin akan didapatkannya. Dan tentu saja jika hal itu terjadi, bukannya sampai di tempat Adnan sesingkat yang ia bisa, ia justru malah ditaksir polantas. Dikejar dengan istiqomah sampai dapat tanpa peduli restu orang tua untuk kemudian ditawarkan dua solusi penyelesaian, bayar denda atau kurungan penjara.

Sebenarnya pergi mendatangi seorang wakil direktur sebuah perusahaan besar tanpa membuat janji temu sebelumnya sama seperti pergi ke lautan luas dengan niat menangkap ikan nila. Hampir terdengar mustahil.

Hanya saja pesan yang ia terima dari Novita telah lebih dulu menyihirnya menjadi tak seperti Sabda yang biasa. Tenang, berpikir jernih sebelum bertindak dan penuh kehati-hatian agaknya sedikit terpinggirkan, digantikan dengan keterburu-buruan dan amarah yang tak jelas.

Menghabiskan dua puluh menit perjalanan, dengan rahang bawah yang mengeras dan tatapan mata menyayat, Sabda kini berdiri di depan meja lobi perusahaan tempat Adnan bernaung. Menatap intens karyawan lobi yang menyambutnya. "Saya ingin bertemu dengan Adnan Greek. Katakan di mana ruangannya!"

"Apa Bapak telah buat janji dengan Pak Adnan sebelumnya?"

Sabda menggeleng pelan. "Belum."

"Kalau begitu kami tidak bisa—"

"Hubungi dia sekarang juga!" Jemari Sabda mengepal utuh, menghantam pelan ke atas meja. "Katakan padanya kalau seseorang mencarinya."

"Tapi Pak, Pak Adnan bukan orang yang bisa menerima sembarangan orang tanpa membuat janji terlebih dahulu. Jika aku menghubungi beliau untuk sebuah pertemuan tanpa janji, aku akan kena masalah."

"Hubungi sekarang atau saya akan kacaukan gedung ini." Sabda menarik napasnya dalam. Bingung disaat yang tak tepat. Ini adalah pertamakalinya ia merasa harus melindungi seorang perempuan tapi itu bukanlah ibu atau dua adiknya. "Lihat respon Adnan terlebih dahulu. Biar dia yang memutuskan."

Dengan tatapan awas dan pergerakan patah-patah, petugas frontline itu menekan nomor kontak sekretaris Adnan. Menatap Sabda penuh tanda tanya sambil menunggu panggilan telepon terasambung. Tak bisa mengabaikan ancaman Sabda begitu saja, takut dengan sorot mata pria tinggi itu.

"Katakan padanya bahwa Senja akan menemuinya." Sabda mengutarakan strateginya tanpa ragu. Mendikte sang petugas tegas tepat sebelum nada tut hilang.

Berbicara beberapa kalimat dengan penerima telepon sambil patuh menyampaikan apa yang Sabda diktekan, saat sambungan telepon ditutup petugas yang Sabda ancam tak bisa berkata apa-apa lagi selain menunjukkan pada Sabda di mana ruangan Adnan berada. "Bapak bisa menemui Pak Adnan sekarang. Silakan pergi ke lantai empat, ruangan paling pojok lorong dengan papan pengenal yang tergantung besar di pintu ruangan itu, beliau menunggu Bapak di sana."

Senyum simpul Sabda terukir samar di wajahnya. Sambil digamitnya kedua tepi jas yang ia kenakan, pria tinggi dengan pahatan hidung paripurna itu berjalan penuh percaya diri menuju ruangan Adnan.

Sabda Sang SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang