15. Truth or Truth

15 9 0
                                    

Revi menatap Arzoya yang sedari tadi hanya diam saja. Pertanyaan demi pertanyaan yang Revi layangkan terkait hasil persidangan pun tidak digagas oleh Arzoya. Revi berpikir bahwa hasil persidangan tadi berakhir tidak baik-baik saja. Revi jadi khawatir.

"Zoya? Lo beneran nggak mau cerita ke gue, hasilnya tadi gimana?" Revi berbisik pelan, karena pak Usman selaku guru biologi sedang menjelaskan materi di depan sana. "Jangan diem aja dong... Lo nggak kenapa-napa kan?" Dan untuk kesekian kalinya, Arzoya tidak merespon Revi. "Yaudah, kalau lo belum mau cerita. Nggak apa-apa." Revi pun menyerah dan kembali fokus kepada pak Usman yang sedang memberikan sebuah pertanyaan kepada salah satu temannya. Tidak lama kemudian, Arzoya memberikan buku tulisnya dengan beberapa tulisan di dalamnya.

1. Gue dapet poin 50 di catatan kesiswaan
2. Menjadi petugas perpus selama satu bulan
3. Menjadi tutor sebaya bagi siswa yang didispen sekolah
4. Gue ketemu kakak gue

Revi membaca semua tulisan itu dengan cermat. Tapi poin terakhir yang menjadi pertanyaan bagi Revi. Arzoya ketemu kakaknya di mana? Akhirnya mereka saling bercakap-cakapan melalui tulisan.

Tidak terasa pak Usman sudah mengakhiri sesi pembelajaran kali ini. Setelah pak Usman pergi meninggalkan kelas, anak-anak IPA 1 mengembuskan napas lega. Masih ada satu jam pelajaran terakhir sebelum waktunya pulang.

"Revi, gue mau ke toilet dulu." Arzoya pamit kepada Revi.

Saat langkahnya sampai di meja bagian depan, tiba-tiba saja ada yang melempari Arzoya dengan sebuah penghapus karet. Arzoya menengok, tidak ada satupun yang terlihat menatapnya. Arzoya mengambil penghapus karet yang tergeletak di bawah, lalu berjalan menuju meja paling belakang. Tempat duduknya Sabira dan kawan-kawan.

"Nggak usah pura-pura, pasti elo kan yang nglempar ini di kepala gue?" Kelas yang tadi ribut karena belum ada gurupun, langsung hening saat melihat Arzoya datang menghampiri tempat duduk Sabira.

"Punya bukti?" Dengan tenang Sabira membalasnya.

Revi menghampiri Arzoya untuk menenangkannya, bila keributan ini terdengar oleh guru, maka Arzoya bisa terkena masalah lagi. "Zoya udah Zoy... Nggak usah kepancing. Biarin aja. Gue nggak mau lo kena masalah lagi."

Arzoya mengembuskan napasnya kasar, mulai hari ini, kesabarannya akan diuji. Tanpa berkata lagi, Arzoya pergi meninggalkan kelas, untuk menuju toilet.

Di dalam toilet, Arzoya hanya duduk dan melamun. Rasanya campur aduk. Antara marah, kesal, dan sedih. Dia tidak tahu kenapa. Apakah karena dia mendapatkan konsekuensi? Atau karena mamanya yang memang sangat tidak peduli padanya? Atau juga karena kehadiran kak Desti, yang ternyata akan menyusul mamanya ke Malaysia? Arzoya tidak tahu, rasanya sangat menyebalkan.

Begitu lama melamun, Arzoya mengeluarkan ponselnya. Dia mencari nama seseorang di sana, kemudian mengetikkan sebuah pesan.

Arzoya:

Nanti pulang sekolah lo jadi ngajak gue kan?
Ada yang perlu kita bahas
Gue tunggu di parkiran

Setelah pesan terkirim, Arzoya memasukkan ponselnya ke dalam saku. Namun getaran notifikasi masuk, membuat Arzoya kembali mengeluarkan ponselnya.

Gani:

Jadi dong, gue udah bilang kan, mau anterin lo kemanapun.
Oke, beberapa menit lagi kita ketemu

Tanpa sadar Arzoya tersenyum membaca pesan dari Gani. Arzoya keluar dari bilik toilet dan membasuh wajahnya yang kusut, kemudian menatap wajahnya di cermin. Mulai hari ini dan seterusnya, dia harus hati-hati dengan tingkah lakunya. Jika ingin tetap menyelesaikan sekolah di Cakrawala yang masih beberapa bulan ini.

Lintingan Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang