44. Album Foto

20 6 0
                                    

"Duuuh abangku yang ganteng udah pulang." Ucap Bella antusias saat melihat kedatangan Gani dari samping rumah.

Gani tersenyum, lalu menyambut pelukan adiknya. Sudah tiga bulan, Gani tidak pulang ke rumah. Dikarenakan sibuk latihan voli dan turnamen di luar kota.

"Mama mana? Belum pulang?" Gani melihat sekitar rumah, baru Bella yang ia temui.

"Kan nanti sore pulangnya, masih dua jam lagi." Bella melangkah ke dapur untuk mengambil minuman. Kembali ke ruang tengah dengan dua botol air mineral. Satu botol untuk dirinya dan satu botol untuk abangnya.

"Minggu lalu, mama tuh ngajak aku buat ketemu abang di apartemen. Tapi pas abang ngabarin nggak di Jakarta, akhirnya kita nggak jadi."

"Maaf ya... Pas waktu itu acaranya juga mendadak. Nggak tahu kalau harus ikut semua ke Bandung."

"Nggak papa, denger kabar abang mau pulang tiga hari aja udah seneng banget. Apalagi mama, kangen banget mama tuh sama abang."

"Abang juga kangen banget tahu sama kalian."

"Lagian abang sih, milih tinggal sendiri di apartemen. Mana alasannya karena cewek, lagi."

"Heh! Bukan hanya itu aja ya, kan abang udah bilang, kalau apartemennya lebih deket sama tempat latihan."

"Iya, tapi kan alasan utama dan terbesarnya karena satu gedung sama kak Zoya. Padahal juga udah putus, masih... aja berharap. Parahnya lagi, kak Zoya juga nggak balik lagi kan? Jadi, abang ngarepin apa?"

Gani tidak tahan untuk tidak mencubit pipi gembul Bella. Bella terlalu menggemaskan, apalagi saat berbicara panjang lebar seperti barusan. "Kata siapa dia nggak balik?"

"Hah? Gimana-gimana? Jadi, kak Zoya balik ke apartemen? Ke Jakarta?"

Gani menganggukkan kepalanya. "Iya, dia balik kemarin." Gani merebahkan kepalanya di bantal sofa, rasanya sangat nyaman. Setelah ini, dia harus balik ke kamar, menemui kasur dan bantal empuknya.

"Sumpah? Serius bang? Terus kak Zoya tahu, kalau abang ada di unit sebelah?"

Gani kembali menganggukkan kepalanya.

"Terus-terus? Responnya gimana?" Bella sangat antusias bertanya tentang Arzoya. Tanpa sadar kalau suaranya jadi semakin kencang.

"Bel, santai aja. Suara kamu keras banget. Abang masih denger." Gani terkekeh melihat tingkah adiknya.

"Ya kan, aku nggak sabar."

Gani merubah posisi tubuhnya. Ia kembali duduk tegak di depan Bella. "Tentu, Arzoya kaget ketemu abang. Mungkin curiga juga, kenapa bisa sebelahan. Tapi yang bikin abang sedih, responnya masih sama. Dia nggak mau deket sama abang lagi, kelihatan nggak nyaman kalau abang ada di sebelahnya."

Bella mengamati kakaknya yang berubah melow. Padahal sudah lima tahun berlalu. Bella pikir, abangnya akan membuka hati untuk perempuan lain, tapi nyatanya sama saja. Arzoya masih menetap di hati abangnya. "Bang? Abang secinta itu ya? Sama kak Zoya?"

Gani menatap Bella, lalu tersenyum. Senyuman yang terlihat amat tulus. "Abang nggak bisa lupain dia, Bel. Walaupun udah lima tahun, tapi abang nggak bisa."

"Abang udah coba ngomong lagi sama kak Zoya?"

Pertanyaan Bella barusan, mengingatkan Gani akan penolakan Arzoya kemarin. Bahwa mereka bukan siapa-siapa lagi, jadi tidak ada yang perlu dibicarakan.

Melihat ekspresi sedih abangnya, Bella jadi tahu jawabannya. "Tapi yang aku lihat di media sosial, kak Zoya nggak punya pacar lagi setelah putus sama abang. Bisa aja, kak Zoya juga masih punya perasaan yang sama, kayak abang."

Lintingan Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang