25. Seleksi Olimpiade

8 6 0
                                    

Gani tidak mendengarkan penjelasan materi yang disampaikan bu Desi di depan. Dari pagi sampai siang menjelang pulang sekolah, Gani tidak fokus. Pikirannya melayang kemana-mana. Semenjak pertandingan final Sabtu lalu, hati Gani tidak tenang. Dan semua ini berhubungan dengan Arzoya.

Arzoya bersikap biasa saja padanya, namun, Gani merasa tidak. Arzoya seperti menjaga jarak padanya, apakah karena kehadiran Kirana? Atau mungkin karena Raska, pacarnya Arzoya? Bahkan Gani tidak berani bertanya tentang hubungan Arzoya dengan Raska.

"Gan? Gimana? Jadi, kan?" Itu suara Juna yang bertanya kepada Gani. Baru saja bel pulang sekolah berbunyi. Juna, Ibra, dan Nadil berencana merayakan kemenangan Gani di pertandingan final lalu. Gani pun sudah menyetujuinya, namun lagi-lagi pikiran Gani teralihkan.

"Jadi. Tapi, kalau nanti malem aja gimana? Kalau sekarang harus belajar."

Juna menganggukkan kepalanya. "Yaudah, gue ikut aja. Nanti gue kasih tahu ke Ibra sama Nadil." Juna menatap Gani lekat. Setiap pulang sekolah di hari Senin sampai Kamis, Gani selalu terburu-buru. "Emang lo beneran belajar bareng sama Zoya, Gan?"

"Iya," Gani sudah selesai berkemas. Kemudian membalas tatapan Juna. "Gue duluan ya, Jun. Tolong bilangin Ibra sama Nadil."

"Oke." Juna masih setia menatap Gani sampai hilang dari pandangannya. Tingkah laku Gani benar-benar sangat berbeda dari biasanya. Sebelum mengenal Arzoya, boro-boro mau belajar, berangkat sekolah aja jarang.

Gani sampai di parkiran. Parkiran begitu ramai, karena murid SMA Cakrawala yang membawa kendaraan sendiri berbondong-bondong untuk segera keluar dari gerbang sekolah. Gani kembali mengecek ponselnya. Beberapa menit lalu, Gani mengirimkan pesan kepada Arzoya bahwa dia sudah sampai di parkiran. Namun sampai sekarang belum dibaca. Karena tidak sabar, Gani mencoba meneleponnya.

Satu kali tidak diangkat. Dua kali tidak diangkat, bahkan sampai tiga kali panggilan tidak kunjung diangkat. Gani semakin was-was. Akhirnya ia coba lagi. Berdering sangat lama, kemudian— "Halo?" Suara Arzoya akhirnya terdengar. Diam-diam, Gani mengembuskan napasnya lega.

"Halo? Zoy? Lo di mana?"

"Gani, sori... gue dipanggil Bu Tika, buat ikut seleksi lomba Olimpiade Sains. Gue nggak tahu selesai jam berapa. Mending, Lo pulang dulu aja. Kita bisa tunda besok, belajarnya."

Sejujurnya, Gani kecewa mendengar jawaban Arzoya. Karena dia berharap mereka bisa bertemu. "Oh gitu— yaudah nggak papa. Besok kita masih bisa ketemu. Semangat ya Zoy ikut seleksinya?!"

"Maaf ya Gani—"

"Nggak usah minta maaf, lo nggak buat salah."

"Tapi—lo jadi nggak belajar. Oh iya, gue udah nyiapin catatan buat lo. Nanti gue kirim, buat lo pelajari sendiri. Kalau ada yang belum paham, bisa lo tanyakan saat kita belajar bareng."

"Iyaaa. Gue tunggu catatannya."

"Yaudah, gue tutup dulu."

"Ya—oh iya Zoy, bentar."

Arzoya tidak jadi menutup teleponnya. "Kenapa?"

"Walaupun kita nggak jadi belajar bareng, kalau nanti gue jemput lo boleh?"

Gani tidak kunjung mendengar jawaban Arzoya. Dia kembali mengecek ponselnya, takut panggilannya sudah berakhir. Tapi tidak, panggilannya masih tersambung. "Zoy? Gimana? Misalnya nggak boleh, ya nggak papa."

"Boleh. Lo boleh jemput gue."

Gani tidak bisa menahan rasa senangnya. Saking senangnya, Gani menendang sebuah kerikil yang berada di samping kakinya.

Lintingan Rasa (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang