Rekreasi tanpa mie instant seduh seperti sayur tanpa garam. Seperti pargoy tanpa musik jedag jedug remix. Intinya, tanpa mie instant hawa dingin Bromo akan sangat menggigit. Thank God ada warung yang buka di kawasan kawah. Semua terasa berbeda ketika berhadapan dengan mie instant telor setengah matang.
Selagi aku menyeruput mie kuah hangat dan menikmati seolah ini adalah kesempatan terakhirku makan sebelum bumi diinvasi koloni Thanos.
"Makan yang hangat-hangat bagus untuk pencernaan. Biar tidak buang gas sembarangan."
Aku menoleh ke sebelahku. Pria berjaket oranye --ya aku baru bisa lihat warna jaket yang dipakainya setelah matahari terang benderang seperti ini-- duduk di sebelahku menatapku dengan senyum kecil. Aku mengerjapkan mata. Pria itu cukup familiar. Tapi aku lupa dimana aku pernah melihat wajahnya. Dia meletakkan kamera Canon 4D di sampingku. Aku mengernyitkan kening, nih orang apa maksudnya? Pamer? Mau minta pertanggungjawaban karena aku kelepasan gas di depannya? Atau apa."Bu, mie instant yang sama kayak mbaknya ini ya. Satu," ujarnya ke penjaga warung.
Aku kembali fokus ke mie kuahku sebelum dingin. Tapi pria di sebelahku menatapku seolah-olah mie ku membuatnya kelaparan.
"Mau?" Tanyaku pada akhirnya karena merasa risih dilihati seperti itu.
Pria itu menggeleng.
"Are you a stalker?" tanyaku melihatnya dengan tatapan sok galak.
Dan pria itu tertawa. "Kau lupa padaku?"
Aku mengerjap-ngerjapkan mata. "Siapa?"
Pria itu tersenyum lagi. "Kau ingat anak pria yang suka menggendongmu waktu kecil?"Aku memandanginya sambil mengingat-ingat pria itu. Dari garis wajahnya yang familiar itu aku mencoba mengingat siapa orang ini. Tapi memory ku memang lemah mengingat manusia. Kalau untuk nota reimburse sih masih bisa kuingat dengan baik.
"Memang aku siapa?" Aku jelas memancingnya. Karena kan ini tempat umum dan belum tentu dia juga tahu aku siapa.
"Hmm.. Gwen Kennedy. Adikmu Gita Jennifer Franklin dan adik laki-lakimu Gilbert Lincoln. Aku tetanggamu. Anak dari Pak Johanes."
Bayanganku kembali ketika aku masih ingusan dan sukanya pake kolor dan kutang doang. Seorang anak-anak laki-laki suka bermain denganku. Bahkan aku punya satu foto berdua dengannya. Dan dia kakak kelasku di TK dan SD.
"Ko Hans!!" Aku terbelalak, pria itu terkekeh. Dia mengoyak rambutku yang terjuntai ke depan.
"Hai meimei ndut," ujarnya. Lalu pikiranku melayang ke jaman kami TK dan bermain perang-perangan. Aku menjadi Tuan Putri dan Ko Hans menjadi ksatria dengan memakai taplak sebagai jubah yang ditalikan ke lehernya.
"Ko Hans kok bisa disini?" tanyaku, aku merasakan pipiku memerah. Pastinya bukan karena mie yang kumakan tapi semua bayangan masa kecilku ketika aku berpura-pura menikah dengannya.
Tapi itu sudah 25 tahun yang lalu. Anak umur 5 tahun tahu apa tentang pernikahan? Kami cuma berpura-pura menikah setelah melihat Tanteku menikah saat itu.
"Sebenarnya aku tidak yakin kalau itu kamu awalnya. Aku sendiri sedang hunting untuk keperluan dokumentasi programku. Tapi setelah aku mendekatimu, memastikan bahwa kau sama dengan yang di sosial media, aku berani menyapa. Dan satu hal yang tidak mungkin salah kalau itu kamu." Ko Hans tersenyum nakal. Aku memasang ekspresi innocent.
"Apa itu?"
"Kentut sembaranganmu!" Lalu disusul tawanya yang membahana. "Jelas kau Gwen yang adu keras suara kentut denganku waktu itu."
Oke baik, ternyata memang yang diingat adalah betapa aku manusia buntelan kentut. Mungkin kalau ada lomba kentut se karesidenan, aku akan jadi juara umum.
"Eh kamu sendiri? Tunanganmu mana?" Ko Hans membuatku kembali membeku. Lalu Ko Hans melirik ke jari manisnya.
"Ups, apakah aku salah bertanya?" ujarnya menggaruk keningmya. Aku meringis.
"Not a big deal." Aku meringis. Padahal ini adalah hal terbesar selain pernah menang undian gratis nonton konser Las Ketchup dengan Asereje bagiku.
"Ditunggu undangannya kalau begitu," ujar Ko Hans menatapku sedikit menunggu jawabanku.
Aku nyengir kembali dan menghela nafas. " seperti dugaanmu, aku tidak akan menikah dalam waktu dekat.""Itu kenapa aku tidak melihat foto-foto pernikahanmu. Atau seharusnya foto anak balitamu." Lalu Ko Hans tertawa, entah apa yang lucu baginya.
"Adakah yang lucu?" tanyaku. Ko Hans menggeleng. "Nope. Aku hanya ingin menggodamu."
"Oh ya kau sendiri kan? Mau tidak aku foto? Lumayan biar aku tidak hanya memoto rumput-rumput yang bergoyang saja."
Tawaran menarik! Bagiku berfoto adalah satu keharusan dimanapun tempatnya.
"Boleh.. bentar ya aku makan dulu terus kita foto-foto. Gaya bebas kan?" Ujarlu penuh semangat.
"Yes tentu saja. Kamu mau kayang, nyungsang, apapun. Aku ladeni." Ko Hans mengangguk sambil menepuk kamerannya.
"Tapi sebelum itu biarkan aku makan dulu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwen-chana [Season 1 Completed]
RomansGwen-chana Namanya Gwen dan dia cewek terdrama yang pernah hidup di dunia. Kata orang Jawa tipikal "ora nduwe udel" alias tidak pernah punya rasa malu dan rasa capek. Gwen disukai teman-temannya karena sifatnya yang tidak mudah marah ketika diajak...