13. We Don't Know The Future

19 1 0
                                    

Orang-orang yang datang ke hidup kita punya dengan berbagai maksud. Ada orang-orang yang hanya akan lewat dan mengisi hari kita sesaat. Mereka mungkin sangat menyenangkan sampai kita berharap mereka akan tetap tinggal. Tapi ada orang-orang yang entah berapa kali pun diusir tetap datang lagi. Yah, sejenis kawan yang hobi minjem dulu seratus.

Tapi ini bukan tentang si tukang ngutang. Ini tentang Ernie yang kemungkinan besar akan pulang kampung. Yah, bukan kampung juga sih. Oklahoma di Amrik sono kan entah kayak apa, aku belum pernah ke sana. Yang ada di bayanganku tentang "kampungnya" si Arnold adalah perumahan ala Home Alone 1-3. Apapun itu, aku jadi sedih.

Apalagi dia sudah menjawabku ribuan kali ketika aku berharap dia bisa tetap tinggal.

"We don't know the future." Mungkin Ernie keki kali ye.. Kalau doi bisa bahasa Indonesia pasti dia udah ngomong, "Ni bocah ngapa yak! Tanya mulu! Dibilang nggak tahu season depan dipake apa nggak sama FC sebelah. Lagian gajinya di Indonesia mah kecil, mending eike main di negara lain."

NO.. itu hanya bayanganku saja!

But I'm truly sad. At least, nggak ada yang aku caperin lagi di tempat Gym. Masa aku mau caper sama engkong-engkong pesilat yang banting setir jadi binaraga itu sih? Mana engkongnya genit.

"Nik.. Maen sama engkong aja ntar waktu Sincia. Ntar engkong kasih hungbao." Si Engkong genit itu nyengir lebar, terakhir kali ketika aku duduk melepas lelah setelah repetition ke entah berapa lusin.

Aku nyengir, tapi dengan wajah enggan. "Enggak deh, Kong. Udah berkunjung ke tempat sanak saudara udah cukup banyak." Aku sengaja sedikit berbohong.

"Ntar Engkong kasih kue keranjang sama babi guling. Apapun dah..Nonik mau apa?" Masih aja Engkong pantang menyerah. Aku cuma bisa membatin, "pengennya cepet pergi dari sini."

Begitulah rutinitasku di tempat gym tanpa ada Ernie. Dia sudah berminggu-minggu tidak datang berlatih karena sedang rehab karena kakinya yang injured setelah pertandingan sengit musim ini. Dan ada jeda tiga hari sebelum keberangkatannya kembali ke tempat asalnya.

Ernie masih membalas pesanku yang kadang masih aku reply dari story sosial medianya. Hanya saja tidak se-intens itu. Mungkin dia mulai sadar kalau aku ada perhatian khusus untuknya alias modus. Aku jadi merasa bersalah udah modusin orang asing. Mana si Ernie baik dan tulus banget.

Arnold Updated his story...

Me : sad.. wont see you at the game anymore

Ernie:

Hehe.. yea, will see the next season

Me :

When is the next season?

Ernie :

I don't know

Have no idea

Me :

I hope you'll saty

Ernie :

I don't know.. we never know the future

Me :

Yeah..

What will you do in off season?

Ernie :

I want to go home

I miss my father and family there

Me :

What a lovely place to go

:)

Ernie :

Yea :)

Sampai disini aku tidak bisa membalasnya lagi. Jelas aku merasa sedih karena bahkan memulai saja belum. Dan hei, apa-apaan aku ini. Baru juga kenal beberapa hari sudah 'suka' sama sosoknya yang sangat ramah itu? I mean, he's so loyal to his girlfriend. I bet, dia pasti balik ke Thailand dulu nemuin ceweknya baru balik kampung. Hufh. Apapun itu, tapi aku rasa, aku sudah kalah.

Baiklah.

Arnold – coret.

Di tengah rasa sedih karena kehilangan Arnold yang tiba-tiba kenal dan tiba-tiba pergi, aku mendapatkan beberapa kali Mas Raditya melihat story yang kubuat di aplikasi perpesanan. Meskipun tidak pernah membalas atau mencoba mengajak bicara, aku tahu Mas Radit sedikit banyak ingin tahu tentang aku.

Minimal beliau pasti ingin tahu lah, makhluk apa yang sedang mencoba berkolaborasi dengannya.

Aku semakin galau karena di penghujung hari, di tengah tenggat waktu yang semakin mendekati pertunangan adikku, Gita. Aku tidak kunjung mendapatkan gandengan. Memang sih, aku tidak yakin siap untuk menikah dalam waktu dekat apalagi dengan orang yang bisa dibilang totally stranger to me.

Tapi aku sendiri juga bingung harus bagaimana. Masa iya aku harus buka dating apps?

Kalau ternyata yang datang justru orang-orang berkasus bagaimana?

Ah, Gwen! Hidup sekali aja ribet masalah jodoh!

"Kring..." Ponselku berdering. Aku yang masih termenung memandangi ponselku yang berisi nama Ernie itu tercenung.

"Gita is calling"

Aku menekan loudspeaker dan tombol jawab. "Halo?"

"Cikk.. besok fitting gaun Cheongsam sama Mama. Jam 10 ya!"

Apa aku nggak salah dengar? "Hah? Kok besok cepet banget? Bukannya pertunanganmu masih tahun depan."

Lama terdiam. Suara angin dan kentut terdengar di antara kami. Ngomong-ngomong entah kentut siapa itu ikut-ikutan aje.

"Uhm, gini cik... Aku sudah bilang Mama dan Papa. Mama Papanya Leo minta pertunangan kami dipercepat karena setelah kami bertunangan, maka adiknya Leo akan pertunangan juga. Jadi Mama dan Papa setuju kalau pertunangan kami diajukan jadi... bulan depan."

Aku menganngguk-angguk kecil. "Oooo.... HAH?!!!"

Aku baru sadar apa yang kudengar barusan. "BULAN DEPAN?!!"

***

Gwen-chana [Season 1 Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang