FINAL CHAPTER - 27. My Man

21 1 0
                                    

Februari, 2024

"Beb... have you finished?"

Aku mendongak dari laptopku, membetulkan letak kacamataku dan menatap ke arah Ernie yang baru selesai mandi. Seharian dia berlatih di club dan aku menunggunya sambil hangout dengan Celpi dan Tiara. Pertandingannya musim ini akan sangat tangguh karena mereka berhasil masuk ke Liga 1. Which is more efforts, more trainings and less quality time. Dan ini malam minggu, seharusnya menjadi waktu kami untuk berduaan saja.

Tapi masalahnya aku ada deadline dari editor online novel onlineku. 5 bab sebelum tengah malam. Dan aku baru menyelesaikan 3 bab seharian tadi karena keasyikan membahas kekasih baru Celpi yang pilot itu. Kami sibuk memberi nasihat dan masukan kalau Pilot itu cenderung gampang selingkuh dengan contoh yang pernah ada.

"One more, Hun.. Wait.. I meet you at 12, okay..." I blow a kiss for him, lalu melanjutkan pekerjaanku. Aku tahu tampang Ernie sangat-sangat bete. Aku sudah berjanji akan selesai sebelum dia selesai mandi, tapi ternyata aku tidak bisa menyelesaikannya. Ada beberapa alur yang stuck di kepalaku.

"Hun, I've made you some apple pie.. Old recipe.. it's on the fridge," aku mengeraskan suaraku agar Ernie bisa mendengarnya. Tapi kemungkinan besar dia sudah ngambek jadi dia tidak akan bergerak dari tempat tidur dan di depan tivi.

Aku menoleh ke meja kerjaku yang berantakan. Bahkan aku belum sempat membersihkan ruangan kerjaku. Akhirnya setelah menunggu selesai renovasi, rumah yang kami beli bisa ditempati. Aku mengatur ruangan apa saja yang harus ada. Bagiku tentu saja perpustakaan pribadi dan ruang menulis serta taman yang asri di belakang rumah agar ketika jenuh aku bisa berkebun atau sekedar menikmati kopi sambil menulis. Bagi Ernie tentu ruang gym pribadi untuknya berlatih. Meskipun selama ini aku yang lebih sering memakainya karena Ernie sudah lelah dengan latihannya di basecamp.

Seminggu ini aku dan Ernie sama-sama sibuk. Aku sibuk promo film dari novelku yang telah naik ke layar lebar sedangkan Ernie sibuk berlatih. Kami hanya bertemu di malam hari dan itupun sudah sama-sama kelelahan. Bahkan foto pernikahan kami belum sempat terpasang di ruang tamu. Setelah hampir enam bulan menetap di rumah Mama dan Ernie di mess, kami akhirnya bisa memiliki rumah sendiri.

Jam 11. 15 dan aku sudah menyerah karena beberapa alur sangat stuck di kepalaku. Lagi pula Ernie kalau lagi ngambek bisa sangat lama jika tidak segera dituruti kemauannya. Untungnya sampai saat ini dia tidak ngambek dalam taraf berat. Hanya protes kalau aku lembur terus tiap malam karena waktu kami berduaan sangat berkurang. Akhirnya aku memutuskan mengirimkan 4 draft yang sudah kubuat dan memberi tahu editor kalau yang episode ke 5 tidak terselesaikan. Yah meskipun dengan demikian bonus harianku akan hilang. Tidak apa-apa selagi masih ada royalti bulanan dan bonus novel populer.

"Hun, I shower first ya..." ujarku, ketika masuk ke dalam kamar kami. Tidak ada sahutan. Ernie sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. TV di kamar kami menyala dan masih menyiarkan film dari Netflix kesukaannya.

Aku bergegas mandi dan dressed up. Aku sudah menyiapkan ini semua khusus untuk malam ini. Ernie mungkin ngambek karena malam ini seharusnya menjadi malam yang spesial bagi kami, tapi aku malah meninggalkannya bekerja.

"Beb..." Panggilku perlahan di telinganya ketika aku selesai berbenah. Dia masih menutup matanya rapat-rapat. Pria jangkung berambut pirang dengan potongan rambut ala Messi ini sepertinya benar-benar tertidur.

Aku bahkan tidak menyangka bahwa pilihanku untuk menikmati hidup terlebih dahulu justru membawaku semakin dekat dengannya.

"Come with me, then.. To my hometown in US if you want to go abroad, to live your life, adventuring..." Itulah penawaran yang dia berikan sebulan setelah pernikahan adikku dan dia siap pulang ke negara asalnya untuk off-season. Sementara rehab kami berdua telah selesai hampir bersamaan.

Setelah menghitung uang tabunganku dan ternyata cukup lah untuk pulang pergi ke Amrik, akhirnya aku memberanikan diri untuk pergi. Toh Ernie bersedia menerimaku di rumahnya yang besar dan ayahnya super baik padaku. Aku sendiri mengambil pekerjaan sebagai shop-assistant di toko alat musik ayahnya. Terkadang juga ikut dalam pertunjukan musik yang mereka adakan setiap jumat malam. Sebenarnya itu membuatku semakin dekat dengan Ernie dan bahkan keluarganya sekaligus. Ernie tinggal berdua dengan ayahnya, sementara ibunya sudah lama berpisah dengan sang ayah. Selama lebih dari 4 bulan aku tinggal bersama mereka dan di suatu malam setelah aku menutup toko dan Ernie menemaniku, di perjalanan pulang dia membawaku ke suatu tempat.

"Where are we going?" tanyaku, tapi Ernie hanya tersenyum dan menggandengku di sampingnya.

"My favorite place when I was a little kid." Ernie membawaku ke sebuah stadium di kotanya dan mengajakku duduk di salah satu tribunnya.

"I see..." Aku melihat ke sekeliling dan merapatkan jaketku. Ernie memperhatikannya dan memelukku dengan jaketnya yang lebih tebal. Autumn yang dingin di kota ini menjadi hal yang kurindukan.

"Me and my Dad always watch the weekend match together. That's our quality time. We love it so much. That's why I want to become a footballer."

"Wow.. You're now on your way to the top," aku menimpali dan Ernie tersenyum.

"My prime time was my twenties age. Well, for now I might get new challenge by accepting the new team proposal. And I was thinking about settle down."

Dan waktu itu Ernie berkata dia ingin serius berhubungan denganku. Aku nyaris tidak percaya apa yang kudengar karena yah setelah bersama dengannya beberapa bulan terakhir, dia tetap sangat gentle padaku. Tapi aku mati-matian berusaha tidak baper. Dan malam itu, Ernie pertama kalinya menciumku sebagai girlfriendnya.

Semuanya terjadi begitu cepat sampai kami setuju menikah dan mendapat restu dari Papanya Ernie serta orangtuaku. Aku menikah di salah satu katedral yang indah di sana dan meresmikannya kembali di Indonesia. Ternyata begitulah kalau jalan Tuhan, semua akan lancar dengan sendirinya.

"Hun.. are you really sleeping?" bisikku sekali lagi di telinganya. Kali ini aku menambahkan, "I bought a new lingerie for you to see.. and I need you to help me to recreate the romance scene..."

Ini permainan kami. Aku dan dia suka recreate scene dari penggalan novel yang aku tulis atau aku baca. Dan yah, ini quality time kami.

1...2...Dan Ernie membuka matanya perlahan. Aku tersenyum kecil, menahan diri agar dia tidak makin cemberut.

Aku berpose agak nakal di depannya dan mengerling padanya sambil berkata, "how do I look, Hunny?"

Dan tidak perlu waktu lama untuk Ernie bangun dari tempat tidurnya, menangkap tubuhku dan membenamkannya dibawah selimutnya.

"Don't you feel sleepy hunny?" tanyaku bertanya padanya yang tiba-tiba beringas.

Ernie menggeleng keras-keras sambil meloloskan kaus dari lehernya dan melemparnya jauh-jauh, "I don't care.. I just wanna score my goals..."

"Goals?" ulangku, mengulang kata jamak yang diucapkan.

"Yeah, I'm the man!" ujarnya bersemangat.

Aku tertawa karena berhasil membujuknya dengan jurus yang diajarkan Tiara. Agak kuno tapi bagi para suami sepertinya itu yang penting.

"Yeah, You're my man!" bisikku.

***FIN***

Gwen-chana [Season 1 Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang