Tempat pelarianku yang terbaik selain menulis adalah pegunungan. Trekking tipis-tipis ke gunung yang aku hafal di luar kepala tentu dengan gampangnya aku lakukan. Hal ini tentu tidak terlepas dari mantan manager yang penyuka outdoor sejati. Dari beliau aku belajar banyak hal. Terutama tentang filosofi hidup.
Berjalan saja, tidak perlu berlari. Ya siapa mau lari-lari di gunung kecuali lagi trail run. Kalau aku sih oke trail run, masalahnya pace ku 0 alias keong nggeremet. Tapi dari dulu aku jatuh cinta pada pegunungan. Mungkin karena hidup di daerah laut yang setiap harinya melihat ombak pantai dan ditakut-takuti bakal Tsunami di tahun 2012.
Salah satu yang membuatku terkesan dengan pegunungan adalah betapa aku hanya seekor jentik nyamuk di sungai padat penduduk ini merasa bahwa permasalahanku tidak ada apa-apanya. Apalagi masalahku hanya tidak punya pasangan dan harus mengalah untuk dilangkahi sang adik dari pada asal comot calon suami seperti yang sudah-sudah.
Dan di sinilah aku saat ini. Bukit Kingkong Gunung Bromo Tengger yang terkenal dengan keindahan sunrise-nya. Aku memiliki travel yang siap mengantarkanku naik ke jalur Bromo Tengger begitu aku sampai di stasiun Kotabaru.
Tempat ini menjadi saksi betapa ribetnya aku pre-wedding kala itu. Impian anak usia 20an yang berambisi untuk dream wedding. Segala sesuatu yang mewah dan artistik. Kami waktu itu menyewa fotografer profesional yang membuatkan konsep Cinderella menunggu pangeran berkuda. Jangan tanya harganya kala itu cukup menguras tabungan.
Apakah semua persoalan kami selesai di sana? Tentu tidak. Benar kata orang kalau mau mengetahui sifat asli seseorang cobalah berurusan dengan uang dengannya. Kesalahan terbesar banyak pasangan sebelum menikah adalah tidak membicarakan secara rinci tentang keuangan. Yah, kan kita tidak hidup dari cilok dan cimol aja tiap hari ya kan. Ada kebutuhan rumah tangga, sandang pangan papan, pendidikan anak-anak. Dan itulah yang kadang bikin mereka para dewasa muda belum stabil dan memicu pertengkaran.
Permasalahanku dan Reza kurang lebih dimulai dari acara lamaran kami yang dihadiri oleh Kakak dari Mamanya Reza yang konon adalah seorang jenderal besar. Intinya adalah Reza dinilai terlalu ceroboh karena memilihku yang bukan siapa-siapa ini untuk menikah dengannya. Bahkan Mamanya waktu itu yang 'dengan sedikit terpaksa' menerimaku pun mendapatkan kata-kata yang tidak pantas.
"Apa tidak ada wanita yang lebih baik dari gadis ini? Coba kamu bilang katakan saja kriteriamu, uncle akan carikan di kota A maupun negara C!"
Sebenarnya hal itu tidak akan menjadi masalah ketika tawaran si Uncle untuk memasukkan Reza ke akademi kepolisian itu tidak diterima. Tapi itulah, si uncle mempengaruhi Reza dan juga memperkuat ketidaksetujuan Mamanya untuk menolakku. Masalahnya, kenapa kami harus berjalan sejauh melaksanakan pre-wedding dan membuat baju pengantin jika harus berpisah begitu saja?
"Sudah lupakan gadis itu. Dia hanya mengejar hartamu karena kamu anak orang kaya. Lihat ya, ketika kau sukses di Kepolisian. Anak jenderal manapun akan dijodohkan denganmu. Percaya sama uncle!"
Kata-kata itu aku baca di sosial media Reza yang saat itu aku masih pegang passwordnya ke private message. Seperti disambar petir di siang bolong plus digelitikin Aquaman pake garpunya yang gede kayak gardu induk itu ketika aku membaca pesan itu masuk.
Aku waktu itu hanya dewasa muda yang tidak tahu arah tujuan hidupnya dan mengandalkan habis ini menikah. Aku berpikir bahwa hidupku yang sesungguhnya akan dimulai setelah menikah. Sehingga aku terlalu banyak menghabiskan waktu memikirkan pernikahan impianku seperti apa. Tapi itu hanya pesta pernikahan, bukan kehidupan pernikahan yang sesungguhnya. Sejujurnya, aku tidak pernah siap dengan itu.
Kini di usiaku yang hampir menyentuh kepala 3, ternyata hidup tidak pernah sesederhana menikah, punya suami baik-baik dan punya anak. Kadang kau harus mengejar mimpimu sendiri dan menjadi dirimu seutuhnya sebelum berusaha mencari belahan jiwamu yang lain. Your other-half.
"Mbak.. butuh tissue?" Seorang pria di sebelahmu menyodorkan tisu ketika melihatku sibuk membuang ingus tapi bingung juga karena sarung tanganku cukup ketat.
Aku mengambil selembar tisu itu dan berterima kasih.
"Terimakasih..." ujarku. Udara dingin membuat hidungku memerah. Tapi semburat warna jingga di cakrawala diiringi dengan suara cekrak cekrik kamera membuatku tersenyum kecil.
"Semuanya memang selalu tampak indah di kala matahari terbit," ujarku, pada diri sendiri. Sementara orang-orang di sampingku tidak memperhatikan apapun selain keindahan cakrawala yang kini kian bercahaya.
Aku mengambil ponselku dan memotret siluet gunung Batok yang mulai terlihat dan tertutup lautan awan yang sangat cantik. Magical. Semua kesedihan yang kurasakan tiba-tiba sirna. Rasanya begitu plong.
"Ahhhh... legaaaa..." gumamku, sambil menghela nafas.
"Ehem, Mbak.. Maaf nih.. Tapi aku denger lho mbak.. dan bau kentutnya kayak ubi busuk gini!"
Aku membuka mataku. Ternyata pria yang menawari tisu itu masih ada di sebelahku dan sibuk menutupi hidungnya. Ehhhh...apakah pria itu mendengar dan mencium gas amoniak yang kulepaskan secara diam-diam. Waduh! Padahal aku sudah hati-hati agar bom molotov ini tidak terdengar siapapun!
Aku nyengir dan mengangguk kecil. "Ehe.. Maaf kelepasan. Maklum hawanya dingin jadi agak kembung!"
Lalu aku buru-buru ngacir dari tempat itu.
Kyaaa!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gwen-chana [Season 1 Completed]
RomantizmGwen-chana Namanya Gwen dan dia cewek terdrama yang pernah hidup di dunia. Kata orang Jawa tipikal "ora nduwe udel" alias tidak pernah punya rasa malu dan rasa capek. Gwen disukai teman-temannya karena sifatnya yang tidak mudah marah ketika diajak...