18. Sleep Call

11 1 0
                                    

Kau tahu yang membuatku tetap bertahan dalam kewarasanku adalah cerita tentang Emak yang ditinggal oleh suaminya ketika Mami dan kakak-kakaknya masih kecil. Emak mengetahui kalau ternyata Engkongku waktu itu sudah mempunyai istri dan anak sebelum menikah dengan Emak. Jadi selama ini Emak diduakan tanpa Emak tahu. Untungnya jaman itu belum ada sosial media apapun sehingga Emak tidak membuat story dan konten panjang lebar tentang mantan suami dan istri pertamanya.

Tapi aku sering berpikir kalau saja Emak dan Engkong waktu itu sudah ada sosial media, maka ceritanya mungkin akan seperti ini.

Emak membuat story : Hari ini lembur lagi. Kata Papinya anak-anak, lagi banyak carteran. Muat barang berkodi-kodi. Hati-hati di jalan ya Pah, anak dan istrimu menanti di rumah. (Engkongku dulu supir truk muat barang dari pabrik)

Ketika mulai terjadi gelagat tidak mengenakkan: "Ya Tuhan.. Ada apa sih dengan Papinya anak-anak? Kenapa setiap akhir pekan justru tidak pulang. Padahal anak-anak kan ingin juga ditemani belajarnya sama Papinya. Kata Bosnya sudah tidak ada tarikan lagi untuk minggu ini."

Dan ketika benar-benar ketahuan: "Ya Tuhan.. Ternyata selama ini akulah si madu. Diam-diam Papinya anak-anak sudah beristri dan punya anak dari istri pertama. Kenapa teganya kau mengaku belum beristri?! Pantesan Anaknya sih Mark*nah selalu nangis kalau lihat Papi dan minta gendong tidak mau dilepas. Ternyata selama ini, Papi adalah papinya sendiri."

Emak ketika akhirnya pulang ke rumah Engkong buyutku alias balik ke rumah orangtuanya : "mungkin ini keputusan terbaik. Siapa yang menyangka kau khianati kepercayaanku dan anak-anak sampai sedemikian kejinya. Jangan lagi kau datang menemui anak-anakku. Hiduplah dengan istri pertama dan anakmu sendiri!"

Dan netizen pasti sudah ribut mendukung Emak.

"Semangat Emak. Demi anak-anak yuk jualan aja di T*ktok."

"Biarin bini tuanya yang urus. Janda muda kayak emak mah masih banyak yang naksir."

"Pura-pura pingsan yuk Mak, siapa tahu digendong Mayor Tulus."

Dan masih banyak lainnya. Untungnya Emak waktu itu rajin berdoa dan beribadah. Emak bilang, untuk segala sesuatunya jangan hanya dirasa di hati, tapi juga di logika di perasaan. Kalau mau depresi atau hilang kewarasan, Emak sudah diambang batas tekanan yang diterimanya. Tapi Emak selalu memikirkan jauh ke depan. Kalau sampai Emak depresi, dirawat di rumah sakit jiwa, lalu anak-anaknya sama siapa? Dititip ke Emak buyut dan Engkong buyut? Dengan banyaknya cucu yang mereka punya, anak-anak emak jelas tidak akan diperhatikan.

"Emak memikirkannya naik, turun.. panas hati ini.. tapi ya diadem-adem sendiri. Emak harus meneruskan hidup untuk anak-anak Emak, termasuk Mamimu." Itu kata-kata dan nasihat move on terbaik dari yang mengalaminya.

Untuk itulah meskipun aku tidak jadi menikah karena hal-hal yang diluar pikiranku, aku berusaha tetap waras. Meskipun untuk mencapai hal itu aku semakin gila kerja. Kayaknya dirumah itu hanya untuk tidur dan mandi. Makan sudah waktu bertemu klien, kadang mandi pun di kantor sebelum bertemu klien.

Pertemuanku dengan Ko Hans di Gunung Bromo berujung dengan foto-foto santai dan membuat konten ala-ala traveler. Yang akhirnya membuat kami saling bertukar nomer kontak terbaru. Entah kapan terakhir kali aku menyimpan nomornya. Kami sudah sangat lama tidak pernah bertemu. Dan tentu saja percakapan kami berlanjut sampai di pesan dan telepon.

"Sudah mau tidur?" tanyanya di telepon ketika mendengar suaraku menguap.

Aku menggeleng, lalu buru-buru menjawab karena tahu dia tidak akan bisa melihatnya. "Lumayan. Besok ada meeting pagi dengan timnya Mas Bupati."

"Wah, kamu cukup dekat dengannya ya?" tanyanya. Sudah 5 hari ini kami bertukar pesan dan bercerita, tapi ini pertama kalinya Ko Hans bertanya tentang Mas Bupati.

"Hmm, tidak juga. Aku Cuma kenal sekilas. Beliau apalagi." Aku menerawang pertemuan pertamaku dan Mas Bupati yang cukup 'mengesankan' tapi tidak ingin aku ulang.

"Ooh, belum punya pacarkah?" tanyanya, membuatku sedikit heran tapi ya sudahlah, pertanyaan itu tidak asing kudengar.

"Entahlah, katanya sih belum. Tapi siapa yang tahu kalau belum dipublish..." Sejujurnya aku juga tidak tahu dan tidak mau tahu.

"Ohh..."

"Kenapa emangnya?" tanyaku.

"Tidak.. Hanya sedang viral saja kan? Katanya perkembangan di daerahmu juga sangat bagus dalam kepemimpinan beliau."

Aku mengiyakan. "Selama aku ada disini, ya ini yang terbaik. Pemimpin muda yang kreatif dan berpikiran ke depan, tentunya banyak hal baru yang dibangun. Yah, meskipun tetap ada saja yang tidak suka."

"Oh ya? Dari oposisi pasti ya?"

"Maybe.. Aku tidak tahu karena aku tidak terjun di dalamnya. Tapi kurasa masyarakat puas. Tingkat kepuasan dalam pelayanan publik pun meningkat. Berbagai sektor perekonomian juga meningkat. Jadi aku rasa beliau bagus."

"Ooo..." Ko Hans terdiam cukup lama setelah ber-ohh sebagai jawaban. Sampai aku memanggil namanya.

"Ko Hans kenal Mas Radit?" tanyaku.

"Tidak juga." Ko Hans menjawabku. "Apa urusannya aku harus kenal dengan dia? Hehe.. hanya sekedar bertanya karena kamu menyebutkannya tadi. Ya sudah, tidurlah. Sudah jam 12. Besok semangat ya."

Hatiku berbunga-bunga sekaligus membeku dalam waktu yang bersamaan. Entah sudah berapa lama tidak ada yang memberikanku ucapan semangat ataupun ucapan selamat malam. Aku bahkan menutup telepon dan bengong cukup lama.

"Apakah aku bermimpi? Kayak gini kah rasanya mulai jatuh cinta lagi?!"

***

Gwen-chana [Season 1 Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang