06. enam ♡₊˚ 🦢・₊✧

87 8 0
                                    

🥨𝓗𝓪𝓹𝓹𝔂 𝓡𝓮𝓪𝓭𝓲𝓷𝓰!🥨

Hari, waktu, jam, menit, maupun detik terus berganti. Nadya melakukan rutinitas sehari-hari nya seperti biasa.

"Nad, duluan ya," ujar Lara.

"Iya, Ra." jawab Nadya, lalu kembali dengan aktivitasnya.

"Tumben engga ke kantin sama Hanum, Nad. Biasanya kalian kalau kemana-mana selalu berdua ga pernah misah. Lagi berantem ya?" tanya salah satu temannya lagi.

Betul, biasanya seorang Nadya kalau kemana-mana selalu bersama Hanum. Tapi kali ini berpisah. Hal yang seperti ini patut di curigai, kenapa? Karena aneh rasanya kalau tidak melihat dua orang sahabat yang tiba-tiba memisahkan diri.

"Engga, ngga lagi berantem kok. Hanum nya udah kelaparan, jadi ku biarin dia pergi ke kantin duluan. Kamu kayak gatau Hanum aja kalau udah kelaparan. Lagi juga aku masih ngerjain tugas, nanggung kalau aku tinggalin. Kasian kan anak orang kalau aku suruh nunggu?"

"Oh gitu.. Ya udah, aku duluan ya,"

"Oke. Kalau ketemu Hanum di kantin, tolong bilangin, aku sebentar lagi nyusul."

"Oke,"

"Makasih, Dar." Dara menepuk pundak Nadya, seakan bertanda mengucap 'sama-sama.'

Nadya segera menyelesaikan tugas nya, lalu menyusul Hanum ke kantin.

Nadya bergegas menuju kantin sekolah, karena cacing didalam perut nya sudah memberontak. Nadya lari sekencang mungkin untuk segera sampai kantin. Tapi usaha untuk segera sampai ke kantin itu nihil, perlahan langkah nya mengecil. Karena apa? Di depan Nadya ada seseorang yang tampaknya Nadya kenal dan wujudnya tidak asing.

WHAT??

"Waduh, kenapa harus papasan sekarang sihhhh?" batin Nadya.

"Duh jantung, biasa aja dong, ga usah berdebar gini. Kalau ga kuat copot aja," monolog Nadya. Untungnya tidak bisa di dengar oleh siapapun.

Nadya mengelus dada, untuk menetralkan detak jantungnya.

"Gapapa, sesekali jalan di belakang dia, siapa tau suatu saat nanti berdiri di samping nya sambil gandeng tangan nya." batin nya.

****

Setibanya di meja kantin.

"Gue udah kenyang, Num." ujar Nadya yang masih mengatur napas nya.

"Hah? Kenyang?" ucap Hanum heran. Pasalnya, Nadya baru saja mendudukkan dirinya di kursi dan belum memakan sesendok nasi pun. Jangankan memakan, memesan makan saja belum. Mana sempat.

"Lo tau?" tanya Nadya yang masih mengatur napas nya yang naik-turun. Sedangkan Hanum menggeleng.

"Gimana mau tau, wong belum di kasih tau." kata Hanum.

Perkataannya ini ada benarnya juga.

"Hehehe, iya juga ya. Hmm, anu, Num. Papasan di jalan tadi sama di--" ucapan Nadya terpotong karena Hanum tau dari gelagatnya sudah bisa di tebak.

"Ealaa.. Iya deh, iya, tau. Pantesan lama, bareng rupanya." Nadya menyunggingkan senyumnya.

"Bukan bareng, tapi papasan di kelas sepuluh." Hanum mengangguk mengerti.

"Ibu, satu lagi kayak punya Hanum." ucap Nadya.

"Tadi katamu wes kenyang. Kok pesen juga?"

"Ya, gimana ya. La wong laper. Kata umma, kalau laper ya makan." ucap Nadya yang menirukan ucapan umma nya.

HANA [HAIKAL & NADYA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang