Di kelas XII IPA. Rean termenung di dalam kelas sendirian, teman-teman yang lain tengah beristirahat di kantin. Sedangkan di sini, dia tengah memikirkan cara untuk meminta maaf pada Hafasha. Wajah terkejut Hafasha masih teringat jelas di pikirannya, siapa si yang ga kaget jika di kecup dadakan seperti itu? Sumpah, ini cukup memusingkan.
"Ya Tuhan, apa yang telah ku lakukan?"
Rean menelungkupkan kepala di atas meja, entah setan dari mana yang buat Rean berani mencium Hafasha.
Rean tahu saat ini gadis itu pasti marah, terlebih ketika dia ingat bahwa Hafasha beragama Islam, dengan rasa penasaran yang tinggi, tadi Rean mencari artikel tentang "Apakah seorang wanita muslimah tidak boleh di cium oleh laki-laki yang bukan keluarga nya?" Dan jawaban dari Mbah Google membuat Rean ingin menenggelamkan wajah di bawah tanah.
Bagaimana sekarang? Dia harus melakukan apa, agar Hafasha mau memaafkannya? Sumpah, kepalanya begitu sakit memikirkan hal itu. Apakah dia harus bersujud di bawah kaki Hafasha, agar gadis itu mau memaafkan? Tapi, apa tidak berlebihan? Lagian, itu hanya kecupan ringan di pipi, bukan bibir.
"Bangsat, lu Rean," umpatnya. Ketika dia malah membayangkan bibir Hafasha.
Tengah asik memikirkan bagaimana cara meminta maaf, teman-temannya datang membuat rusuh kelas yang tadinya hening.
"Oi! Lu, ngapa dah diem-diem bae," ujar Vano.
"Putus cinta, lu?" ujar Bryan.
"HAHAHA, REANO PATAH HATI!" ujar Andi dengan tawa yang menggelegar. Suaranya brisik sekali.
"Berisik Ndi," ujar Angga dan Kenzie bersamaan.
"Hahaha mampus!" Kini Fathan nimbrung, lalu duduk di atas meja guru.
"Serius Re, lu kenapa?" tanya Farel.
Rean menarik nafas, lalu dia mulai bercerita. Semua anggota PANTHER menganga ketika mendengar cerita Rean.
"Gua ga sengaja sumpah! Dari awal, bibir sama pipi Hafasha ngegoda gua banget. Gua ga ngerasa sepenuhnya salah, tapi Hafasha mukul sembari nangis malah buat gua ngerasa bersalah." Wajah Rean murung setelah menceritakan itu. Tanpa mereka sadari, ada yang tengah mengepalkan tangan, setelah mendengar bahwa Reano mengulangi kesalahan untuk ke dua kalinya.
"ANJ! BANGST! BRENGSEK LU RE!" pekik Andi, membuat mereka yang ada di sana terkejut. Dengan emosi yang meluap, Andi menarik kerah baju Rean. Di antara mereka ber delapan, yang memeluk agama Islam itu Andi, Angga, dan Fathan. Mereka sangat amat tahu, di agama mereka perempuan itu seperti perhiasan mahal yang tidak boleh ada yang menyentuh sembarangan.
"LU GA PERNAH BERUBAH REAN!" Andi masih membentak Rean, suaranya terdengar hingga luar kelas, membuat siswa-siswi di luar sana penasaran.
Angga, Fathan, Bryan, Vano, dan Farel mencoba memisahkan Andi dari Reano. Rean terlihat menahan emosi juga, terbukti dengan rahangnya yang mengeras dan urat-urat lehernya terlihat.
"Andi! Udah!" Angga membentak Andi berusaha menyadarkannya.
Rean menatap datar Andi, setelah itu berlalu meninggalkan kelas. Tujuannya saat ini adalah rooftop. Tempat di mana biasanya ia meluapkan emosi, merokok, dan membolos. Itu dulu, waktu masih kelas 10 dan 11, sekarang dia sudah kakak tingkat terakhir, jadi sudah tidak pernah pergi ke sini lagi, tapi untuk hari ini, dia datang.
Rean itu tempramental, dia ga bisa menahan emosi, jika tadi dia meladeni Andi, mungkin sekarang Andi sudah ada di Rumah Sakit lagi. Rean terus mengatur nafas agar tenang, dadanya sakit bila menahan amarah seperti ini. Dia butuh ngeluapin emosi itu, tapi pada siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
REANO
Teen FictionKursi ini kembali menjadi saksi dari ratap pilu yang selalu hadir. Aku kembali terduduk sendu, menghembuskan nafas berat pertanda lelah menunggu. Pena di tanganku sudah banyak menulis untaian rindu. Diary Ku sudah penuh. Tanpa sadar, air mata berhas...