Geo melirik Asha dari kaca spion, sejak mereka meninggalkan arena balapan, Geo terus memperhatikan ekspresi wajah Asha yang tidak seperti biasanya, tanpa di beritahu pun Geo tahu bahwa Asha marah padanya. Geo berdehem, merasa tak di hiraukan akhirnya dia menyolek paha Asha. "Kak," ujarnya.
Sang empunya nama memilih diam, dia akan mogok berbicara pada Geo. Tidak perduli apa yang akan bocah laki-laki itu lakukan untuk bisa merayu kakaknya. Geo menghela nafas, biarkan saja kakaknya seperti itu, sekarang lebih baik untuk mencoba mencari cara agar bisa mengajak kakaknya berbicara lagi.
Geo berniat mempercepat laju kendaraan dengan cara menyalip mobil, tapi tanpa diprediksi dari arah berlawanan ada motor yang sama-sama ingin menyalip. Sampai akhirnya orang tersebut kaget karena tersenggol stang motor Geo, berakhir dia membanting stir dan membuat orang itu kehilangan keseimbangan.
"GEOOOOOO!" Pekik Asha.
Brak.
"OI!" Teriak para warga mulai terdengar, Geo menoleh kebelakang, di sana sudah banyak orang yang mengerumuni korban. Asha turun dari motor lalu berlari untuk membantu korban.
"Mbak, bisa bawa motor ga si?!" Ujar tukang angkot.
"Kak, maaf. Ayo bangun saya akan tanggung jawab." Asha menghiraukan bentakan tersebut, dia harus cepat memindahkan korban ke pikir jalan, karena tidak mungkin mereka terus menghalangi jalan.
Korban pun terlihat ingin menangis dan marah, tapi dia menahannya. Asha membantu menuntun ke pinggir, di ikuti Geo di belakang yang memarkirkan motor.
Setelah korban duduk, Asha menoleh kebelakang dan melihat Geo gematar ketakutan. "Ya Allah..."
Asha meraih tangan Geo untuk ikut duduk dan minta maaf.
"Kak, aku mewakili adekku meminta maaf!" Asha menyentuh tangan korban, dengan suara yang dia usahakan semaksimal mungkin agar tetap tenang dan tidak bergetar. Asha melirik Geo yang tidak jauh berbeda, bahkan matanya sudah memerah.
"Maaf." Gumam Geo.
Korban melirik Geo, dia menghiraukan ujaran Asha, dengan mata memerah nya, korban berkata dengan nada sedikit tinggi.
"Kamu bisa bawa motor gak?! Udah ada KTP kamu?" Asha meraih tangan korban, lalu menggelang.
"Kak, adekku masih 15 tahun, aku yang bakalan tanggung jawab. Aku bantu anter ke klinik ya kak, motornya bisa di bicarakan nanti. Aku mohon maafin aku." Korban hanya menggeleng lalu berujar dengan tenang.
"Gak, gak usah. Gak papa, cuma luka kecil aja. Aku minta KTP sama nomor telpon kamu aja."
"KTP? Oh bentar. Ini kak," ujar Asha sembari membuka tas untuk mengambil KTPnya. Diberikan KTP itu lalu korban menghela nafas.
"Rumah kamu di mana?" Tanyanya.
"Eum Rumah aku di ****"
"Kamu mau kemana memang?"
"Saya niat mau pulang."
"Oke." Karena tidak ada percakapan lagi, Asha memutuskan untuk kembali membujuk agar korban mau di ajak berobat. Asha takut dengan kejadian-kejadian yang akan datang setelah ini. Bagaimana cara dia bertanggung jawab?
"Kak sekali lagi saya minta maaf, kakak luka saya anter berobat ya atau saya kasih uang aja?"
"Gak, gak usah. Saya sebenarnya gak masalah, saya cuma takut suami saya tahu, soalnya dia narik angkot, tadi itu temannya, saya takut suami saya tahu dari dia. Lagi pula itu motor pinjeman. Yang penting ktp udah sama saya, nanti untuk kerugiannya saya akan info untuk kita ketemuan lagi, saya juga buru buru." Ujar korban dengan tenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
REANO
Teen FictionKursi ini kembali menjadi saksi dari ratap pilu yang selalu hadir. Aku kembali terduduk sendu, menghembuskan nafas berat pertanda lelah menunggu. Pena di tanganku sudah banyak menulis untaian rindu. Diary Ku sudah penuh. Tanpa sadar, air mata berhas...