Happy reading! Jangan lupa tekan bintang. Gak bayar aslian:v
"Bukan sekedar hubungan saja yang ingin manis, tapi kita juga ingin keluarga yang harmonis."
~Hafasha
______________________________________________
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu, akan tetapi Aini dan Hafasha belum juga pulang. Mereka duduk di dekat gerbang sekolah menunggu sahabat mereka, siapa lagi kalau bukan Zahra si gadis rajin.
Hafasha menatap kanan dan kiri sembari kaki ia ayun-ayunkan. Ia melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah empat sore, untung saja dia dan Aini sudah sholat sebelum menunggu Zahra.
"Sha, liat itu deh," ujar Aini sembari menunjuk ke kanan, tepat di depan gerbang sekolah. Di sana Reano tengah menghidupkan mesin motor ninja nya. Hafasha melihat setiap pergerakan Reano, lalu setelahnya Reano pergi menjalankan motor. Hafasha yang melihat itu menghela nafas lalu menunduk.
"Ehm Ai. Itu ehm kak Andi kemana ya kok dari pelajaran pertama gak keliatan?" tanya Hafasha mengalihkan pembicaraan. Agar tidak terlihat ia mulai badmood. "Lah anjir! Lu oleng ke kak Andi? Kak Rean mau lu kemanain. Gak, ada, dia buat gua. Enak aja lu, dah dapet yang plus minta yang mines," jawab Aini ketus. Aini tuh kalau udah bobrok ya ngegas mulu kerjaannya.
"Apaan dah, padahal cuma nanya."
"Yak intinya Andi punya gua, lu sama Rean aja udah," ujar Aini sembari melipat kedua tangannya di dada, sembari menatap ke sekeliling melihat dan memastikan Zahra datang. Btw, kan yang bilang tidak suka Andi Aini, kenapa sekarang Aini mengklaim Andi miliknya?
"Zahra ngapain sih lama bener?" tanya Aini yang mulai kesal.
Hafasha yang melihat Aini sensian sedari tadi sekolah, menatap Aini dengan mata ia kedipkan, lalu tak lama ia berujar, "Aini? Kamu kenapa?" tanya Hafasha dengan penasaran.
"Kenapa, apaan?" Bukanya menjawab, ia malah tanya balik, Hafasha mengangkat telapak tangannya, lalu ia arah kan ke kening Aini. "Enggak panas kok," gumamnya, setelah mencek suhu tubuh Aini. Aini yang bingung, dia mengernyitkan kening, sahabatnya ini memang agak laen.
"Kenapa Sha? Gua gak, apa-apa, sehat gua. Nih pegang nih, leher sama jidat gua gak panas kan?" tanya Aini sembari menunjuk kan cara menyentuh leher dan jidatnya.
"Tapi kamu marah-marah terus, kenapa?" tanya Hafasha lagi.
"Kepo amat kaya cewek," ujar Aini ketus, sebelum Hafasha berujar menjawab ucapan Aini, dari belakang, Aini mendapat pukulan cukup keras di bahu. "Tolol dipelihara!"
"Anji**! Sakit sialan!" pekik Aini sembari mengusap bahunya. "Lu dateng-dateng bukanya ngucap salam gitu ya, lah ini main geplak bahu orang." Aini mendelik tidak suka.
"Hafasha emang cewek sialan. Emosi nih gua," ujar Zahra dengan kesal. Hafasha melihat itu sedikit menarik sudut bibirnya. Ia bersyukur dan bahagia memiliki teman seperti Zahra dan Aini, walau ia sering dibuat kesal karna sikap mereka yang bertengkar terus, tetapi ia tahu itu adalah tanda jika mereka saling menyayangi.
"Udah. Ayok pulang, udah sore, adik aku nungguin di rumah," ujar Hafasha melerai pertengkaran antara Zahra dan Aini.
"Ah iya, ayok pulang. Maaf yah nunggu lama," ujar Zahra sembari merangkul pundak Hafasha dan Aini secara bersamaan. Aini mengangguk, dan Hafasha tersenyum.
"Sama-sama."
"Ahahah iya-iya maaf. Terimakasih."
•••
Sesampainya mereka di Rumah Hafasha, mereka melihat Geo. Adek laki-laki Hafasha yang sudah menginjak kelas 9 SMP.
"Assalamualaikum, Geo ganteng," salam mereka bertiga bersamaan. Geo yang tengah mencuci motor, berhenti sejenak dan melihat teman kakaknya. "Wa'alaikumussalam."
"Geo lagi apa nih?" tanya Aini sembari menatap motor Geo yang sudah hampir selesai ia mandikan. "Lagi ngajakin main ML, PUBG, sama FF," jawab Geo malas.
"Ahahahahahah, sial. Lu kalau nanya kagak pernah bener. Udah tahu dia lagi mandiin motornya, make nanya segala." Zahra tertawa ngakak, Aini yang melihat Zahra, lalu melipat kedua tangannya di dada, sembari mengangkat satu alis.
"Yaelah basa-basi mah kagak ngapa anjir. Sirik aja heran," ujar Aini.
"Kakak," panggil Geo sembari menarik tangan Hafasha untuk ia kecup, dan setelahnya tangan Aini dan Zahra untuk ia salami.
"Geo udah makan?" tanya Hafasha sembari duduk di teras, tempat Geo mencuci motornya. Motor yang Geo miliki hasil kerja keras ia dan Hafasha selama 4 tahun, dan Alhamdulillah mereka memiliki motor untuk berpergi-pergian dan mengantar barang-barang dagangan mereka.
Geo yang ditanya seperti itu mengangguk, "udah kak, tadi Geo beli lauk, masih ada tuh buat kakak. Makan sana," ujar Geo sembari melanjutkan pekerjaannya.
"Weh kita dapet gak nih?" tanya Aini, Zahra yang mendengar itu menepuk pundak Aini kencang. "Gak tahu malu banget."
"Ahahahahah ada kok tenang aja, Geo juga belanja buat bulanan, nanti kalian masak aja sendiri, sana huss, jangan ganggu Geo, Geo mau pacaran dulu," ujar Geo sembari terkekeh manis.
"Masya Allah, manis banget kekehannya," ujar Aini dengan entengnya.
"Hafasha ayok ah masuk, malu gua asli."
"Ahahahah, yaudah Geo kakak masuk dulu yah," pamitnya.
Tinggal lah Aini dan Geo, Aini menatap Geo dengan kagum-kagum, bisa dikatakan Geo ini anak ganteng banget, nama lengkapnya Geovano DeAndra Saputra. Geo menyadari masih ada orang pun melihat Aini. "Kak Ai, ngapain masih disini? Mau main ML sama motor Geo?" tanya Geo penasaran.
"Geo, nanti kalau udah besar, lamar Aini yah," ujar Aini genit, Geo melihatnya meringis, gak lama tiba-tiba terdengar suara orang dari arah pintu.
"AINI, INI REKAMAN SUARA LU GUA KASIH KAK ANDI YAA! BIAR KAK ANDI MALU." pekikan Zahra membuat Aini kesal.
"AWAS AJA SAMPAI LU KASIH TAHU, GUA TENDANG NANTI."
"Kak Aini bacot. Sana masuk!" ujar Geo sembari melanjutkan pekerjaannya.
Aini menyengir lalu berlalu dari sana tapi sebelum itu ...
"YANG SEMANGAT YA KERJANYA, AKU MENCINTAI ..."
Geo menunggu kelanjutan Aini sembari menatap pintu rumahnya, dan ...
"Andi Aditya Saputra."
Geo mendatarkan wajahnya ketika Aini berucap demikian. "Dasar kak Aini gila!" umpatnya.
•••
TBC..
KAMU SEDANG MEMBACA
REANO
Teen FictionKursi ini kembali menjadi saksi dari ratap pilu yang selalu hadir. Aku kembali terduduk sendu, menghembuskan nafas berat pertanda lelah menunggu. Pena di tanganku sudah banyak menulis untaian rindu. Diary Ku sudah penuh. Tanpa sadar, air mata berhas...