1. Coincidental

902 50 7
                                    

Tidak terhitung berapa kali Naruto mendengus dengan seringai hambar tercipta di sudut bibirnya. Menertawakan dirinya sendiri ketika dia kembali berada di posisi ini. Dia bahkan tidak bisa beranjak dari tempatnya duduk karena keadaan ini benar-benar menekannya.

Dia hanya terdiam seperti orang kurang waras yang bingung harus melakukan apa.

Setelah makan malam yang dia rencanakan dengan sangat hati-hati itu gagal untuk kesekian kalinya. Dia hanya bisa duduk terdiam dengan wajah berantakan di balik meja makan yang masih tertata dengan rapih, nyaris tidak tersentuh.

Kontras berbeda dengan penampilannya yang kacau. Mantel musim dinginnya terkulai lesu di kursi sebelah. Lengan kemeja yang tertarik asal sampai batas siku. Di tambah pikiran berkecamuk di kepalanya menambah penampilannya yang jauh dari kata baik di malam yang mulai beranjak larut ini.

Sudah tiga jam berlalu sejak kedua orang tuanya pergi dengan kemarahan yang meledak.

Sementara sang kekasih tidak juga memunculkan batang hidungnya sejak dia menginjakkan kakinya ke restoran mewah ini tadi.

Segala persiapan hebat yang telah dia rencanakan akhirnya sia-sia. Gadis bersurai Pink dengan wajah secerah musim semi itu tidak menepati janjinya untuk datang.

Untuk yang kesekian kali, Sakura tidak datang pada pertemuan mereka. Mungkin Naruto terlalu bodoh karena berharap terlalu besar. Dia berpikir kali ini sang kekasih akan berubah dan mulai memikirkan hubungan mereka dengan serius.

Naruto tidak berbohong saat kedua orang tuanya mendesak dia harus segera meresmikan hubungannya dengan sang kekasih. Keduanya butuh kepastian bahwa putranya telah cukup dewasa untuk melanjutkan nama keluarga. Namun sepertinya, bagi Sakura semua itu hanya candaan belaka.

Di usianya yang sudah tidak lagi muda. Seharusnya, pria bermanik shapire itu bisa memberi ketenangan pada keluarga Namikaze bahwa nama keluarga mereka akan tetap ada di dunia lebih lama lagi. Perusahaan dan berbagai aset yang mereka bangun degan susah payah akan menjadi milik negara jika semua berakhir di tangan Naruto saja.

Dan itu hanya akan menjadikan segala perjuangan kedua orang tuanya sia-sia. Sebenarnya, bukan hanya itu satu-satunya alasan. Masih banyak variabel yang harus di jelaskan mengenai tuntutan orang tua yang merasa khawatir dengan masa depan anak~nya.

Mungkin saja, dia mulai terjebak dengan stigma zaman yang berkata memiliki keturunan dan menikah itu tidaklah penting. Bagaimana bisa hal itu di sebut tidak penting. Sementara kepunahan umat manusia telah di depan mata.

Untuk memastikan hal itu tidak terjadi. Mereka mendesak putra semata wayang agar segera menikah. Hingga mereka mulai berpikir. Naruto boleh menikahi siapa saja yang dia pilih. Tidak ada kriteria tertentu atau tuntutan yang memberatkan. Hanya seorang wanita yang bersedia menikah dan meneruskan silsilah keluarga.

Dia bukannya tidak ingin menikah. Hanya saja, semua terlalu rumit di kepalanya. Sakura seorang artis. Dia punya dunia sendiri yang tidak mudah di kendalikan. Bagaimanapun, menyatukan dua kepala dengan prinsip berbeda adalah hal paling sulit yang menjadi dilema semua manusia.

Tsk, Konyol sekali!
Naruto mengumpati kedua orang tuanya. Bagaimana bisa mereka menuntut pernikahan dengan pikiran menjijikan seperti itu.

Dimana cinta dan kasih sayang? Apa semua hanya soal keturunan? Apa dia hanya pabrik yang harus menciptakan sebuah produk?!
Segala sumpah serapah di dalam kepalanya harus hilang ketika dia mendengar suara seorang wanita yang bicara setengah berteriak dengan ketukan langkah kakinya yang riang. Suara berisik itu mengalihkan lamunannya.

Pria itu menggerakkan ekor matanya. Dimana sang sumber suara yang menganggu pikiran berkecamuknya berasal. Meski jaraknya lumayan jauh. Dapat dia lihat seorang Wanita dengan surai indigo tergerai indah berjalan memasuki restoran mewah tersebut.

Miss Congeniatily[ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang