19. Lily Teman Baru

114 25 0
                                        

Langit berwarna jingga datang dengan cepat membuat gadis bermata coklat itu menggerutu karena keluarganya tak kunjung pulang.

“Mereka ke mana sih? Gue capek nungguin dari tadi nggak ada satu anggota pun yang kasih gue kabar!” kesalnya merungut.

“Yaudah lah gue cari makan di warung pinggir jalan aja!” putusnya tak tahan dengan rasa lapar yang terus mendesak perutnya.

Alenza beranjak dari tempat tidurnya. Dia berdiri berhenti bergerak sejenak. “Eh, apa gue ajak Dava aja kali ya?” ujarnya berpikir terlebih dahulu.

Kepalanya bergerak nenggeleng. “Nggak deh, biar dia istirahat di rumah,” ucapnya pergi menuju garasi mengambil motor.

Beberapa menit menelusuri jalanan ia melihat warung kecil yang sepi. Alenza menghentikan motornya lalu turun menghampiri warung itu.

“Bu, kopi pahitnya satu, sama gorengan,” pinta Alenza mendudukkan tubuhnya di bangku panjang yang tersedia.

“Okay, Neng. Tunggu sebentar ya!” jawab Ibu penjaga warung membuatkan kopi miliknya.

Tangan gadis itu meraih nampan yang ada di depannya berisi berbagai macam gorengan yang tersusun rapi di sana. “Gila! Gorengan selebar kertas,” gumamnya mencomot salah satu gorengan lalu memasukkannya ke dalam mulut.

“Bu, kopinya satu!” pesan seseorang duduk disebelah Alenza.

Suaranya kayak nggak asing, batin Alenza langsung melirik orang yang di sebelahnya dengan gerakan mata hati-hati.

“Lah, lo ngapain di sini, kocak?!” sungutnya memberikan pukulan kencang di bahu lelaki itu.

Hampir saja Dava membalas pukulan keras itu karena merasa tersinggung. Tetapi saat melihat wajah yang sangat dia kenali membuatnya langsung diam tak membalas perbuatan kasar gadis itu kepadanya.

“Ya terserah gue, ini tempat umum,” balasnya menjawab.

“Lo juga ngapain di sini? Sendiri lagi,” curiga Dava menyipitkan matanya menatap Alenza menyelidik.

Gadis itu memutar matanya malas. “Gue cari makan di luar lah, buktinya gue di sini!” cecarnya memberitahu.

“Ini kopi nya,” suguh Ibu itu pada Dava dan Alenza bersamaan.

“Lo minum kopi?” heran Dava menaikan satu alis nya ke atas bertanya.

"Enggak! Gue minum kecap kok,” sarkas Alenza menyahuti.

Dava menggeleng merespons. “Nggak usah nyolot dong balasnya!” sulutnya menjadi kesal.

Alenza meminta untuk mengabaikan balasan lelaki itu. “Lo dari mana? Kok bisa sampe sini, jauh loh dari rumah lo,” herannya ingin tahu.

Dava mengangkat gelas, menyeduh kopi panasnya sebelum menjawab pertanyaan sang empu. “Gue dari makam,” sahutnya memberitahu.

“Lagi pula gue nggak tinggal di rumah tapi di apart bokap gue,” jelasnya menerangkan membuat gadis itu mengangguk paham.

“Tapi Kok lo nggak ngajak gue sih kalo pergi ke makam? Tega banget ninggalin gue, dih!” geram Alenza seraya mencubit pinggang Dava begitu kuat membuat lelaki itu bergerak kesakitan.

Dava berdecak kesal. “Niat gue baik nggak ngajak lo ikut ke makam, soalnya pengen kasih lo waktu buat istirahat dulu di rumah, bukannya malah keluyuran di luar kayak gini!” peringatnya benar-benar menekan perkataannya.

Alenza menatap dengan mata malas. “Idih si setan! Seharusnya yang istirahat tuh elo! Lagian gue udah sehat baget jadi terserah gue dong mau ke mana aja,” ucapnya seraya mengangkat kedua tangannya lebar memperlihatkan lengan yang tak berotot.

ALENZA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang