13. Su'udzon

540 115 41
                                    

Assalamu'alaikum🌷

Sholawat Dulu Yukk
اَللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

"Psycopath juga harus
menjalankan harinya seperti
orang biasa dengan segala alibi."

-Rabbit

• HAPPY READING •

Rain terbangun dari tidurnya, ia langsung menatap wajah Tanah. "Apa maksud dari perkataanmu itu Mas?"

Pikirnya melayang. "Astaghfirullah, enggak, jangan su'udzon dulu," ujarnya, sebisa mungkin ia tepis pikiran buruknya.

Ia menatap jam dinding, sebentar lagi memasuki waktu sholat ashar. "Mas, bangun udah mau masuk waktu ashar," ucap Rain, ia menggoyangkan pelan tubuh Tanah.

Tanah terbangun dari tidurnya, mata yang terpejamkan kini terbuka menatap wajah istrinya. "Hmm, Mas mau bersihkan badan dulu ya," ujar Tanah ia beranjak dari duduknya.

Rain hanya mengangguk, pikirannya sekarang menuju dengan ucapan suaminya tadi. "Bagaimana kalau yang menculik Abi dan Umimu di sekitar kita?" Pertanyaan itu membuat Rain menaruh rasa curiga.

Ia terus beristighfar, meminta ampunan karena telah bersu'udzon dengan suaminya sendiri.

Lalu ia juga berdoa supaya pikirannya tidak melayang ke hal-hal negatif.

Disisi lain Hujan sedang berada di pesantren milik Abinya, ia kali ini mengelola pesantren itu. Dengan bantuan pengurus yang Abinya percayakan dan juga dengan para ndalem.

"Gevan, tolong kamu atur para santriwan ya? sama nanti para pengurus dikumpulkan di aula setelah sholat isya," kata Hujan pada Gevan.

"Nggih Gus." Hujan tersenyum mendengarnya, ia menepuk pelan pundak Gevan. "Terimakasih ya."

Gevan membalas senyuman itu. "Sama-sama Gus, kan itu juga tugas saya sebagai pengurus." Hujan manggut-manggut.

"Ya sudah saya permisi dulu, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam." Hujan menatap kepergian Gevan, lalu ia berbalik badan menuju asrama santriwati. Tenang, ia hanya menyampaikan kepada pengurus putri untuk mengatur para santri.

Hujan melihat salah satu pengurus, ia tidak mengenali. Ia berdehem, entah mengapa rasanya tegang dengan jantung yang berdebar hebat. "Assalamu'alaikum."

"Astaghfirullah, jantung saya kenapa?"  batinnya.

"Iya wa'alaikumsalam, Gus. Ada apa ya?" tanya pengurus itu.

"Hm, tolong ya atur para santri seperti biasanya, kami dan para ustadz sedang mencari keberadaan Abi dan Umi saya, kalo bisa para pengurus di kumpulkan nanti malam setelah isya."

"Oh nggih Gus."

"Syukron, saya permisi. Assalamu'alaikum."

"Na'am, Gus. Wassalamu'alaikum." Setelah mendengar dari jawaban si empu, jantungnya berpacu hebat, ia langsung bergegas pergi agar jantungnya aman.

"Kok jantung saya sakit sih?" tanya Hujan, saat ia sudah berada di perpustakaan pesantren. Satu tangannya memengangi dadanya yang berdebar kencang.

Gevan yang sedang membaca buku langsung menoleh ke arah Hujan. "Gus kenapa?" tanyanya. Ia berada di perpustakaan karena memang jam istirahat, jam kebebasan para santri.

Ia beranjak dari duduknya dan langsung menghampiri Hujan. "Gus, Gus kenapa?" Hujan kaget mendengar pertanyaan itu.

"Astaghfirullah, ngagetin saja aja!"

TANAH SUCI (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang