"Sesuatu yang ditutupi itu ibarat bangkai
yang disembunyikan dan bangkai baunya
akan tercium walau sudah ditutupi.Begitupula dengan sesuatu itu, pasti
akan terbongkar."-Pangeran Tanah Shankara
"Biodata? mungkin pernah Rabbit tul-" Tanah melepaskan kacamata, memastikan bahwa layar laptop yang ditampilkannya di depan matanya nyata, tidak salah lihat.Dengan rasa bersyukur, Tanah membaca dengan fokus. Saat baru membaca setengah, ia terdiam.
Ini bukan tentang biodata ternyata, tetapi ini berita tentang seorang hacker yang meninggal terbunuh oleh Mr Rabbit karena hacker tersebut menuliskan biodata Mr Rabbit secara detail.
"Semoga saja, bisa dipulihkan," ujar Tanah, ia memakai kacamatanya lagi.
Layar laptop memancar di gelapnya ruangan, karena Tanah telah mematikan lampu supaya istrinya bisa tidur nyenyak.
Suara jam dinding terdengar keras di telinga Tanah, lalu ia menatap jam di layar. Ternyata sudah pukul 10.
"Lama juga ya, mana ini hacker nulisnya pake aplikasi jaman dulu," lontar Tanah sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Lalu ia mengetikan sesuatu di kolom pencarian, untuk login ke aplikasi yang dibuat beberapa tahun lalu.
Ya sudah lama, bahkan saat dirinya belum lahir aplikasi itu sedang banyak sekali yang mendownloadnya karena pertama kalinya ada media sosial.
Ia harus bersabar mencarinya, soal begini membutuhkan waktu yang lama karena aplikasinya sudah tidak ada di play store.
"Kayanya waktu malam ini enggak sampai deh, baru mulai login belum nanti masuk ke akunnya hacker yang sudah lama sekali, dan belum lagi dipulihkan."
Tanah menghempaskan napasnya perlahan, lalu tangannya mengambil gelas yang ternyata sudah habis isinya, tak tersisa.
Tanah pun langsung beranjak dari duduknya, ia merenggangkan otot-ototnya sampai berbunyi.
Menatap layar laptop memang membuat badan terasa pegal-pegal jika terlalu lama. Setelahnya, Tanah pun langsung berjalan menuju dapur untuk mengambil minum.
Disisi lain Laut sedang buru-buru mengambil stok tisu, darah segar terus keluar mengalir membasahi bajunya.
"Astaghfirullah, jangan terus keluar saya capek," ujar Laut, sejak umur 35 tahun ia sudah mengidap penyakit gagal ginjal dan sekarang ia sudah berumur 64 tahun.
Ia selama ini selalu cuci darah ditemani sang supir yang sekaligus santri yang mengabdi.
Laut keluar dari kamar mandi, ia menatap wajahnya di cermin.
"Semakin tua, punya gagal ginjal lagi." Laut bisa melihat dirinya sudah mulai keriput dan juga kantung matanya menghitam.
Ia juga sekarang jarang sholat malam karena ia selalu tidur kemalaman, darah dari hidungnya selalu keluar setelah cuci darah maupun sebelum. Jadi, mau tak mau harus membersihkan sampai bener-bener tidak keluar.
Badannya kadang lemas, setelah cuci darah ia harus pura-pura tidak terjadi apa-apa karena, ia tak mau anak dan istrinya tahu mengenai penyakitnya.
"Harusnya dari dulu saya cari pendonor ginjal," gumam Laut, ia menatap banyaknya darah yang menempel di jubahnya.
"Saya harus cepetan ganti, saya nggak mau seperti waktu itu di curigai oleh Nak Hujan sama Nak Tanah," ujarnya, ya pada waktu itu saat mati lampu dan kebetulan Tanah dan Hujan menginap di rumahnya, ia terkena sedikit darah karena hidungnya lalu Tanah dan Hujan mengintrogasi dirinya sampai ia berbicara empat mata dengan anaknya. (Part lebih lengkapnya di bab no 22-23)
Tanah yang sedang mengambil minum, ia langsung mengurungkan niatnya saat ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi.
"Siapa yang di kamar mandi? terus kenapa bilang pendonor ginjal?" tanya Tanah.
"Abi? iya apa Abi?" Tanah mendekat, ia memelankan langkah kakinya. Kebetulan kamar mandi dan dapur berdekatan jadi Tanah bisa mendengarnya.
Laut yang tak tahu bahwa ada Tanah karena memang anaknya menginap di sini, ia langsung keluar.
Saat Laut membuka pintu betapa kagetnya Tanah sedang memasang telinga di depan pintu.
"Ka-kamu ngapain Nak?" tanya Laut, ia segera menutupi noda darah yang ada di kaos putihnya.
Mata Tanah mengintimidasi dari bawah sampai atas, lalu indra penciumannya mencium bau darah anyir.
Tanah menghembuskan napasnya. "Abi," panggilnya dengan nada rendah.
"Iy-iya."
"Jujur sama Tanah, Abi kenapa?"
"Jujur Bi, Abi enggak boleh bohong. Abi sendiri yang bilang kan? yang ajarin Tanah dari kecil buat enggak bohong," kata Tanah, menatap Laut dengan mata yang berkaca-kaca.
Laut terdiam. Bangkainya sudah tercium, ya sesuatu yang ia sembunyikan itu ibarat bangkai.
"Iy-iya Nak, Abi terkena gagal ginjal."
~MasTanah~
Matahari terbangun dari tidurnya, ia langsung menatap Bumi yang sedang tertidur pulas seraya ia mengelus kepala suaminya. Seutas senyum manis keluar dari mulut Matahari.
"Ma sya Allah kamu tampan, tolong bertahan ya? harus sembuh," ujar Matahari, ia mengambil tangan Bumi lalu ia cium.
Tanpa disangka, tangan Bumi bergerak mendekatkan wajahnya untuk mendekat ke dirinya lalu tanpa Bumi mencium keningnya.
Melihat itu Matahari pipinya langsung berubah menjadi merah seperti kepiting rebus. Ia kaget sekaligus ingin terbang, perutnya seperti dikelilingi kupu-kupu.
Bumi membukakan matanya dengan tatapan datar tidak berekspresi. Tapi hal itu malah membuatnya lucu. "Zaujati..." panggilnya lalu ia memejamkan matanya.
Matahari menghembuskan napasnya. "Masih datar, tapi tadi dia bilang sadar nggak ya?"
Selama 2 bulan ia menikah dengan Bumi, ia masih belum bisa membuat penyakit alexithymia Bumi sembuh.
Dan juga penyakit Bumi satu lagi yaitu CIPA, tapi syukurlah sekarang perlahan-lahan Bumi sudah tidak menyakiti dirinya sendiri.
Ia sekarang harus 24 jam di sampingnya, ia tak mau ada hal yang tak diinginkan terjadi pada Bumi yang penderita CIPA.
di balik pintu mengintip, ia kasihan dengan anak dan menantunya. Ya, Cahya Novel Al-Biruni- Ibu dari Matahari Novel Al-Biruni dan juga Tenggara Novel Al-Biruni.
Cahya pun langsung mengetuk pintu kamar anaknya. "Assalamu'alaikum, Umi ganggu kamu tidak sayang?" tanya Cahya.
Matahari yang kaget langsung menjawab, "eh wa'alaikumsalam Umi, tidak kok." Ia mendekat ke arah Uminya.
"Umi mau ngobrol sebentar, ayo kita ngobrol di ruang tengah aja," ajak Cahya.
"Oh nggih Umi, ayo." Cahya tersenyum, ia berjalan seraya merangkul anaknya menuju ruang tengah.
"Kamu kok belum tidur?" tanya Cahya.
"Udah tadi Um, tapi ke bangun," jawab Matahari.
"Oh gitu, Umi mau nanya nih. Kamu sama Nak Bumi udah buat gitulah apa belum?" tanya Cahya, Matahari yang mengerti maksud Uminya menggaruk tengkuknya.
"Hm.." Ia bingung menjawab apa, bola matanya bergerak kesana-kemari lalu ia malah melihat kejadian langka terjadi.
____________
TBC🐬
KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH SUCI (Revisi)
Mystery / ThrillerGus muda mendadak jadi detektif? ya benar! Pangeran Tanah Shankara, seorang Gus muda yang mencari kasus kematian santrinya yang meninggal saat akad nikah dirinya dan Sucianika Rain Senjana Sastra Al-Hawa. Clue: Tanpa, melihat status. Semua yang memi...