33

55.1K 5.1K 559
                                    

Happy 500K, makasih yg udah mampir dan bacaa🌷

.
.
.

__________

Lian menatap dirinya di pantulan cermin, sudah kesekian kalinya dia mengusap wajahnya kasar.

"Gue—bodoh. "

"Bodoh!"

"Lo nggak pantes disebut Abang!"

"Lo egois!"

Dia berteriak tidak jelas di dalam kamar mandi, dan kembali mengusap wajahnya kasar. Butiran-butiran air mata ikut membasahi wajahnya, mengingat kata-kata yang dilontarkan Zidane sekitar satu jam yang lalu.

"Adik lo selama ini terluka—"

"Kenapa gue cuman diam hah?!"

"Lo Abang br*ngs*k!"

Cukup lama, akhirnya Lian keluar dengan wajah datar. Dia seakan menutupi hal yang barusan terjadi di kamar mandi, dia melampiaskan semua amarahnya di sana, hingga tangannya terdapat bercak darah karena memukul kaca yang ada di dalam.

Dia mengusapnya dengan tisu, sama sekali tidak ada rintihan yang keluar. Dia melangkahkan kakinya keluar kamar—satu-satunya yang menjadi tujuannya adalah kamar Zidane. Karena di sanalah yang menjadi sebab dia seperti ini, dengan penyesalan yang meliputi.

"Lian. "

Pemuda itu menghentikan langkahnya, menatap ke arah wanita paruh baya berjalan mendekatinya. "Apa kamu sudah menjemput Zidane?"

Lian menganggukkan kepala, Kamila pun kembali bersuara, "Dimana dia? Zidane tidak ada di kamarnya. "

Tubung Lian menegang, pikirannya ikut berkelana. Dia tidak bisa membayangkan jika Zidane kabur dari sini karena frustasi? Atau yang lebih buruk—

"Lian akan cari!" Lian membalasnya dengan suara datar, pemuda itu terlihat panik menuruni anak tangga setelah mengecek beberapa ruangan di lantai atas. Kamila sendiri pun ikut mencari, dan wajahnya pun juga terlihat panik di sana.

"Tuan muda—Nyonya Kamila, apa yang terjadi?" Suara seorang bodyguard membuat langkah keduanya terhenti sejenak. Lian menghela nafas frustasi, sementara Kamila berusaha untuk bersikap tenang.

"Apa kalian melihat Zidane?" tanya Kamila seraya menatap mereka bergantian, namun beberapa bodyguard di sana reflek menggelengkan kepala.

"Memangnya ada apa Nyonya? Mengapa terlihat panik—" Belum sempat bodyguard tersebut menyelesaikan ucapannya, Kamila memotongnya dengan tegas.

"Mengapa kamu masih bertanya? Cepat cari!"

"Ah tunggu dulu Nyonya—" Seorang bodyguard yang baru datang langsung membuka suara. "Saya melihat tuan muda Zidane ada di taman belakang sendirian. "

"Benarkah?" Kamila sedikit berbinar, wanita itu dengan cepat melangkahkan kakinya menuju arah belakang Mansion. Sama halnya dengan Lian yang pertama kali mendengar, langsung saja lebih dulu melangkahkan kakinya ke arah yang sama.

Sementara Zidane—pemuda yang sedari tadi menghabiskan waktunya di sini, berdiam menatap ke arah langit. Sorot mata anak itu nampak sendu, mengingat segala hal yang dia ucapkan pada Lian sekitar satu jam yang lalu. Rasanya hatinya ikut berdenyut nyeri saat mengingat kata-kata menyakitkan itu terlontar, dan hal yang membuatnya sedikit sendu—dia merasakan kehadiran orang lain yang mencampuri.

"Zidane, lo masih di raga ini?"

Dia membatin. Entahlah, dia juga tidak mengerti mengapa dia mengatakannya. Mengingat hal tadi, dia malah berpikiran Zidane asli mengendalikannya, atau mungkin malah pembuat cerita ini?

Transmigrasi Mantan Santri? [Otw terbit✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang