💞
Menjadi sombong bagi mereka tak melulu soal kekayaan. Tetapi apapun diluar itu bisa menjadi cara Zena ataupun Mandala menunjukkan kehebatannya.
Mandala pulang dari rumah sakit tak lama setelah bicara seperti itu kepada Zena. Saat sendirian di kamar rawat, Zena mencoba menggali memorinya tentang kejadian di lapangan sekolah.
Ia mendengkus, ingat apa alasan sesungguhnya dan kini membuatnya hanya bisa membiarkan Mandala benci kepadanya.
Hari kamis menjadi hari Zena kembali bekerja. Gita menyambut senang tetapi Zena tampak biasa saja. Gita memberi tau jika seragam outing sudah dibagikan dan punya Zena ada di laci meja kerjanya.
"Masih minggu depan, kan? Kenapa dibagiin sekarang?"
"Batal minggu depan, Mbak. Jadinya sabtu besok."
Zena tau papanya suka mengubah mendadak rencana tanpa menjelaskan alasannya. Ya mau apa lagi, ia tak ada hak protes.
Persiapan outing heboh karena Dipa mengirim email secara langsung ke semua staff untuk mempersiapkan diri, ia juga memberikan uang saku tambahan takut ada yang mau mampir beli oleh-oleh saat pulang dari sana.
Zena pulang tepat waktu, saat ia baru membuka pagar paviliun, Mandala juga baru pulang. Keduanya tak bertegur sapa, sama-sama tak peduli.
Makan malam Zena ia beli di mini market, cukup ia hangatkan di microwave. Sambil menikmati makan malamnya ia memutuskan nonton TV. Duduk bersandar pada kepala ranjang dengan santai.
"Zena," panggi Letta. Zena segera membuka pintu lantas mendapati Letta membawakan puding susu caramel.
"Sini, Bu, masuk," ajak Zena. Letta tersenyum, saat masuk ia sedih karena Zena tinggal di paviliun sempit. Belum lagi pakaian kotor menumpuk di keranjang.
"Zen, Ibu mau tanya."
"Apa, Bu?" Zena lanjut makan.
"Mandala, dia itu dulu pacar kamu waktu SMA kan?"
Zena segera mengelak, ia menggelengkan kepala.
"Jangan bohong, dong, sama Ibu. Ibu tau, kok. Ibu sering lihat kamu diantar di ujung jalan, terus jalan kaki sampe rumah."
Zena terbelalak. Jadi Letta tau!
"Ibu nggak akan cerita ke Papa, kamu jangan khawatir. Kalian kenapa putus?"
Letta meraih gelas berisi air putih, ia berikan ke Zena yang segera meminumnya.
"Sepele, Bu. Lagian udah masa lalu. Ibu ke sini, Papa tau nggak? Nanti Papa marah, lho, Bu."
Letta menggelengkan kepala. "Papa tidur, capek banget kayaknya. Makanya Ibu ke sini. Anak gadis Ibu baru sembuh, Ibu nggak tega biarin kamu kurang makanan. Ini cuma sementara, buktiin ke Papa kamu bisa berubah, ya, sayang. Cantiknya Ibu."
Ibu mana yang akan tega, apalagi Letta, ia mau anak-anaknya bisa ia beri perhatian penuh.
"Cerita ya, Zen, ke Ibu kalau ada apa-apa, Ibu nggak mau kamu rahasiain sesuatu."
Senyum Zena merekah. Ia habiskan makanannya lantas membuang wadah ke tempat sampah.
"Bu, alasan Ibu sabar banget hadapin Papa apa? Papa kan suka seenaknya sendiri, Bu?"
"Ya karena Ibu sayang sama Papa kamu. Ibu komitmen mau seburuk apapun sifat Papamu, pasti Ibu terima. Pernikahan itu nggak bisa terima enaknya doang. Harus semuanya."
"Tapi Ibu kayaknya ngalah terus sama Papa? Nggak pernah berantem atau bantah Papa?" Zena duduk bersila di atas ranjang, menghadap Letta yang juga duduk menghadap putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Romance☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...