Tak mau kehilangan

1.1K 140 4
                                    

💞

Mandala duduk di depan tenda medis, ia memantau Zena yang masih membantu memperhatikan kesehatan anak-anak di sana. Ia bahkan belum tidur dan terlihat kuat.

Matahari sudah muncul, warga yang juga dibantu dari pihak pemerintah mulai bisa memetakan masalah yang harus diselesaikan lebih dulu.

Dibantu kepala desa yang sangat kooperatif, semua bersemangat membenah tempat tinggal warga yang rusak. Keputusan diambil, tak boleh ada masyarakat yang tinggal di dekat sungai lagi. Relokasi pun segera dilaksanakan.

Beberapa warga akan pindah ke dataran tinggi yang tanahnya tidak basah, jadi minim longsor.

Iring-iringan mobil membawa bantuan dari berbagai sumber datang, juga satu mobil yang langsung dihampiri Zano.

Dipa dan Letta turun, mereka segera bertanya kabar terkini yang langsung dijelaskan Zano. Sasaran Letta adalah posko wanita dan anak-anak, bersyukur semua sehat sehingga tak perlu dikhawatirkan.

Mandala menghampiri, ia menyalim tangan Letta juga Dipa yang kompak memakai setelan training warna hitam dilapisi rompi warna hijau terang berlogo perusahaan dan yayasan mereka.

"Pak, maaf saya kemarin maksa ke sini, saya khawatir dengan Zena," ujar sendu Mandala. Dipa menepuk bahu Mandala dua kali, lantas masuk ke dalam tenda.

Zena tersenyum, seolah semua terkendali, tapi satu jeweran pelan Dipa membuat Zena meringis.

"Iya, maaf ..., tapi kan Zena aman, selamat," cengirnya.

"Heran Papa sama kamu, Zen. Tapi anak-anak aman? Bener?" Dipa mendekat ke arah Arya yang masih pulas tidur sementara Rosa baru bangun.

"Aman, Pa. Sehat. Papa sama Ibu kenapa pulang? Adek mana?"

"Adek sama Rere, rumah biar Bibi sama suaminya yang jaga. Kamu istirahat, Zen. Biar Papa koordinasi sama pihak berwenang."

Zena menolak, Dipa menghela napas panjang, "apalagi, sih, Nakkk ... Nak ..., kamu butuh tidur. Pulang, ya," bujuk Dipa.

"Pa, Zena mau bawa Ocha sama Arya ke Jakarta. Zena nggak tenang, Pa ... mereka yatim piatu," rengeknya.

"Nggak semudah itu, Zen, nanti Ibu yang urus dokumennya asal alasan kamu jelas. Mereka masih punya keluarga lain juga, kan?" Letta ikut bicara. Mereka berdiri di tengah tenda medis. "Zena, nurut Ibu, ya, kamu pulang terus istirahat."

Zena sudah ganti baju sejak subuh, wajahnya polos tanpa mekap. Benar-benar tak menunjukkan ia anak konglomerat.

"Ajuin cuti dua hari, Mandala juga kasih tau, Zen. Kalian pulang, tim dari yayasan udah datang juga, nanti Papa sama Ibu kabarin kondisi di sini." Dipa menatap tegas yang berarti tak ada bantahan.

Zena mendekat ke Rosa yang menatapnya sedih, ia duduk di samping bocah itu. Membelai lembut kepala sambil tersenyum. "Ibu Letta udah dateng, Ocha sama Arya, kalau butuh apa-apa, bilang aka ke Ibu, ya. Aku pulang dulu, nanti pasti ke sini lagi."

Rosa tampak enggan, tetapi setelah Letta menjelaskan juga terlihat tak akan mengabaikannya bocah TK itu mengangguk.

Zena memakai jaket yang ia bawa, setelah pamit segera beranjak.

"Teteh Zena!" panggil Rosa. Zena menoleh saat selangkah lagi keluar tenda medis. "Makasih, Teteh hebat!" Senyum Rosa mengembang, Zena memberikan ciuman jarak jauh, Rosa membalas dengan melambaikan tangan.

Mandala menggandeng tangan Zena, keduanya pamitan ke Zano juga yang masih terus rapat dadakan membahas lokasi sekolah yang kemungkinan akan pindah juga di zona aman.

Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang