💞
"Nggak usah ngaco!" Pelukan terlepas, Zena pindah berdiri berjarak dari Mandala yang diam menatapnya. "Lo tuh harusnya inget, Dala! Waktu kita jadian jaman SMA! Udah lamaaa ... banget! Jadi lo terlalu lebay buat bilang kayak gitu!"
Zena masih terciprat air hujan yang terbawa angin. Kepalang basah, kesal dan marah, ia biarkan baju kerjanya semakin basah. "Nggak usah deh lo segala bilang kayak tadi. Waktu udah berubah, lo juga harus berubah, lah!" serunya lagi tak lupa lirikan tajam ia layangkan ke Mandala yang mengabaikannya, berusaha membuka knop pintu juga menggedor-gedor supaya terdengar dari dalam.
Usahanya berhasil, pintu terbuka. Dua sekuriti terkejut saat melihat Zena dan Mandala basah.
"Pintu ini rusak, Pak, Bu, kenapa kalian ke sini?!" Salah satu sekuriti menegur. Zena dan Mandala masuk ke dalam.
"Ya mana saya tau, Pak! Nggak ada tulisan juga! Makanya dikasih keterangan dong! Rooftop kan boleh dipakai siapa aja di gedung ini!" Mana mau Zena kalah argumen. Sekuriti hanya diam, memang tak ada peringatan apapun.
"Maaf, Bu. Kami baru mau perbaiki sekarang, bagian pemeliharaan gedung baru bisa hari ini," sambung sekuriti lagi. Zena mendengkus sebal, ia berjalan ke arah tangga sebelum menuju ke lift yang ada di luar pintu lain.
Mandala berjalan di belakang Zena, ia tak berkata apapun tetapi memperhatikan penampilan Zena yang sudah basah kuyup.
"Mau apa lagi! Balik sana!" usir Zena. "Lift langsung ke lobbi di ujung sana, ini lift cuma sampai lima lantai ke bawah!" pelototnya. Mandala berhenti berjalan, ia tatap sejenak Zena dengan datar lantas berjalan ke arah lift yang ditunjuk Zena.
Kembali ke kantor, Dipa kaget saat melihat putrinya datang dengan wajah kesal. Saat ditanya, Zena hanya melirik sebal tak mau menjawab pertanyaan Dipa.
***
Tubuh ia hempaskan ke ranjang, Zena sudah mandi dan memakai piyama tidur dengan handuk masih tergulung di kepalanya.
"Laper, Papa masak nggak, ya?" gumamnya lantas menatap jam digital yang terpasang pada dinding dekat TV, masih jam delapan malam. Zena tadi pulang kerja naik ojol, dari kantor sudah jam setengah tujuh. Efek selesai hujan super deras hampir setengah hari, jalanan pun macet karena masih hujan rintik halus juga.
Ia berjalan ke rumah utama, saat buka pagar, Mandala juga akan keluar dari pagar kosan. Keduanya tampak cuek namun langkahnya sama-sama menuju ke rumah Dipa.
"Ibuuu ...," panggil Zena setelah membuka pintu. "Buuu," panggil Zena lagi. Ia mencari ke kamar Dipa, lalu ke tempat lain. Tak ada kedua orang tuanya. Mandala sendiri menuju dapur, ia melihat kotak makan dengan kertas tulisan namanya.
"Oh, lo ke sini ambil jatah makan dari bokap gue," sindirnya sinis, ia melirik lalu tersenyum meledek. Mandala tak acuh, ia bawa kotak makanan warna hitam lantas berjalan keluar rumah itu.
Zena tak tau jika kedua orang tuanya pergi. Makanan tidak ada lagi di meja. Ia pindah ke rumah Zano.
"Re! Rereee!" panggil Zena dari depan pagar. Ia berjinjit terus memanggil. Pak Iman keluar membuka pagar.
"Mbak Zena, ada apa, Mbak?"
"Rere mana, Pak?"
"Ada. Masuk, Mbak." Pak Iman membuka lebar pagar. Zena melangkah ke dalam rumah lewat pintu dapur. "Re, aku bagi makan malam, ya. Masak nggak kamu?" Zena membuka tudung saji, ada sayur lodeh, kering tempe dan sambal terasi.
Bibi mendekat, "mbak Zena mau makan? Bibi siapin nasinya, ya."
"Okeh. Makasih, Bibi," cengir Zena. Ia melangkah ke ruang tengah, terlihat Zano tidur di sofa dengan Ghandy juga tidur di atas dada papanya. Menggemaskan sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Storie d'amore☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...