Tangan terbuka

1.2K 166 8
                                    

Hanya bisa senyam senyum saat mamanya Mandala menyambut kedatangan Zena. Ia duduk menunggu pesanan makanan tiba disaat Mandala berada di balik meja kasir bersama mamanya karena diminta cek penjualan hari itu. Raut wajah Mandala serius, di meja kasir ia hanya memindahkan data pesanan, total pembelian, pengembalian ke program yang link langsung bisa diakses olehnya dimana pun.

"Udah, Ma. Nanti aku cek di kosan. Papa sama Mama pulang aja, istirahat," pintanya. Zena mendengarkan itu cukup jelas karena jarak meja pemesanan maupun meja kasir tak jauh dari tempatnya duduk. Hiasan bertema jepang sangat kental terasa.

"Ih, nggak mau. Mama sama Papa masih mau ngawasin di sini. Kamu duduk sana, temenin Zena," senyum mama merekah, Zena menatap ke arah lain karena rasanya kok, canggung. Gimana tidak canggung, dulu ia berhasil membuat anak lelaki wanita itu menangis karena ia putuskan hubungan di tengah lapangan semasa SMA. Sekarang bertemu lagi seolah semua tak ada masalah.

"Pesanan Kak Zena," ujar pelayan yang merupakan sepupu lelaki Mandala.

"Iya, makasih, ya." Zena meletakkan mangkok ramen beef di tengah, lalu menerima pesanan ocha dingin dan tempura udang juga. "Punya Mandala mana?"

"Ada, nanti diantar, selamat menikmati," lanjutnya.

"Oke. Makasih, ya." Zena membuka sumpit dari pembungkus, harum rumput laut, serta kuah kaldu daging yang gurih, tak lupa kuah merah yang tampak pedas membuatnya tak tahan mencicipi. Zena si tukang makan tapi badannya tetap langsing, tak mau menunda makan.

"Tante, mari makan," ucapnya ke mama Mandala.

"Iya, Zena. Cobain, ya, nanti ajak keluarganya ke sini kapan-kapan," balas mama.

"Siap," sahut Zena lalu mengaduk ramen. Mandala mendekat, duduk di hadapan Zena yang memang mejanya hanya untuk dua orang, mepet dinding posisinya.

"Zaver pasti suka makan di sini." Mandala membuat Zena menatap sejenak sebelum mencici kuah kaldu yang menggodanya.

"Kapan-kapan," sahutnya ketus. Benar saja, rasa kuahnya mirip ramen asli yang pernah ia makan di Jepang. Zena tersenyum dengan mata terpejam lalu bertepuk tangan pelan namun cepat seperti anak kecil. memang begitu reaksinya jika mendapatkan makanan enak dan membuatnya semangat.

Mandala bertopang dagu, tersenyum saat puas dengan apa yang ia harapkan jika Zena akan senang makan di sana. Belum lagi melihat reaksinya saat mulai menikmati mie dan daging.

"Resepnya dari mana?" ujar Zena dengan mulut penuh mie.

"Chef dari jepang, kenalan Papa. kenapa? otentik, ya?"

Zena manggut-manggut.

"Riset dan testernya lama buat buka usaha ini. Papa sama Mama mau tetap sesuai lidah lokal orang Indonesia. Makanya agak lama resmiin kios ini buka."

Zena mengaduk ramen, "nggak rugi kalian jual perporsi cuma dua puluh delapan ribu sampe tiga puluh lima?" Zena makan lagi.

"Nggak. Bahan-bahannya lokal, cuma ada bumbu khusus yang import dari jepang, tapi semua halal, jadi aman. Pake strategi lah kalau dagang makanan. Bahan-bahan lokal kita juga bagus-bagus, kok. Asal belinya langsung ke kebunnya. Papa sama Mama beli ke puncak sama lembang, pengirimannya seminggu sekali. Lo harus main ke kedai kopi juga, kopi lokal kita pake dan semua prosesnya Papa yang tau."

"Boleh." Zena mengunyah daging yang juicy sekali, sampai ia memejamkan matanya. "Enakkk," pekiknya. Mama Mandala tertawa pelan dari balik meja kasir, Mandala sendiri mulai makan ramen pesanannya. Ia menggeleng pelan seraya tertawa melihat reaksi Zena yang tak berubah jika soal makanan.

"Ma," panggil Mandala.

"Ya," sahut mama seraya mendekat.

"Doain aku biar bisa balikan sama Zena, ya."

Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang