💞
Zena tak fokus bekerja karena kepikiran Rosa dan Arya hingga membuat Mandala merasa heran. Duduk berhadapan terpisah kubikel, tetap saja lelaki itu bisa melihat raut wajah Zena.
Jemarinya sering menyugar rambut panjangnya, hal itu semakin membuat Mandala tak bisa untuk tak bertanya.
[Kamu kenapa?]
Pesan singkat Mandala kirim, Zena hanya bisa mendesah gelisah. Ia menatap ke depan, ternyata Mandala sedang menatapnya juga. Ia tak mau membalas pesan singkat sekarang, nanti saja ia jelaskan saat pulang kerja.
Nyatanya, sepanjang jalan dari kantor hingga paviliun, Zena terus saja diam. "Mau mampir apa ke kosan?" Pertanyaan pertama terlontar.
"Kamu kenapa gelisah dan diem aja? Aku bikin salah ke kamu?" Mandala memarkirkan motornya di depan paviliun.
"Kamu mau dengerin aku cerita?"
Mandala mengangguk. Ia lantas meminta Zena bersih diri dulu, pun dirinya.
Setelah mandi, Zena memasak makan malam untuk mereka. Ia bawa ke teras paviliun. Saat makan pun Zena tak nafsu, Mandala jadi menyudahi makannya yang tinggal sedikit.
"Ada apa? Ayo cerita. Aku nggak suka lihat kamu diem kayak gini." Piring diletakkan ke atas meja kecil. Setelah meneguk segelas air putih, Zena mulai cerita dan Mandala menyimak.
Perlahan, alis mata Mandala menyatu, ia terkejut dengan cerita Zena.
"Kamu mau ke sana?"
"Iya."
"Kerjaan di kantor lagi padat, Zen. Kamu bertanggung jawab besar, bukannya udah ada tim SAR? Mas Zano juga kawal dari sini, kan?"
Zena melirik, "aku kepiran mereka, khawatir banget, Dala. Rasanya nggak karuan di hati ini. Coba kamu jadi aku, pasti sama."
"Nggak juga, karena di sana udah ada tim terbaik, kan? Kamu juga nggak kasih tau Pak Dipa, seharusnya tetap kabarin."
"Nggak bisa. Aku sama Mas Zano nggak mau ganggu Papa dan Ibu liburan. Mereka butuh istirahat dan nikmati semuanya. Kasihan udah capek kerja." Zena menjeda. "Mereka, anak kembar itu ada di tanganku waktu baru lahir. Aku gendong Rosa, Mas Zano gendong Arya. Kami nunggu Ayah mereka datang karena masih kerja di ladang. Saat itu kita semua nggak prediksi kalau Ibunya akan lahiran secar."
Mandala diam menatap dengan bersedekap duduk bersandar pada kursi.
"Mereka kayak ikat aku, Dala. Aku nggak bisa bayangin kalau ... kalau mereka nggak ketemu." Suara Zena mulai bergetar. Ia juga meremas jemari-jemari tangannya.
Mandala mendesah dengan mata terpejam. "Kita tunggu kabar dulu, ya, perjalan ke sana juga lama, Zen. Hampir delapan jam. Kamu ke sana sama siapa? Naik apa? Mau ngapain?"
"Kamu larang aku ke sana?!" Nada Zena mulai meninggi.
"Bukan gitu ... aku cuma nggak mau kamu gegabah, bencana ini banyak yang bantu. Pemerintah juga sigap. Kamu lihat di berita, kan? Sabar dulu, ya."
Zena membuang pandangannya dari Mandala. Ia gusar, karena Mandala tak paham perasaannya.
"Tuh, kok ngambek. Zena ... ngertiin aku juga, ya, aku nggak akan bisa temenin kamu. Aku tau di sana kamu nggak akan diem tunggu kabar, pasti turun ikut cari. Aku nggak mau malah kamu nanti kenapa-kenapa," sambung Mandala. Zena tetap diam.
Zano datang, tampak terburu-buru berjalan menghampiri Zena.
"Mas ... gimana?" kata Zena seraya berdiri dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Roman d'amour☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...