💞
Hanum duduk tenang memakai kartu tanda pengunjung gedung, ia memakai setelan kerja berupa blazer dan celana panjang warna soft pink.
Rambut panjang model layer sebahu ia gerai rapi. Tas kerja merk ternama yang ditaksir dengan harga dua puluh jutaan rupiah berada di atas pangkuannya.
Hanum berdiri, memegang tali tas di tangan kiri lantas mengulurkan tangannya tatkala Dipa menemuinya.
"Hanum?" ujar Dipa memastikan.
"Iya, Pak. Saya Hanum Subrata. Terima kasih Pak Dipa meminta saya berada di tim pembela perusahaan Bapak."
Dipa melepaskan jabat tangan lantas mengajak Hanum naik ke lantai tempat perusahaannya berada.
Dipantry, Zena sedang membuat teh hangat dengan irisan lemon yang ia ambil dari kulkas ditemani Mandala. Sejak tadi calon suaminya tampak khawatir karena Zena terlihat lemas.
Sejak dua hari lalu selesai acara lamaran, Zena memang tidak enak badan. Diajak ke dokter selalu menolak.
"Duduk sini," tepuk Mandala ke kursi kosong di sampingnya. Zena nurut, ia duduk dengan lemas. "Pulang ya, aku anterin. Kamu kecapean siapin kamar buat Rosa sama Arya sampe lupa istirahat." Mandala memijat kedua bahu Zena yang tersenyum tipis.
"Namanya kedatangan dua anak yang aku sayang, ya pasti semangat, lah. Sekalian mindahin barang-barangku yang lain ke paviliun. Kamarnya jadi bisa dipake Oca. Kamar bekas Mas Zano dipake Arya. Mereka lucu, ya, heboh bahas rumah Papa sama Ibu, katanya kalau di kampung rumah Pak Kades aja nggak semegah rumah orang tuaku," kekeh Zena.
"Pasti, lah. Badan kamu demam, mau aku ambilin obat?" tawar Mandala yang akan beranjak tapi ditahan Zena dengan menggamit lengan kanan Mandala.
"Di sini aja, jangan ke mana-mana, temenin," rengek Zena. Mandala kembali memijat kedua bahu Zena.
"Jangan paksain kerja, Zen ... nanti ambruk. Tugas kita banyak banget. Kita harus pastiin nama tamu undangan nggak ada yang kelewat, terus kirim undangan pakai jasa paket karena Papamu larang kita keliling. Aku juga mau kontrol rumah kita. Kamu cuti, ya, aku yang urus ke HRD."
Zena menghela napas panjang. "Dala, kamu kenapa manjain aku begini. Aku masih bisa urus semuanya sendiri. Jangan kamu semua yang urus masalahku. Aku nggak apa-apa, nanti aku minum obat. Kerjaan nggak bisa dicancel. Apalagi Papa habis kena masalah yang imbasnya ke perusahaan ini."
"Papa punya tim hukum yang hebat, kok. Kemarin tim purchasing bahas bareng. Kasus ini cuma perkara sengketa kepemilikan lahan yang mau dibangun bioskop dan supermarket, urusan encer."
"Iya, tapi tetep aja, Dala. Bagian humas udah email aku terus buat bantu hadapin wartawan. Aku doang yang bisa tenang kalau ada wawancara, nggak panikan."
Mandala hanya tersenyum sebagai tanggapannya. "Habisin tehnya, kita keluar berdua dari sini karena aku nggak mau calon istriku nanti mendadak pingsan."
Zena tertawa pelan, ia membaca pesan masuk diponselnya dari Dipa.
[Zena, ke ruang Papa sekarang.]
Ponsel ia arahkan ke depan wajah Mandala. "On duty, bos besar manggil."
"Oke, call me if you need me, honey," bisik Mandala tak lupa memberikan kecupan ringan pada kening Zena.
"Sure, Mr. Dala," balas Zena yang mampu membuat Mandala tersenyum tipis.
Zena berjalan lunglai karena tak enak badan, tubuhnya demam semakin tinggi. Tetap saja ia paksakan bekerja.
"Pa," sapanya seraya melangkah masuk. Kedua mata Zena membulat saat melihat wanita yang lama tak ia jumpai. "Kak Soraya!" pekik Zena senang. Keduanya berpelukan erat bak sahabat yang lama tak bersua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Romance☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...