His back!

1.3K 167 6
                                    

💞

Zena menatap angka di m-banking dari layar ponsel. Dua bulan sudah ia hidup dengan cara berbeda. Kedua bahunya merosot. Ia tekan angka lima ratus ribu untuk isi dompetnya.

Setelah uang keluar dari mesin ATM, ia masukan ke dompet. Zena segera berjalan menuju toko baju yang tadi ia lewati, Zena sedang ke mal menemani Zaver beli laptop baru karena yang lama rusak akibat jatuh dari lantai dua rumah saat Zaver terpeleset akibat lantai licin.

Toko baju itu Zena sambangi, Zaver sendiri berjalan di sisinya. "Yah, kok mahal," gumam Zena. "Mbak, yang diskon mana, ada nggak?"

"Belum ada, Mbak. Ini lagi promos, kemeja santai ini dari harga satu juta jadi tujuh ratus ribu," tukas pramuniaga.

Tujuh ratus ribu, buat Zena sekarang itu mahal. Uang miliknya mau ia tabung untuk simpanan, ia mau membuktikan ke papanya jika bisa berubah gaya hidupnya.

"Kak, nggak jadi beli?" Zaver menggandeng tangan Zena. Tinggi tubuhnya sudah sama, bisa dibilang Zena seperti sedang jalan dengan pacar brondong padahal ya adiknya sendiri.

"Iya," jawab Zena singkat. "Makan yuk, terus pulang. Aku mau di rumah aja." Zena mengarah ke tempat makan all you can eat, tapi ia segera berhenti.

"Kenapa, Kak? Mahal juga?" Zaver memandangi Zena yang terpaku pada tempat makan itu.

Ia menoleh, lalu mengangguk. "Kamu mau makan apa?"

"Kak Zena mau apa? Sushi? Nanti Zaver bilang Papa kalau Zaver yang mau. Jadi duit Kakak diganti Papa."

Zena menggeleng lemah, ia tak tega meminta adiknya bohong demi keinginannya.

"Bakso, yuk!" usul Zena.

"Oke. Ke Pakde Adul aja, depan sekolah Kakak."

Zena setuju, itu memang bakso terenak yang cocok di lidah keluarganya. Zena mengemudi sendiri dengan mobil Letta, Zaver bercerita tentang kegiatan di sekolah bahkan hingga urusan cinta monyet. Zena tak suka adiknya banyak ditaksir cewek kecentilan, ia mau adiknya mendapatkan cewek yang minimal setara dari segi prestasi.

Zaver berharga untuk keluarga, prestasi akademis dan non akademisnya terbilang memuaskan, jadi sayang kalau sampai urusan cinta monyet membuatnya galau.

"Kak, Zaver mau mie ayam bakso urat, mienya setengah mateng, minumnya teh tawar hangat." Zaver berjalan ke meja kosong, Zena tau betul Zaver tak suka mie lembek, pasti mual ujung-ujungnya.

Pesanan mereka siap tak butuh waktu lama, keduanya lahap makan bahkan Zena kepedesan karena kebanyakan menuang sambal.

"Kak, rumah depan kan udah keisi tiga penghuni kos. Karyawan muda semua. Kata Ibu ganteng-ganteng, Kakak nggak mau ngintip?"

"Nggak. Ngapain?" Zena menggigit kerupuk.

"Yakin? Kata Ibu cocok sama Kakak."

Zena menoleh, "Ibu udah ngebet nyuruh aku nikah, ya?" Kedua matanya menyipit. Zaver mengangkat kedua bahu, mana ia tau.

Lagi-lagi Zena terkejut saat melihat Mandala datang dan memesan bakso, tapi tidak makan di tempat melainkan dibungkus. Mandala hanya melirik Zena sepintas lantas kembali menunggu pesanan bakso siap.

Zena ingat reuni dadakan beberapa waktu lalu. Mandala, ia bekerja sebagai editor di perusahaan ternama milik artis Ibu kota. Lingkungan pertemanannya kalangan artis top dan pebisnis bertangan dingin, tetapi Mandala yang berpenampilan cuek tak menunjukkan dirinya sekompeten itu.

Mandala saat reuni tetap dibully sebagai si cupu yang diputusin Zena seenaknya. Tak membalas, Mandala hanya tersenyum tipis lalu menyimak teman-teman lain saling adu kesuksesan.

Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang