💞
Hela napas panjang Zena membuat Mandala melirik saat keduanya sama-sama bersandar pada dinding kayu gubuk itu. Penerangan dengan senter ponsel masih bisa membuat keduanya jelas melihat kondisi sekitar.
Derasnya hujan terdengar jelas, belum lagi hembusan angin kencang yang menimbulkan suara riuh dedaunan disekitar gubuk berisi satu kamar saja dengan ruangan kecil tanpa sekat di tengah, membuat keduanya kembali terdiam.
Zena tak betah membisu, ia pun bersuara pada akhirnya. "Kuliah di mana setelah lulus SMA?"
"Kenapa tanya-tanya!" jawab Mandala ketus.
"Nggak ada alasan spesifik, sih. Biar nggak kayak batu aja kita diem doang!" sahut Zena kesal.
Mandala melirik sepintas sebelum menatap lurus lagi. "Luar."
"Oh." Hanya itu respon Zena.
"Beasiswa," lanjut Mandala.
"Bodo amat," gumam Zena.
"Gue kerja part time sambil kuliah. Di pabrik pengepresan kaleng bekas."
"Nggak nanya," sambung Zena. Ia memijit kakinya yang nyeri.
"Lo tau keluarga gue nggak bakal mampu kuliahin gue di sana, kan?"
Zena diam.
"Gue apply setelah lo putusin gue."
"Ungkit terosss...!" singut Zena lalu melirik kesal.
"Bodo amat!" balas Mandala.
Kembali keduanya diam. Semenit saja, setelahnya Zena kembali bertanya.
"Tinggal di asrama?"
"Nggak. Numpang sama bos tempat kerja. Di gudang pabrik." Mandala diam. "Kehidupan asrama nggak nyaman. Terlalu bebas."
"Sok banget nggak mau berbaur." Zena berdecak. "Nggak mesti lo ikutan bebas."
"Gue manusia biasa yang imannya naik turun. Kayak kemarin waktu cium lo. Iman gue drop."
Zena terhenyak. Ia ingat bagaimana Mandala menciumnya dan bibirnya begitu nikmat bagi Zena. Pas terasa untuknya.
"Hobi lo ungkit-ungkit ya ternyata. Kasihan," sinisnya.
"Biar lo inget."
"Gue belom pikun jadi nggak perlu lo ingetin."
Mandala kini berdecak, ia kesal Zena selalu bisa membalas kalimatnya.
"Ibu!" teriak Zena saat mendengar suara petir. Ia memejamkan mata, tubuhnya mendadak gemetar. Mandala menggeser posisi duduknya, ia rapatkan ke Zena yang langsung menutup telinga lantas bersandar pada bahu Mandala.
"Cemen," gumam Mandala. Zena memang takut petir apalagi yang sangat kencang suaranya. Masih memejamkan mata, ia mencium wangi parfume Mandala. Wangi yang sama seperti dulu. Parfume yang ia belikan untuk pria itu saat masih menjadi kekasihnya.
"Zen."
"Apa?" Zena masih terpejam namun telinganya sudah tidak ia tutupi.
"Gue ... gue pernah mau nikah tapi gagal."
Zena melotot. Ia duduk tegap lantas menatap lekat Mandala. Ternyata Mandala sedang menatapnya balik.
"Gue nggak bisa. Ternyata lupain lo susah. Gue batalin nikah dua bulan sebelum acara. Lo kenapa sih, bikin gue stuck mikirin lo padahal lo bikin gue sakit hati banget!" Raut wajah Mandala begitu kesal, Zena hanya bisa bersandar sambil memalingkan wajah ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Romance☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...