💞
Suara gitar mengiringi Zaver bernyanyi dari dalam kamarnya terdengar merdu. Zena sedang numpang sarapan di rumah Dipa sebelum berangkat ke sekolah Letta untuk mengajar tari saman.
"Adek nggak les, Bu?" Kunyahan bubur ketan hitam di dalam mulut Zena terasa lembut. Rambutnya masih basah karena malas dikeringkan dengan hairdryer. Dipa masih sibuk dengan teflon besar juga spatula kayu di tangannya. Ia sedang membuat nasi goreng kampung untuk Zano dan Rere yang semalam request. Ingat, Dipa kalau masak seringnya pakai kaos lengan buntung yang longgar dan celemek appron. Tak lupa serbet putih terselampir di bahu kirinya.
"Adek libur les semua. Ibu mau Zaver istirahat dulu. Ibu mau ajak pergi." Letta menuangkan teh hangat ke cangkir Zena.
"Kemana?! Zena ikut boleh!" Wajahnya langsung sumringan.
"Sembarangan. Kerjaan kamu di kantor banyak. Harap bertanggung jawab nona muda. Ganggu kita mau liburan," kesal Dipa sambil mengaduk nasi goreng. Tak lupa ia tambahkan potongan ati rempela yang sudah di rebus hingga empuk lalu digoreng setengah kering supaya tak amis.
"Oh, liburan tapi yang diajak anak bontot doang. Mentang-mentang Zena doang yang belum--" Ia meringis, lupa kalau sudah tiga hari resmi menjadi pacar Mandala lagi.
"Makanya cari jodoh! Biar langsung nikah terus liburan kita sekeluarga lengkap semua! Ada dua cowok tinggal pilih. Dua-duanya ok. Mau yang kayak apa, sih, Zen!" tunjuk Dipa dengan spatula di tangannya ke arah Zena.
"Yang kayak Papa. Walau resek, nyebelin, tapi pinter masak, bisa kepang rambut, kuncirin rambut, sisir rambut Zena, pakein sepatu, urus anak bayi juga anak kecil. Laki-laki limited edition kayak Papa itu harus Zena cari pakai doa setiap waktu, Pa. Nggak gampang."
Dipa mematikan kompor, ia mendekat ke putrinya yang menyuap bubur ketan hitamnya lagi.
"Zena dengerin, Papa. Laki-laki semua berbeda. Sifat, watak, kelakuan. Jadi kamu nggak bisa buat cari laki-laki yang kayak Papamu ini. Papa itu bukan limited edition, tapi the one and only dan cuma buat Ibu Letta. Nggak akan ada yang bisa kayak Papamu ini, sayangku. Jadi, terimalah kenyataan kalau kamu nggak akan dapatkan laki-laki yang persis Pap--"
"Siapa bilang! Sini, Mas Dipa," suara Letta membuat Dipa menoleh. Istrinya menggandeng tangan Dipa menuju ke jendela ruang tamu. Kebetulan pagar rumah terbuka lebar sehingga terlihat Mandala sedang menggendong Ghandy. Tampaknya Zano minta tolong sebagai rutinitas pagi Ghandy dijemur sebentar di jam 7, hanya lima belas menit.
Mandala sesekali mengajak Ghandy bercanda, dari cara menggendong putra Zano itu, tak ada rasa canggung bahkan kaku. Ditambah, Mandala memakai kaos lengan buntung juga dipadu celana pendek rumahan dan sandal jepit.
"Mandala tatoan, Bu?" bisik Dipa.
"Waduh, iya, Mas. Yah, kok tatoan ...," lirih Letta. Keduanya masih mengintip dari jendela ruang tamu.
"Zaverrr! Sarapaaann!" Dipa dan Letta kaget dengan teriakan Zena sambil melangkah menaiki anak tangga ke kamar adiknya.
"Udah ... udah,nanti kita cari tau, ayo makan, Mas!" Letta menarik Dipa kembali ke ruang makan. Zena membuka pintu kamar Zaver yang masih bermain gitar sambil bernyanyi.
"Kamu mau liburan ke mana sama Ibu dan Papa?" Zena duduk di kursi meja belajar adiknya. Ia melihat-lihat kamar Zaver yang banyak terpajang piagam, piala, plakat, pokoknya super berprestasi.
"Malang. Papa katanya mau ajak Ibu napak tilas jaman Papa muda. Ibu penasaran, jadinya ya minta ke sana. Liburan semesteran juga dua minggu, Kak. Ibu repotnya nanti, seminggu sebelum masuk sekolah. Nyiapin materi ngajar sama tim guru lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)
Roman d'amour☆Lanjutan Single Father & Love, Zano☆ _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak mau membuat papanya kecewa karena perusahaan turun temurun. Tetapi apes menimpanya saat laporan keuan...