Diabaikan

1.1K 158 8
                                    

💞

Ini adalah kali pertama ia membuat Letta sangat kecewa padanya, Zena tak bisa berbuat banyak. Masih dalam kondisi pengar, ia juga demam tinggi. Meringkuk sendirian di paviliun bergelung selimut tebal.

Sudah jam sepuluh pagi di hari minggu, tapi tak satupun anggota keluarganya yang datang menjenguk.

Tenggorokannya sakit bekas menenggak minuman beralkohol. Wajahnya sembab karena sisa-sisa menangis semalaman bahkan hingga saat itu air matanya masih sesekali jatuh.

Zena menyesal, sangat. Akan tetapi nasi sudah menjadi bubur. Samantha dan Lana terus menghubungi namun ia abaikan, terlalu lemas menjawab pertanyaan dua sahabatnya itu.

Mau tak mau Zena beranjak untuk membuat minuman hangat, tubuhnya juga linu. Lengkap sudah.

Sambil menatap teko listrik yang terisi air belum mendidih, Zena melamun. Yang membuatnya tak habis pikir adalah Mandala. Ia setega itu dengannya ternyata. Zena tak suka balas dendam, ia tak dibiasakan melakukan itu sejak kecil jadi sekarang pun hanya bisa pasrah.

Jemarinya memijit kepalanya yang sakit, obat tak ada ditempatnya tinggal. Sambil menunggu air mendidih, ia raih ponsel, kembali duduk di tepi ranjang mengecek sisa uang yang ia punya.

Tak percaya, di rekeningnya hanya tersisa tiga ratus ribu, ia lupa jika kemarin sempat membeli beberapa baju dan sepatu dari tabungan yang ia simpan hingga lupa cek uangnya lagi. Kartu kredit Dipa sudah diambil lagi oleh lelaki itu. Semakin merasa tak berdaya, Zena hanya melihat sisa satu mie instan dalam cup di lemari penyimpanan.

"Miris banget hidup gue," keluhnya sambil mengusap kasar wajah cantiknya.

Pintu paviliun diketuk, Zena membuka perlahan. Muncul Zaverio berdiri sambil mengunyah burger. "Buat Kakak." Ia sodorkan plastik berisi burger, kentang dan ayam. Zena menangis memeluk sang adik.

"Papa sama Ibu pergi, Zaver beli ini tadi pake ojol. Kak, Kakak kenapa jadi begini," tegur Zaver. Zena membuka lebar pintu, lalu duduk di teras setelah selesai menyeduh teh panas. Ia ditemani Zaver makan di sana.

"Maafin Kakak ya, Dek," miris Zena. Zaver manggut-manggut. "Papa nangis, ya, semalam?"

"Iya. Papa sedih Kakak nakal." Zaver menyedot minuman soda sambil melirik ke Zena.

"Sorry," gumamnya.

"Kak Mandala!" teriak Zaver saat melihat Mandala baru membuka pagar kosan. Zaver melambaikan tangan, Mandala berjalan ke arah paviliun. Zena memalingkan wajah sambil mengunyah makanannya.

"Bisa temenin Kak Zena, nggak? Zaver mau beli obat buat Kak Zena!" ujarnya lantas berjalan ke arah sepeda punya Zena yang terparkir di garasi paviliun.

"Oke." Mandala lantas duduk di kursi teras di dekat Zena, terpisah meja kecil. Zena makan sambil memunggungi Mandala, ia tak mau melihat apalagi basa basi dengan lelaki yang membuatnya malu.

Mandala membuka bungkusan minimarket, ia keluarkan kopi instan dalam kaleng lalu meneguknya. Tak ada obrolan, Mandala sendiri sibuk edit video konten artis yang menjadi bosnya dengan tablet di atas pangkuannya.

Zena mendadak mual, ia berlari ke dalam paviliun lalu muntah-muntah. Keluar semua makanan tadi, ia terengah sambil menekan flush kloset kamar mandi. Segera Zena kumur-kumur, ia pikir Mandala akan mengejarnya untuk membantu, tetapi tidak.

Zena duduk lemas di atas ranjang, masih mual dan sekarang keringat dingin.

Zaver kembali, ia menenteng plastik apotek. "Kak," sapanya. Zena melirik lemas, Zaver duduk di samping kakaknya. "Pucet banget, ke dokter aja, ya, Kak!" seru Zaver. Zena menggelengkan kepala cepat.

Terjebak Mantan Belagu! ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang