Bab 3 - Carilah Bebas

818 88 72
                                    

⚠️ content warning ⚠️

Happy Reading

"Jangan terlalu bahagia untuk merayakan, masih ada sedih yang akan datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan terlalu bahagia untuk merayakan, masih ada sedih yang akan datang."

- Lembar Usang Bab 3

Alunan lagu elegi tentang cita-cita yang sudah lama ditentukan adalah satu hal yang masih Tanukala pertahankan. Meski ia harus meredupkan mimpinya sejak kecil untuk menjadi abdi negara. Tidak apa, Tanukala sudah merelakan mimpi itu. Ia juga sadar posisi dirinya yang tidak layak untuk menggapai cita-citanya.

Selayaknya lirik lagu Tulus, kau terlalu berharga untuk luka katakan pada dirimu, semua baik-baik saja. Tanukala dan diri sedang sama-sama berusaha untuk tetap berdiri dengan segudang harapan yang ia pikul.

Tidak apa-apa jika ia terus terjatuh, tidak apa-apa jika ia terus mendapat hujatan dari sang Papa, tidak apa-apa jika ia harus terus dituntut ini dan itu, Tanukala tahu semua yang dilakukan sang Papa itu semua demi masa depannya yang gemilang.

Sore ini seperti halnya balasan yang dia kirimkan kepada Bentala untuk bertemu di sudut jalan kota. Wajah lelaki itu terlihat sangat berantusias, ia tidak sabar bercerita banyak hal kepada Bentala. Mungkin jika bisa membaca pikiran Tanukala, di dalam sana ada banyak pertanyaan yang berkelit.

Dari seberang jalan Tanukala bisa melihat Bentala yang tengah mendongak menatap langit sore ini.

Pada saat Tanukala hendak menyebrang, langkah nya langsung terhenti di kala ingatan tentang kenangan buruk yang pernah ia lihat terlintas dalam pikiran. Dalam ingatan itu Tanukala mengingat jelas malam terakhir dimana ia mendengar jelas suara benturan tabrakan dari seberang jalan. Bahkan pekik suara orang-orang malam itu dapat Tanukala dengar secara jelas.

"Ada yang ketabrak!!!"

"Itu ada yang bunuh diri!!"

Sesak mengikat paru-paru Tanukala. Suara benturan itu terus saja terdengar disusul dengan suara-suara asing yang ramai. Sontak tubuh cowok itu sedikit membungkuk seraya mencengkram dada kirinya. kening Tanukala mengernyit dalam.

Rasa sesak itu mengundang gejolak perih di dalam perutnya. Perlahan Tanukala mundur beberapa langkah. Kakinya bergetar, lemas bukan main. Tanukala bahkan nyaris jatuh kalau saja ia tidak memegang tiang lampu jalan.

Buru-buru Tanukala merogoh saku celananya. Detik kemudian ia mengeluarkan botol obatnya yang selalu dibawa kemana-mana. Dengan tangan yang gemetar Tanukala mengeluarkan obat itu di telapak tangan untuk kemudian langsung memasukkannya ke dalam mulut. Ia telan langsung obat itu tanpa meneguk air sedikit pun.

Selama beberapa menit Tanukala meringis tertahan menikmati denging di telinganya. Gejolak rasa nyeri diperutnya bahkan tidak terelakkan lagi. Sakit, nyeri, dan sesak. Selalu seperti itu yang Tanukala rasakan setiap gangguan traumanya kambuh.

Lembar Usang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang