EPILOG

464 65 12
                                    

jangan lupa baca bab 28 nya 👋

Last Page

"Lembar tanpa tuan itu, akan menguning seiring berjalannya waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lembar tanpa tuan itu, akan menguning seiring berjalannya waktu."

—LEMBAR USANG—

Kini usahanya tidak lagi sia-sia. Namanya abadi pada buku tebal di  hasil penelitian yang telah ia tulis. Candra Tanukala sudah terkenang abadi.

Tatanan buku-buku hitam yang tersusun di atas rak buku nya akan disimpan untuk waktu yang lama. Lembar itu sudah tidak lagi memiliki tuan untuk menorehkan garis kisahnya. Dan secara perlahan setiap lembar pada buku-buku tersebut akan menguning seiring berjalannya waktu.

Perjalanan mereka berempat telah selesai. Kisah abadi yang mereka pernah lalui akan menjadi kenangan yang satu-satunya Bentala miliki.

Bastara. Naskara. Tanukala. Bentala.

Nabastala yang terbentang luas kini memiliki setiap bintang di sudut alam semesta. Tiga bintang yang akan bersinar di tengah sepi nya malam dengan satu cahaya yang masih berkelap-kelip menunggu waktu.

Bentala ikhlas pada setiap kepergian yang ia temui. Tidak dapat dipungkiri memang air mata yang berusaha ia tahan sejak sore tadi, pada akhirnya jatuh menetes di atas tanah gembur yang telah berwarna ditaburi oleh bunga-bunga.

Tangisnya pecah, dadanya sesak, tubuhnya gemetar. Bentala tidak sekuat itu untuk menjadi tegar. Hanya tangis yang dapat mewakilkan betapa rapuh nya ia kehilangan.

Telapak tangan itu gemetar menggenggam tanah yang telah ditaburi oleh bunga.

"Arrrghh!!"

Sementara di sebelah mereka, masih ada Celion dan juga Malik yang berdiri menunggu Bentala menangis. Mereka sudah menunggu isak tangis cowok itu. Mereka paham, Bentala sedari tadi memang menahan tangis--tidak mau terlihat payah di hadapan sahabatnya yang telah tutup usia. Mereka paham bagaimana sesaknya Bentala menahan isak tangisnya.

"Candra..."

Di penghujung hari menjelang Magrib, Bentala duduk di sebelah makam Tanukala. Menangis terpuruk sambil menggenggam tanah basah tersebut.

Kepulangan kali ini bukan tentang penyesalan, melainkan kehilangan sumber bahagia. Mau bagaimana pun awal pertemuan mereka, mau se-menyebalkan apapun sikap Tanukala yang selalu meledeknya, sahabatnya itu akan menjadi orang yang pertama kali mengembalikan tawa nya hanya dengan sikapnya yang konyol.

Candra Tanukala.

Selamat. Selamat menjadi abadi untuk setiap suka cita yang pernah ia berikan. Selamat menempuh perjalanan menuju kebebasan. Selamat berdamai atas semua penderitaan yang telah ia alami selama bertahun-tahun.

Lembar Usang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang