Bab 15 - Titik Mengkhawatirkan

576 68 63
                                    

⚠️ Trigger Warning ⚠️

Happy Reading

"Mereka asing pada tempat masing-masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mereka asing pada tempat masing-masing. Saling memilih untuk tidak bercerita dan saling memilih untuk menutupi sehebat mungkin."

— Lembar Usang Bab 15 —

Pada lembar putih tertoreh tinta hitam yang mengukir di atasnya. Menulis satu-persatu huruf yang pada akhirnya mampu menciptakan kalimat penuh makna.

Ada begitu banyak kalimat yang tak mampu untuk diutarakan. Dan tinta hitam itu menjadi saksi bisu dari setiap lara yang hadir mengetuk takdir.

Buku, lembar kertas, pulpen, Tanukala, dan Bentala. 

Mereka adalah satu-kesatuan yang tidak pernah luput dari begitu banyak lika liku kehidupan. 

Tanpa sadar, baik Tanukala maupun Bentala mereka sama-sama memiliki sebuah ruang penuh luka yang tersimpan erat di lubuk hati.

Tidak ada ruang yang tercipta untuk mereka mengutarakan luka. Mereka asing pada tempat masing-masing. Saling memilih untuk tidak bercerita, saling memilih untuk menutupi sehebat mungkin.

Malam ini, Bentala mengakui dirinya kalah. Ia kalah dengan berisiknya isi kepala, ia kalah dengan rasa takut akan kehadiran sang ayah. Makian yang sering ia dengar sejak kecil terputar dalam pikiran layaknya sebuah kaset yang baru. 

Di tengah temaram kamar, Bentala duduk di depan jendela kamar. Lelaki itu duduk seraya menekuk kakinya. Matanya sembab akibat menangis semenjak tiba di kamar lima belas menit yang lalu. Ia menengadah menatap langit. Hatinya sesak bukan main.  Ada sebagian di dalam dirinya yang semakin hancur ketika lagi-lagi hadirnya ditolak oleh seseorang yang  ia anggap sebagai ayah.

"Ma..." Bentala melirih. 

"Kenapa harus Mama yang pergi? Kenapa... kenapa bukan Tala aja yang pergi?" Air matanya menetes. 

"Tala... salah apa sih Ma? Kenapa rasanya nggak ada satupun orang yang terima Tala?" 

"Tala juga nggak minta buat ada di sini... Tala... Tala nggak pernah minta buat dilahirin Ma..."

Ingatan beberapa saat lalu kembali terlintas dalam ingatan Bentala.  Kejadian itu seperti panah yang menusuk tulang belakang tubuh Bentala. Rasanya begitu menyakitkan. 

Beberapa saat yang lalu, ketika ia  hendak membuka mobil berniat untuk pulang. Tiba-tiba saja seseorang melemparkan sebuah batu berukuran sedang dengan cukup keras hingga mengenai punggung cowok itu.  Sontak Bentala berdesis lirih menahan sakit. Perlahan ia berbalik. 

"Pergi kamu dari sini!" 

Sosok pria jangkung yang memakai pakaian lusuh dengan sekaleng bir melangkah menghampiri Bentala.  Matanya tampak sayu. Aroma tidak sedap tercium nyengat hingga membuat Bentala nyaris muntah. Pupil mata Bentala membulat, ia terkejut bukan main saat melihat presensi sang Ayah yang terlihat sangat mabuk.

Lembar Usang [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang