-00.25-

2.9K 186 20
                                    

Seandainya hari itu kau tak memperhatikanku, melibatkan aku dikehidupanmu, mungkin ... aku tak segila ini.

☆happy☆reading☆

Di sinilah Salma berada, menatap pada sekeliling rumah yang cukup sederhana namun sedikit gelap. Sebenarnya sampai di sini saja Salma sudah merasakan hawa tidak enak, entah ini firasat atau dirinya terlalu berpikir negatif.

"Rumah gue gelap, ya? Haha, sorry gue nyalain lampunya dulu."

Ya, kini Salma sedang berada di rumah Erida. Sesuai dengan kesepakatannya tadi untuk menemani Erida mengerjakan PR di rumahnya. Sebenarnya dalam batin Salma berpikir apakah benar Erida mengetahui kemana Devananta pergi? Padahal menurutnya, Erida tak begitu dekat.

"Orang tua kamu kemana?" Salma berusaha memecahkan keheningan. Pasalnya sejak tadi rumah ini nampak sepi, tidak ada yang menyambutnya sama sekali.

"Mati kali."

"Maksudnya?"

"Orang tua gue kerja, gila kerja mereka. Lo mau minum apa? Biar gue buatin."

"Air putih aja." Salma menjawab namun matanya kembali melihat kejanggalan, Erida mengunci pintu utama rumahnya lalu memasukkan ke saku celananya. "Kenapa nggak dibuka aja pintunya?" lanjutnya.

"Ya gak apa-apa sih, kita kan mau belajar biar fokus. Ini kebiasaan gue kalau belajar harus hening."

Salma mengangguk paham lalu berjalan menuju sofa yang beberapa bagiannya robek. Matanya menjelajahi setiap dinding yang nampak kosong, tak ada satupun hiasan atau figura yang tertempel pada dinding rumah ini.

Punggung remaja itu menghilang dibalik tembok, jari-jari lentik Salma saling menekuk entah perasaan hebat ini pertanda apa. Matanya melirik gelisah, keringat dingin mengaliri pelipis matanya.

"Sal, kok ngelamun?"

Sejenak Salma teraentak kaget melihat Erida yang berdiri di depannya. Dengan segelas air di tangan kiri serta beberapa buku di tangan kanan.

"Aku kayaknya mau pulang aja." Salma merapatkan kakinya kala Erida duduk di lantai menghadap Salma duduk di atas sofa.

"Kenapa?"

"Aku ada janji sama temen, mungkin besok aja kit—"

"Tapi, lo juga udah janji sama gue buat nemenin gue, kan?"

Plak

Salma menepis tangan Erida yang perlahan mulai menyentuh kaki tanpa balutan rok.

"Jangan kurang ajar!"

Erida tersenyum tipis, "Gue mau ngajarin lo biar pinter," Erida mulai menyandarkan kepalanya pada paha Salma, "Lo pacaran lama sama Anta ga mungkin gak pernah ngapa-ngapain, kan?" Lanjutnya dengan nada meremehkan.

"Apa maksud kamu?" Salma meninggikan suaranya.

"Ayolah, jangan pura-pura lugu gitu dong. Mau tau perginya Anta gak nih?"

Salma terdiam mematung saat Erida menyentuh paha dalamnya dan mengatakan, "Gue bisa main pelan, nanti gue bakal kasih tau kemana perginya Devananta."

"A—aku bisa cari sendiri, tolong lepasin aku."

"Tadi kan lo mau temenin gue, dikit deh gak sampe masuk. Mau ka—"

Cuih

Emosi di ujung tanduk, Salma meludahi wajah Erida saat itu juga. Terdengar suara gesekan antara gigi atas dan bawah Salma, menahan amarah yang siap meledak.

DevanantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang