1. Kim Seokjin

197 13 0
                                    

"Tapi aku bukan, hyung." ucap Seokjin dengan senyum kecil. Setelah mengucapkan itu, ia izin untuk masuk ke kamar. Makan malam dengan keluarga besar selalu menjadi tantangan tersendiri baginya. Ia tidak suka bertemu banyak orang, apalagi orang yang hanya akan membandingkan dirinya dengan kakak atau sepupu-sepupunya.

Ia tumbuh di keluarga yang cukup berada dan terpandang. Mempunyai orang tua lengkap serta kakak laki-laki, semuanya terlihat sempurna. Setidaknya itu juga yang ia rasakan sampai ia beranjak remaja. Kim Seokjin selalu mendapat perhatian berkat ketampanannya sejak kecil. Awalnya ia menyukai perhatian itu, ia suka saat orang memujinya.

Lalu semuanya mulai berubah saat mereka beranjak remaja. Ia mulai merasa menjadi tampan saja tidak cukup. Percuma tampan jika kau tidak sepintar dan seberbakat kakak laki-lakimu. Orang-orang mulai membandingkan mereka. Kakaknya yang berprestasi dan penuh karisma selalu lebih menojol dibanding dirinya yang pemalu dan canggung saat bersama orang baru. 

Mereka membuatnya merasa kecil dan kalah. Ia tidak membenci kakaknya, tentu saja. Bagaimanapun kakak laki-lakinya masuk dalam deretan orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Hanya saja ia terkadang merasa iri dan tidak nyaman. Ia ingin sekali saja orang bisa melihatnya sebagai Seokjin tanpa bayang-bayang sang kakak. 

Orang tuanya memang memberikan kasih sayang sebanding dan berusaha bersikap adil. Meski terkadang tanpa sadar juga ikut membandingkan. Tapi ia tahu, orang tua dan kakaknya tidak pernah bermaksud menyakitinya. Ia sangat bersyukur dengan ini.

Hanya saja, mungkin ia yang terlalu sensitif. Mungkin ia terlalu perasa saat mendengar kerabat dan teman-teman orang tuanya membicarakan perbedaan mereka. Harusnya ia bersyukur, setidaknya ia punya kakak yang bisa dibanggakan. Bayangkan jika ibunya hanya punya dirinya sebagai anak tunggal,  mungkin ibunya harus membelanya dari omongan buruk tetangga dan hanya bisa diam ketika mendengar mereka membanggakan putranya. Sebab tak ada yang bisa ia banggakan selain tampangnya  yang lumayan. Setidaknya ibunya punya sang kakak untuk membalas omongan tetangga.

Tidak seperti anak lain yang punya tujuan dan cita-cita yang jelas sejak kecil, Seokjin tidak pernah benar-benar tahu apa yang ia inginkan saat dewasa kelak. Ia menyadari dirinya tidak secerdas sang kakak atau teman-temannya di bangku sekolah. Ia juga tidak pernah tertarik dengan profesi yang membutuhkan kecerdasan. Ia menyukai bidang jurnalis dan seni, setidaknya menurutnya itu lebih mudah dibandingkan menyelesaikan soal matematika atau kimia yang menurutnya tidak berguna. Ia sempat ingin menjadi seorang jurnalis, tapi ia berubah pikiran saat melihat suatu drama yang diperankan oleh aktor yang sampai sekarang menjadi idolanya. 

Ia ingin menjadi aktor. Setidaknya ia punya tampang yang mendukung dan aktor tidak harus berurusan dengan angka-angka rumit. Saat meminta izin untuk melanjutkan kuliah di Konkuk University dengan jurusan studi film, keluarganya memberikan dukungan penuh. Meski banyak kerabat jauh dan tetangga yang meragukan pilihannya, sebab Seokjin terlalu pemalu menurut mereka. Seokjin hanya berharap kelak ia akan menjadi aktor sukses yang dapat membanggakan Ibunya dan membuktikan jika perkataan mereka salah.

Sampai ketika suatu hari seseorang wanita parubaya mendekatinya dan menawarkan untuk menjadi trainee di agensi mereka. Ini bukan pertama kalinya memang. Jika saat mendapat casting jalanan dulu ia curiga jika ini adalah penipuan, kali ini ia harus lebih bijak.

Seokjin menerima kartu nama yang diberikan wanita itu. Lalu memikirkannya seharian penuh sebelum meminta pertimbangan dari keluarganya. Mereka nampak ragu karena agensi yang menawarkannya hanya agensi kecil. Tapi pada akhirnya mereka mendukung apapun keputusan Seokjin. Ia memutuskan untuk mencoba, mungkin saja ini kesempatannya untuk sukses.

Maka beberapa minggu setelahnya, ia sudah mengikuti training di agensi itu. Menjalani sesi latihan di sela-sela jam kuliahnya. Awalnya semua berjalan dengan baik, ia tidak terlalu kesulitan karena ini sejalan dengan passion dan kuliahnya. Selain itu menjadi trainee aktor juga menambah pengetahuannya di bidang perfilman khususnya dalam praktik. Ia merasa trainingnya adalah jam kuliah tambahan yang lebih berfokus pada praktik berlakon.

Special LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang