23. Run Away

25 2 0
                                    

"Mamamma?" Eumji mengangguk, memberikan senyuman agar Yeori tahu mereka baik-baik saja. Eumji harap begitu, mereka akan baik-baik saja kan? Meski tanpa keberadaan Jin.

"Pappapa?" Binar bertanya Yeori memunculkan perasaan bersalah bagi Eumji. Yeori terlalu anak ayah untuk dipisahkan dengan appa-nya. 

"Apappa?" saat Yeori kembali bertanya, Eumji hanya bisa memeluk putrinya lebih erat.

"Pappapa ja?" Maafkan Eumji karena berbohong pada putrinya. Tapi akhirnya ia mengangguk saat Yeori bertanya apa appanya bekerja. Setidaknya itu bisa membuat Yeori berhenti bertanya soal Jin untuk beberapa waktu kedepan. 

Eumji mendudukan Yeori di tengah ranjang hotel. Gadis kecil itu nampak bingung dengan suasana berbeda di sekitarnya. Ini memang bukan pertama kali Yeori menginap di hotel, tapi tetap saja anak yang belum genap dua tahun itu tidak terbiasa dengan suasana asing begini. 

"Papappa. Eomma ma papappa." kata Yeori menunjuk televisi yang ada di ruangan itu. Eumji mengangguk, menyalakan televisi untuk memutar video apa saja yang ada Jin-nya. 

Yeori lebih tenang setelahnya, anak itu fokus melihat Jin di layar televisi. Sesekali ikut tertawa saat Jin atau member bangtan lain tertawa. Eumji menghela napas kasar, akan sulit bagi Yeori untuk berpisah dari ayahnya. Tapi mulai sekarang ia harus membiasakan diri, ia harus bisa merawat Yeori tanpa bantuan Jin. Meski itu terlihat sangat sulit, Eumji tidak akan mengorbankan Yeori maupun mimpinya. Mereka akan berjuang bersama-sama. Ia dan putri kecilnya.

Sementara itu, Jin baru kembali ke rumah menjelang makan malam, ia khawatir Yeori kesulitan tidur jika tidak dibacakan dongeng seperti biasa. Maka ia memutuskan untuk kembali ke rumah.

"Yeori-ah, appa pulang!" seru Jin memasuki rumahnya. Jika biasanya Yeori akan berlari kecil menghampirinya, kali ini tidak. Jin menduga Yeori sedang di kamar mandi jadi tidak bisa mendengar panggilannya. Jadi ia berjalan ke kamar mandi di kamar mereka. Saat tidak menemukan keberadaan Yeori maupun ibunya, jantung Jin memacu lebih cepat.

Ia masuk ke walk in closet mereka, menahan napas saat melihat koper Eumji tidak ada di tempat biasa. Ia mengamati seisi closet dan kamar mereka, tidak ada lagi guling kesayangan Yeori, juga beberapa mainan dan buku dongeng, sebagian pakaian Eumji dan Yeori juga tidak ada. Dengan panik Jin mencoba menghubungi Eumji. Semoga ini tidak seperti yang ia pikirkan.

"Ji, angkat, ayo angkat." tapi sekalipun Jin menelpon berkali-kali, Eumji tidak menjawab panggilan itu.

[Ji-ah, kalian di mana?]

Jin mengumpat saat mendapati pesannya tidak terkirim, kemungkinan Eumji memblokir nomornya karena ia tidak bisa lagi melihat foto profil Eumji. Masih dalam keadaan panik, Jin membuka komputernya, mencoba mengecek rekaman CCTV yang ada di rumah sampai lorong depan rumahnya. 

Eumji masuk kamar setelah mereka bertengkar, sayang sekali dikamar tidak ada CCTV jadi Jin tidak tahu apa yang Eumji lakukan saat di kamar, yang jelas wanita itu menghabiskan waktu cukup lama di kamar. Lalu Eumji keluar dalam keadaan menangis, pergi ke dapur untuk mengambil dot dan alat makan Yeori, lalu ke ruang tengah mengambil mainan favorite putrinya sebelum kembali masuk ke kamar. Sekitar setengah jam setelahnya Eumji keluar dengan menggedong Yeori yang sepertinya masih tertidur, dia juga membawa koper dengan tas ransel yang diletakkan di atasnya. Lalu keluar rumah, berjalan memasuki lift sambil membuka ponsel, Jin tebak memesan taksi online. 

"Oh astaga, apa yang aku lakukan!" marah Jin pada dirinya sendiri setelah melihat rekaman CCTV itu.

 Dia mengusirnya. Ok, tidak secara eksplisit, tapi jika mengingat-ingat berdebatan mereka tadi pagi, Jin membiarkan Eumji pergi. Ia membiarkan rumahnya pergi. Semakin ia mengingat ucapannya pagi tadi, semakin buruk pula perasaannya. Bagaimana bisa Jin mengatakan hal-hal itu di saat harusnya ia menjadi orang pertama yang mendukung mimpi-mimpi Eumji. Jin kira stigma wanita berkarir saat memiliki anak bukanlah hal serius, tapi ternyata beban ganda wanita memang ada. Dan dia tanpa sadar melanggengkan stigma itu. Ia secara tidak langsung menyuruh Eumji agar melakukan pekerjaan domestik saja, membatasi ruang geraknya, dan ikut berupaya memendam mimpi-mimpi Eumji.

Special LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang