11. Komitmen

39 1 0
                                    

"Kau yakin ingin melakukannya?" tanya Jin untuk kesekian kalinya. Ia memang tidak siap dengan kehamilan Eumji, tapi untuk menggugurkannya, ia tidak yakin ini pilihan terbaik.

[Apa kita punya pilihan lain?]

Seokjin menggeleng dengan ekspresi bersalah. 

"Aku, aku tidak bisa menjanjikan komitmen denganmu. Tapi jika kau ingin mempertahankannya, aku akan mendukungnya. Apapun yang kau butuhkan, kau bisa mengatakan padaku, Eumji-ah." 

Seokjin tidak mungkin menikahi Eumji, tapi ia tidak keberatan untuk merawat baby mereka bersama. 

[Kau ingin aku mempertahankannya?]

Seokjin tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Karena sekalipun ia tidak rela, ia tidak punya hak. Eumji yang akan melewati fase mengandung, melahirkan, menyusui, dan semacamnya, ia  tidak punya hak untuk memutuskan apakah akan mempertahankan atau melepaskan calon anak mereka. Karena jika pun mempertahankannya, Eumji yang akan lebih banyak mendapatkan dampaknya. 

Belum lagi jika mereka memikirkan soal karir. Bagi Jin memiliki anak saat ini, tanpa pasangan pula, jelas bukan berita yang baik untuk didengar publik. Sedangkan Eumji juga punya mimpi dan target karirnya sendiri. Lalu memiliki anak jelas akan mempengaruhi karir Eumji. Jika ia memutuskan untuk mempertahankannya, itu berarti ia harus mengorbankan karirnya sejenak. Tidak ada jaminan jika ia kembali nanti karirnya akan sebagus sekarang. Ia akan tertinggal dan mungkin tak akan bisa mengerjar ketertinggalan itu karena ada tanggung jawab lain yang harus ia penuhi jika memiliki anak.

Satu yang bisa Eumji simpulkan dari karirnya kelak, kacau. Ia mengacaukan mimpinya, harapan ibu panti dan adik-adiknya. Tapi ia juga berat jika harus menghilangkan anaknya sendiri. Apakah sebanding? Nyawa anaknya dengan karirnya?

Saat menyadari Eumji kembali menangis Seokjin merasa semakin bersalah. 

[Aku tidak ingin membunuhnya, tapi aku tidak bisa mempertahankannya. Aku takut, takut sekali.]

Seokjin mengangguk mengerti, karena ia juga merasakan kebimbangan dan ketakutan yang sama.

Ini sudah dua pekan sejak mereka tahu soal kehamilan Eumji. Seokjin memberi waktu pada Eumji untuk memikirkan keputusannya, tapi sepertinya sepanjang apapun waktu yang diberikan tidak cukup. Mereka akan terluka apapun keputusan yang diambil.

"Kim Eumji, dengarkan aku. Aku tahu kau belum siap dengan apapun ini, aku pun sama. Kau selalu punya kesempatan untuk berubah pikiran. Sekalipun nanti saat kita ada di hadapan dokter, kau tetap punya kesempatan untuk mengubah keputusanmu. Yang harus kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu menjalani ini sendiri." Karena bagaimanapun juga ini salahnya, batin Seokjin menatap bersalah wanita yang duduk di sampingnya.

Jantung Seokjin memompa lebih cepat saat sampai di klinik yang sudah mereka reservasi sebelumnya. Hati kecil Seokjin berharap Eumji akan mengubah keputusannya, meskipun ia juga tidak siap dengan ide memiliki anak dalam waktu dekat, tapi ia merasa tak nyaman membayangkan mereka akan membunuh calon anak mereka sendiri.

"Hyung, apa yang kau lakukan disini?" Dari sekian banyak orang dan sekian banyak klinik yang ada di Seoul, Seokjin tidak mengira ia akan bertemu Yoongi dan Sabrina begitu memasuki ruang tunggu.

"Kau bersama Eumji eonnie?" tanya Sabrina menyadari keberadaan Eumji yang berdiri sedikit di belakannya.

"Yoongi-ya. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini." ucap Seokjin mengulur waktu untuk mencari alasan yang masuk akal tentang keberadaannya di tempat ini.

"Kami berencana mengambil program hamil, makanya kami ke sini untuk berkonsultasi." Tentu saja, itu masuk akal karena mereka pasangan yang baru saja menikah. Ia semakin kesulitan mencari alasan, apalagi saat Sabrina mulai menatap curiga ke arah mereka.

Special LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang