31. Buku Diary

78 23 0
                                    

"Masa siang-siang tidur sih, nggak enak banget... mending gue bikin aktivitas aja," gumam Vee pelan, matanya menatap langit-langit sambil menggeliat kecil, lalu duduk di tepi ranjang dengan rambut masih berantakan.

Ia bangkit pelan, menyeret langkah ke arah meja yang dipenuhi tumpukan buku. Tangannya menyibak beberapa buku sembarangan, matanya menyipit, mencoba membaca tulisan kecil di sampul yang udah agak usang.

"Hmm... apa gue bikin buku diary aja, ya?" gumamnya sambil menarik napas panjang. "Kan seru juga, nanti anak gue bisa baca... tahu betapa ruwetnya hidup nyokapnya dulu."

Tangannya berhenti di satu buku berwarna cokelat tua dengan ukiran daun di sampulnya. Ia mengelus pelan permukaannya.

"Kayaknya ini cocok deh..." ucapnya sambil mengangguk mantap, lalu duduk kembali, membuka halaman pertama dengan penuh rasa penasaran.

Ia mulai menulis.

Tangannya bergerak cepat, menggoreskan pena di atas kertas putih yang masih bersih. Ia tulis semuanya—dari pertama kali ia ketemu Nio, lalu munculnya Dava, hadirnya Alesya, hingga momen saat Dava menyatakan perasaannya padanya.

Waktu berlalu tanpa terasa.

Tangannya pegal. Bahunya pegal. Tapi senyumnya nggak berhenti.

"Gue mau tulis semua kisah gue di sini," bisiknya pelan, matanya berbinar sambil menatap tulisan tangannya yang berderet rapi.

"Biar nanti ada yang bisa belajar dari semua ini. Nggak semua orang suka sama kita, tapi... kita bisa belajar buat suka sama semua orang," ucapnya sambil terus menulis, suaranya semakin lirih, seakan bicara dengan dirinya sendiri.

Puluhan lembar sudah penuh tulisan. Ia menarik napas, lalu menulis sebuah judul besar di halaman baru: "Kita dan Dunia"

"Ini buat Dava..." bisiknya, lalu mulai menulis lagi.

“Dava Sanjaya, laki-laki penuh tawa, tapi menyimpan luka...”

Cerita itu terus mengalir. Tentang Dava yang kehilangan ayahnya, Richard, sang nakhoda yang dihormati, tapi harus berpulang usai kecelakaan tragis. Tentang ibunya yang jatuh sakit, hingga Dava harus menggantikan perannya sebagai tulang punggung. Tentang kekuatannya, ketulusannya, dan tentang Alenza—gadis yang tanpa sadar, mulai bergantung pada tawa dan kehadirannya.

“Kalau bukan karena Dava, hidup Alenza nggak akan seberwarna ini...”

"Buat bab ini gue kasih judul Kita dan Dunia," cecarnya bersemangat.

"Nggak cukup banyak orang yang tahu Dava, tapi gue tahu banyak tentangnya," ucapnya tersenyum tulus.

"Dava Sanjaya, laki-laki yang penuh dengan keceriaan di dalam hidupnya, pandai membuat orang tertawa dengan celetukannya yang nyeleneh, tapi ia adalah laki-laki yang mempunyai kisah kelam dalam hidupnya. Hidup dengan satu orang tua bukanlah hal mudah untuk dilewati semua orang. Bapaknya seorang nakhoda kapal, banyak orang mengenalnya, namun naas, nyawanya harus terenggut saat menjadi salah satu korban kecelakaan kapal yang menenggelamkan sebagian besar penumpangnya—Richard adalah bapak dari Dava, ia pribadi yang sangat baik di mata semua orang. Nyawanya sempat selamat karena ditemukan tim SAR saat tengah mencari para korban, namun saat dirawat di rumah sakit, beberapa jam kemudian ia meninggal. Dava amat terpukul dengan kepergian sosok bapaknya, ia harus hidup bersama ibunya di dalam rumah sederhana. Beberapa tahun setelahnya, ibunya divonis sakit hingga membuat tak bisa bekerja kembali untuk membiayai Dava. Akhirnya Dava lah yang menggantikan tugas ibunya..." ucapnya dibarengi menulis di bukunya.

"Dia laki-laki yang tangguh, bahkan dia berhasil mendapatkan hati seorang gadis cantik yang bernama Alenza Eviana," sambungnya dengan senyum manis yang terukir di wajahnya.

ALENZA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang