Hutan Balakung

1.1K 51 0
                                    

All credit to Animonsta Studio
.
.
Karakter bukan milik saya, tapi ide murni dari saya.

Dilarang plagiat yups!

What if, Du-Rimba berubah menjadi peri hutan akibat dari pinalti partnernya yang gagal di misi sebelumnya. Rimba kini ditugaskan menjaga hutan milik King Balakung yang sedang berhibernasi.

King Balakung sangat menyukai kedamaian, walau ketika bangun, dia lebih terlihat rakus karena terus merasa lapar. Oleh karena itu, penghuni hutan selalu mengumpulkan banyak makanan, menanam tumbuhan, dan banyak hal sebagai persiapan selama penguasa hutan itu tidur nyenyak.

Ini adalah musim keempat dimana King Balakung hibernasi. Rimba berkeliling di sekitar air terjun, karena di balik air terjun itu ada sebuah gua yang menjadi tempat tinggal King Balakung.

"Pagi Rimba." Sapa Beliung. Dia dari kerajaan Bunda Kuputeri yang sering mampir untuk jalan jalan. Rimba melambaikan tangan kecilnya.

"Halo Kak Iyung!" Sapanya ceria. "Patroli lagi?"

Rimba mengangguk, ia mengikuti langkah Beliung dengan sayap kecilnya. Eits jangan salah, dia termasuk peri dengan kemampuan terbang yang tercepat.

"Aku datang karena mendapat laporan kalau ada penyusup di hutan Balakung ini. Tapi setelah berkeliling sepertinya tidak ada ancaman." Rimba memirungkan kepalanya.

"Apa itu? Aku baru dari selatan, belum cek bagian depan." Ucap Rimba bingung. Beliung menggeleng, "Mungkin memang tidak ada. Nanti aku keliling lagi."

Mereka kembali berkeliling di area air terjun. Pelangi muncul memperindah pemandangan. "Halo Rimbaaa." Sapa penghuni hutan yang lain.

Rimba kena pinalti? Tidak masalah.

Setelah hari menjelang siang, Beliung pamit pergi. Rimba kenbali ke tempatnya, du samping gua milik King Balakung. Saat mengitari bunga bunga, sebuah cahaya silau menarik perhatiannya.

"Eh? Kayak kenal visornya." Gumam Rimba. Ia mencoba menarik visor oranye itu. "Hai Rimba, kamu sedang apa?"

Ah itu Gempa, golem kecil seukuran manusia. Dia juga mendapat pinalti bersama Rimba. Harusnya dia bertugas menjaga Hang Kasa, tapi yang bersangkutan sedang bersemedi di hutan ini juga.

Jadi ya sekalian.

Gempa membantu Rimba mengeluarkan visor yang sedikit terkubur di dalam tanah. "Ini mirip punya Solar." Ucap Gempa. Mata Rimba berbinar, "Ah iya, Solar."

Jadi rindu dengan sahabatnya itu. "Dia sedang apa ya?"

"Umm, Rimba. Aku dengar dia menghilang setelah kita kena pinalti." Ucap Gempa.

"Ah begitu." Rimba menunduk sedih.

"Mungkin karena keruntuhan kerajaan Retakka juga." Ucap Gempa. Rimba sempat mendengarnya, Retakka mendapat hukuman dari alam akibat ketamakannya.

"Oh ya, ada angin berkabar kalau si kembar akan berkunjung hari ini, benarkah itu Rimba?" Tanya Gempa.

"Benar, aku juga mendapat pesan untuk menyambut mereka nanti sore." Ucap Rimba kembali ceria.

Setelah berbincang dengan Gempa, Rimba benar benar kembali ke sisi King Balakung.

"Rimba, saat matahari terbenam, sampaikan pesanku pada seluruh penghuni hutan untuk berlindung di balik kegelapan." Itu suara King Balakung, walau masih dalam tidur, dia memberi pesan kepada Rimba.

"Baik, tuan." Ucap Rimba. Rimba keluar, memberi pesan kepada siapapun yang ditemuinya. Karena pesan dari bibir ke bibir lebih cepat dibanding cahaya.

Siang berganti sore, hutan tampak sepi dari pergerakkan apapun. Bahkan seolah olah angin turut memelankan gerakannya, menambah suasana sepi di petang ini.

Rimba yang baru selesai mengantar semut ke sarangnya akibat terpisah pun bergegas kembali ke gua.

Csatt.

Sebuah cahaya melintas dengan cepat, diikuti angin yang membawa gemuruh. 'Astaga, aku belum sampai.' batin Rimba panik.

Kepakan pada sayap kecilnya ia percepat agar segera sampai di tempat aman terdekat. Netra zamrudnya mengintip dari celah dahan tempatnya bersembunyi.

"Apa itu?" Rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Ia mendekati berkas cahaya kecil itu.

Tek
Tek
Tek

Suara retakan terdengar ngilu. Seperti suara tulang yang dipatakahkan paksa.

Seiring suara itu terdengar, cahaya menyilaukan juga semakin menyebar.

"Solar?!" Rimba mendekati sahabatnya. Dia terduduk lesu dengan napas terengah engah. "Solar! Ini aku, Rimba!"

Perlahan, kepala itu mendongak. Netra kelabunya nampak terkejut, terlihat dari pupilnya yang mengecil. "Rimba? Kamu di sini?"

Solar menangkup Rimba kecil di tangannya yang penuh retakkan. Dengan hati hati Rimba mendarat di sana.

"Bagaimana bisa? Bukankah-" "Maafkan aku."

Rimba berhenti berbicara, apa maksudnya?

"Maaf, aku mematahkan janji kita. Aku melanggar aturan paling mendasar untuk elemen alam seperti kita. Aku-akulah yang menyebabkan semua kekacauan ini, aku juga yang menyebabkanmu mendapat pinalti seperti ini.

Maaf, maafkan aku Rimba." Suara pilu Solar terdengar jelas di dalam kesunyian malam.

Rimba masih mencerna ucapan Solar. "Apa maksudmu?"

"Akulah yang membuat partnermu gagal, jika Tuanku Retakka tamak, maka aku juga sama. Aku waktu itu mengambil kristal bagian kalian. Menyebabkan kalian kalah secara curang. Aku juga yang menghancurkan kristal milik Gempa."

Solar menata napas yang terasa sesak. Lidahnya sedikit kelu saat menceritakan kejahatan besarnya.

"Dan aku yang membuat tuan Retakka binasa. Oleh karena itu aku kabur, aku takut mendapat hukuman. Tapi sepertinya mereka tetap menemukanku, terbukti dengan aku masuk kesini.

Hanya perlu menunggu fajar tiba untukku binasa selamanya."

"TIDAK!"

Solar terkejut. Rimba menatapnya garang, walau tetap terlihat imut karena ukurannya.

"Kamu adalah sahabatku, aku akan membantumu mencari solusi, jangan menyerah. Jangan pasrah dengan takdir. Pasti a-"

"Rimba." Rimba merasa tubuhnya diangkat oleh pusaran angin. "Kak Iyung?"

"Sebenarnya tujuan aku kesini adalah untuk menangkap Solar bersama Bunda Kuputeri." Ucap Beliung. Ia mengarahkan anginnya yang membawa Rimba ke arah sebuah tangan besar.

"Tuan? Anda sudah bangun?" Tanya Rimba bingung. Ya, dia berada di tangan King Balakung.

"Rimba, sahabatmu telah melakukan kejahatan besar yang memakan banyak korban. Bahkan kamu adalah salah satu korban atas ketamakannya. King tau kamu anak yang baik dan memaafkan sahabatmu,

Namun, apakah yang lain juga berpikiran hal yang sama? Banyak keluarga yang tidak utuh karena perbuatan Solar. Apakah kamu tidak merasa kasihan pada mereka?"

Rimba menunduk, ia menatap Solar. Sahabatnya tersenyum, "Sepertinya ini pertemuan terakhir kita ya? Jaga diri baik baik ya. Semoga pinaltimu cepat berakhir."

Rimba berkaca kaca, di satu sisi dia merasa tidak rela kehilangan sahabatnya. Namun di sisi lain, Solar harus menerima hukuman setimpal.

"In another life, let's have better future!" Ucap Solar sebelum melebur seutuhnya.

- Tamat -

Mau request?

See you at the next chapter!!

Salam hangat

ANSY,

Boboiboy Fanfiction (Thorn/Duri Centric)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang