Setelah Hujan, Rintik, dan Dingin

527 48 9
                                    

All credit to Animonsta Studio
.
.
Karakter bukan milik saya, tapi ide murni dari saya.

Dilarang plagiat yups!

Manusia selalu berharap. Baik berharap untuk hal yang sepele, hal besar, atau harapan rutin di tiap pagi.

'Aku berharap hari ini hujan agar tidak upacara.'
'Aku berharap agar gurunya sakit, aku lupa belum mengerjakan PR darinya.'
'Aku berharap ada hujan uang di kamarku.'

Banyak yang menggantungkan harapannya pada semesta, berharap dunia berpihak pada mereka. Tidak jarang pula yang berharap pada orang lain, lebih tepatnya,

Bergantung.

Dua duanya adalah hal yang berkaitan. Jika harapan diberikan pada seseorang secara terus menerus, itu akan menjadi ekspektasi yang besar dan dapat membebani orang tersebut.

Namun, bagaimana jika mau tidak mau seseorang harus bergantung pada orang lain demi kelangsungan hidup?

Biarkan kalian yang menilai.

---

Sore ini, aroma petrichor merebak luas di teras belakang yang merupakan taman sederhana dengan rumput yang tertata rapi nan hijau.

Banyak kenangan tersimpan di setiap petaknya, sekaligus menimbulkan rasa rindu dan sepi secara bersamaan.

Duri duduk di sana, di tepi teras dengan memegang sebuah boneka berbentuk pokemon yang baru kering pagi tadi.

Netranya menatap kosong ke depan, tampak tidak terusik walau cipratan air mengenai wajahnya.

Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apapun. Mungkin 'datar' adalah kata yang tepat untuk menggambarkan raut wajah Duri saat ini.

Kepalanya berisik.

Banyak suara hilir mudik tanpa permisi, memenuhi ruang di kepalanya. Ia tau kalau beberapa memorinya terlepas atau tertimbun akibat kejadian itu, tapi dia tidak mengijinkan suara jelek itu mengambil alih ruang kosong di kepalanya.

Helaan napas dilakukan entah ke berapa kali selama 20 menit terakhir. Pelukannya pada boneka kuning itu menguat, seolah melampiaskan perasaannya pada sang pemilik yang sudah berpulang ke Tuhannya.

'Pelan pelan aja, jalannya licin.'
'Aku bisa!'
'Kak Awas!!!'
'Ciiit Brak'

Tepukan di kepalanya membuat Duri sedikit menoleh. "Duri, masuk yuk?"

Duri menggeleng, enggan menuruti ucapan kakaknya. "Kamu baru sembuh kemarin, jangan di sini yuk. Pindah ke dalam." Ajak Ais.

"Aku di sini aja kak." Ucap Duri. Ais mengode Blaze untuk membawa Duri masuk. Karena jika dibiarkan, anak itu akan kembali sakit.

"Kak nggak mau!" Berontak Duri, tapi matanya tidak bisa berbohong. Ia menangis.

Blaze memeluk adiknya erat, ikut menangis, menangisi ketidakmampuannya untuk mengubah takdir yang menimpa keluarga mereka.

Malam itu, Solar mengalami kecelakaan tunggal. Kebetulan hujan sedang turun dengan derasnya.

Hali dan Gempa serta Duri bergegas menjemput Solar di TKP, karena tidak ada yang menyadari kecelakaan Solar.

Setelah bertemu Solar, Hali memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Mungkin panik atau terlampau percaya akan kemampuannya, Hali mengebut, menembus hujan yang tidak kalah derasnya.

Gempa sudah berkali kali memperingatkan Hali untuk menurunkan kecepatan, namun tidak digubris karena takut Solar kenapa kenapa.

Hingga mereka tidak menyadari telah menerobos lampu merah. Naasnya, dari arah kanan ada truk yang melaju kencang karena mendapat lampu hijau.

Boboiboy Fanfiction (Thorn/Duri Centric)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang