Bab 4. Bintang Versi Bad Boy

47 8 0
                                    




Rasi membuka pintu dan langsung membatu dengan mata membulat penuh. Hanya lima detik, karena setelahnya dia melipat dua tangan di dada sambil mendengkus dan berkata, "Mau ngapain?"

Bintang tersenyum tenang. "Mau ketemu kamu."

Bola mata Rasi berputar. Mimik wajahnya langsung kecut. Dalam hati tidak bisa membendung rasa heran dengan laki-laki di hadapannya. Bagaimana bisa sosok ini adalah orang yang sama. Dua hari yang lalu di acara perkenalan keluarga, Bintang tampil dengan batik berwarna cokelat plus celana bahan yang disetrika rapi. Sepatu kulit yang dipakainya pun mengkilat sempurna.

Tetapi sekarang, lelaki bercambang ini muncul dengan kemeja putih yang sikunya digulung dan celana jeans belel. Sepatunya yang berkilauan sudah hilang, digantikan sepatu boots bertali berwarna cokelat. Rambutnya sedikit berantakan dan yang membuat Rasi heran adalah backpack berwarna hitam yang digendongnya. Image Bintang sebagai lelaki berkostum dan bersikap formal langsung runtuh demi melihat backpack yang terkesan adventurous itu. Dari penampakannya Rasi tahu, pasti ada laptop di dalamnya, namun tetap saja backpack yang menggembung itu terasa tidak cocok dengan image Bintang dua hari yang lalu.

Saking fokusnya mengamati, Rasi lupa kalau dia meneliti Bintang dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lalu dengan judes membuang muka. Ratusan pertanyaan langsung menyesaki kepalanya. Berbarengan dengan perasaan kesalnya pada Bintang yang memasang ekspresi santai.

"Kaget banget ya?" tanya Bintang. "Kenapa? Enggak sesuai ekspektasi?" lanjutnya sambil terkekeh.

"Siapa yang berekspektasi sama kamu?" sembur Rasi.

Bintang menahan tawa karena reaksi Rasi. Dengan cueknya dia melongok ke balik punggung Rasi sambil berucap, "Lagi sibuk banget? Tante Ajeng ada?"

"Kalo mau ketemu Mama kamu salah alamat. Tuh pintunya sebelah sana!" Rasi bersiap menutup pintu. Sayang usahanya tidak berhasil karena tangan Bintang menahan pintu. "Kamu mau ngapain, sih! Aku lagi kerja, jangan ganggu! Bisa?"

Suara kekehan Bintang terdengar menyebalkan untuk Rasi. Walaupun dalam hati dia tidak bisa menampik pesona wajah lelaki matang di depannya. Sepasang mata yang bersinar nakal, cambang di pipi dan dagunya, dan gaya rambut berantakan yang mengesankan bad boy. Rasi hampir saja tidak bisa menahan tangannya untuk merapikan rambut acak-acakan itu.

Beberapa detik setelah itu Rasi sadar kalau dia sedang kesal. Didorongnya dada Bintang dengan satu tangan. Sayang, tenaganya tidak cukup kuat. Lelaki itu bahkan terlihat geli dan bergeming. Lalu berbalik menarik tangan Rasi dengan lembut, tetapi cukup untuk membuat perempuan itu bergerak dan terpaksa mengikuti langkah Bintang.

"Eh, eh, apa-apaan ini! Bintang lepasin! Aku lagi kerja!"

"Mas Bintang," ucap Bintang seraya terus berjalan dan sekarang menggenggam erat tangan Rasi.

"Ih najis! Ngapain panggil 'mas' segala!"

"Karena kamu calon istriku," gumam Bintang. Kali ini sambil menoleh ke arah Rasi lalu mengedipkan satu mata.

"Enggak mau! Jangan mimpi! Aku enggak bakal mau nikah sama kamu! Mama!" jerit Rasi. Mulai frustrasi karena tingkah Bintang yang tidak diduganya.

"Oh iya, lupa. Aku belum pamit sama Tante Ajeng," ucap Bintang. Dia berhenti berjalan, berbalik arah ke rumah utama Rasi. Tidak peduli Rasi mengomel dan menarik paksa tangannya dari genggaman, Bintang tetap kukuh.

Sampai di teras seakan tanpa kesulitan, sikap Bintang tidak berubah. Tetap tenang dan santai. Seolah suara omelan Rasi plus cubitan bertubi-tubi di lengannya hanyalah khayalan. Setelah menekan bel dan menunggu beberapa saat, Ajeng muncul di ambang pintu.

The Last StarlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang